Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Jelang Ajalnya (7/Tamat)

Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Jelang Ajalnya (7/Tamat)
Ucapan orang-orang saleh jelang ajalnya dapat kita jadikan iktibar karena mengandung hikmah berharga. Foto/Ist
Ketika maut hendak menjemput Yusuf bin Asbath, Hudzaifah ada di sisinya. Hudzaifah mendapatinya sedang gelisah, lalu ia bertanya, "Wahai Abu Muhammad, inikah saatnya gelisah dan takut?"

Ia menjawab, "Wahai Abu Abdullah, bagaimana mungkin aku tidak merasa gelisah. Aku tidak tahu apakah aku benar-benar beriman kepada Allah dalam setiap amal perbuatanku."

Hudzaifah berkata, "Sungguh mengagumkan orang saleh yang satu ini. Saat hendak wafat , ia masih sempat bersumpah bahwa ia tidak tahu apakah ia benar-benar sudah patuh kepada Allah dalam setiap amalnya."

Al-Maghazili menceritakan, "Pada suatu hari aku menjenguk seorang guru yang sedang sakit. Ia berkata, 'Jika kamu bisa melakukan apa yang aku inginkan, tolong bersikap lembutlah kepadaku."

Seorang guru datang menjenguk Mimsyad ad-Dainuri saat menjelang kematiannya . Ia berdoa, "Allah telah bertindak dan berbuat." Mimsyad tersenyum dan berkata: "Selama tiga puluh tahun surga dan isinya telah ditawarkan kepadaku. Namun meliriknya saja aku tidak."

Menjelang ajal, Ruwaim dituntun mengucapkan kalimat 'La ilaha illallah'. Tetapi ia malah menjawab, "Aku memang tidak bisa mengucapkan yang selain itu dengan baik."

Ketika Sufyan ats-Tsauri mendekati ajal , ia diminta mengucapkan kalimat "La ilaha illallah". Dan ia malah bertanya, "Apakah tidak ada permintaan yang lain?"

Al-Muzani mengunjungi Asy-Syafi'i pada saat sakitnya yang terakhir, dan bertanya, "Bagaimana keadaanmu pagi ini?" Asy-Syafi’i menjawab: "Pagi ini aku akan pergi meninggalkan dunia, berpisah dengan saudara-saudaraku, berhadapan dengan amal-amal burukku, mereguk cangkir kematian, dan menuju Allah. Tetapi aku tidak tahu, apakah ruh-ku akan pergi ke surga sehingga aku layak diucapi selamat datang, atau ke neraka sehingga aku layak berkabung." 
Kemudian ia melantunkan syair:

"Ketika hatiku mengeras, dan jalanku menyempit, maka aku jadikan harapanku, sebagai tangga tuk menggapai ampuan-Mu. Dosaku begitu besar, Tapi, saat aku bandingkan dengan ampunan-Mu Tuhan, tentu ampunan-Mu jauh lebih besar. Engkau selalu ampuni dosa, selalu bermurah maafkan kesalahan dan Engkau maafkan. Karena nikmat dan kemurahan-Mu. Tanpa Engkau, tak beda antara hamba dan Iblis. Bagaimanakah Adam, insan pilihan-Mu, juga telah digoda oleh Iblis?"

Ketika Ahmad bin Hadhrawaih hendak meninggal, ia ditanya sesuatu oleh putranya. Seketika ia menangis dan berkata, "Wahai putraku, pintu yang telah aku ketuk selama 95 tahun sekarang sudah terbuka. Namun aku belum tahu, apakah ia terbuka untuk kebahagiaan atau untuk penderitaan. Jadi, bagaimana mungkin aku masih punya waktu untuk menjawab pertanyaanmu tadi?"

Itulah yang mereka ucapkan. Perbedaan di antara mereka terletak pada berbedanya kondisi dan keadaan mereka masing-masing. Sebagian mereka ada yang lebih dikuasai oleh rasa takut, sebagian oleh harapan, dan sebagian lagi oleh rasa cinta dan rindu. Masing-masing berbicara sesuai keadaannya. Apapun keadaannya, yang mereka ucapkan itu benar. Semoga Allah meridhai kita dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya.

Sumber:
Dibalik Tabir Kematian karya Al Imam Al Ghazali
(rhs) Rusman H Siregar

No comments: