Sekolah, Mercusuar Ahli Ilmu di Kalangan Kaum Muslimin

Sejak abad 10 Masehi Islam telah memperkenalkan sekolah. Orang-orang kaya mewakafkan rumahnya untuk majlis ilmu, menggaji guru, dan memberi beasiswa pada penuntutnya

Sekolah, Mercusuar Ahli Ilmu di Kalangan Kaum Muslimin
Rumah Kebijaksanaan atau Baitul Hikmah, perpustakaan, lembaga penerjemahan dan pusat penelitian yang didirikan pada masa kekhilafahan Abbasiyah di Baghdad, Iraq

BELAJAR dan mempelajari ilmu bagi kaum Muslimin adalah salah satu kewajiban. Maka wajar jika kaum Muslimin selalu bersandar pada Al-Qur’an, sunnah dan pendapat ahli ilmu jika berpendapat.

Peradabn Islam memperkenalkan sekolah sejak abad kelima hijriyah. Di antara sebab didirikannya sekolah adalah karena banyaknya halaqah-halaqah yang memenuhi masjid.

Di antara masjid yang mula-mula berpindah ke sekolah adalah Universitas Al Azhar pada tahun 378 H. Sekolah-sekolah pendidikan di negeri Islam dipenuhi para pelajar dari timur hingga barat, juga menjamurnya badan wakaf yang berasal dari donatur para hartawan dan para pemimpin, ulama, pedagang, raja-raja dan penguasa untuk kepentingan pendidikan.

Ibnu Katsir dalam kitab Al Bidayah Wa Nihayah, menceritakan pada tahun 383 H, Menteri Abu Nasr Sabur bin Ardasyir membeli sebuah rumah di Kurkh, kemudian memperbahurinya dan memindahkan kitab-kitab yang banyak sekali. Lalu kitab-kitab tersebut diwakafkan kepada para fuqoha yang kemudian disebut dengan Dar al-Ilmu.

“Aku (Ibnu Katsir) mengira ini sekolah pertama yang diwakafkan kepada para fuqoha. Hal itu terjadi jauh sebelum sekolah Nidzamiyah dibangun.”

Tak lama kemudian berdirilah sekolah-sekolah ini bermunculan. Seperti di Damaskus tercatat seklah pertama berdiri pad tahun 391 H oleh puasa Daulah Shadir bin Abdullah, yang kemudian disebut dengan sekolah Shadiriyah. Kemudian diikuti wali Damaskus Rasa’ bin Nazhif yang mendirikan dan membangun sekolah Rasyaiyah dalam waktu sekitar 4 tahun.

Dari sekolah ini keluarlah para penunut ilmu dari halaqah-halaqah mereka. Dari yang sbelumnya proses belajar di masjid kemudian dialihkan di tempat khusus yang memberikan pengajaran ilmu-ilmu tertentu, memberikan wakaf kepada mereka dan guru-gurunya, memenuhi mereka dengan sarana-sarana pendidikan.

Dimulai dari menteri Nizham Malik Ath Thusi yang memulai sekolah-sekolah secara hukumiyah (sekolah negeri) memberikan infaq untuk mendirikan akademi-akademi dasar di sekolah, memakai jubbah khusus bagi para pengajarnya dan pendidik sekolah. Menteri ini memberikan ide perabdan Islam yang abadi penyebutannya hingga sekarang.

Inilah dasar pertama dari badan keilmuan dan sekolah Nizhamiyah yang muncul dalam sejarah Islam, yang membentuk para pelajarnya untuk mendapatkan penghasilan dan pengajaran. Sekolah Nizhamiyah mengkhususkan untuk mempelajari bidang fikih dan hadits.

Para penuntut ilmu bisa mendapatkan makanan, kebutuhan mereka, disamping kebanyakan mereka diberikan gaji setiap bulannya. Perlu diketahui bahwa Nizhamul Mulk memberikan infaknya kepada pada pengajar sekolah, fuqoha dan ulama setiap tahunnya hingga mencapai 300 ribu dinar.

Ketika hal ini hndak dipertimbangkan kembali oleh Sultan As Saluji Malkansyah seorang menteri yang alim itu mengatakan, “Allah memberikan Anda dan memberika apa yang tidak diberikan kepada salah seorang pun dari makluknya. Tidaklah hal itu kembali kan untuk membawa agamanya dan memelihara kitab-Nya dengan infaq 300 ribu dinar.”

Karena itu, penyebaran sekolah-sekolah dalam peradaban Islam mulai abad ke-4 H atau abad 10 Masehi. Ini merupakan fakta bahwa peradaban Islam lebih dulu dalam penyebaran ilmu di atara elemen masyarakat yang berbeda-beda.

Ibnu Katsir sebagamaina dikutip oleh Prof. Dr. Raghib as Sirjani dalam buku Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia menyatakan tak ada sekolah yang dibangun seperti itu sebelumnya, berpegang pada empat mazhab, dari setiap kelompok terdapat tujuh puluh dua ahli fikih, empat muayyid, seorang guru pada setiap mazhab dan seorang syikh ahli hadits serta dua ahli qira’ah (bacaan al-Quran).

Sekilah juga menyediakan sepuluh pendengar (peneliti), guru kedokteran, sepuluh dari kalangan ilmuan Muslim yang sibuk dalam mempelajari ilmu kedokteran, perpustakaan bagi anak-anak yatim. Sekolah juga memberikan mereka makanan roti, daging, kue, nafkah yang mencukupi kebutuhan seluruh muridnya.

Nah, adakah hari ini sekolah yang memberikan kecukupan secara keilmuan, dan kebutuhan guru dan muridnya seperti hal di atas? Zaman keemasan peradaban Islam inilah yang harus diraih kembali pada zaman ini.

Kala itu, para penguasa, dan orang-orang kaya serta para saudagar membangun sekolah dan mewakafkannya dengan segala sarana demi keberlangsungan sekolah dan para penuntut ilmu. Banyak sekali di antara mereka menjadikan rumahnya sebagai sekolah, disertai pula memberikan gaji bagi yang menuntut ilmu di sekolah tersebut.*/ Akbar Muzakki

No comments: