Akhir Indah Laskar Hizbullah yang Dipeluk Mbah Siroj Solo
Mbah Siroj menghadiri Muktamar tersebut bersama KH Mawardi sebagai utusan golongan ulama muda dari Kota Solo. Berdasarkan catatan sejarah tersebut, bisa dikatakan Mbah Siroj termasuk salah satu tokoh generasi pertama yang ikut mendirikan NU di lingkup daerah Karesidenan Surakarta, khususnya di Kota Solo. Sementara itu, pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari cengkraman penjajah, Mbah Siroj juga ikut berjuang dalam kelompok “Barisan Kiai”. Barisan Kiai ini tidak kalah gigihnya dengan laskar-laskar lainnya pada saat itu.
Namun, keberadaan Barisan Kiai ini sangat dirahasiakan karena anggotanya terdiri dari pada kiai sepuh, yang memang tidak pernah muncul di permukaan. Bahkan, di antaranya sudah tua renta, yang berjalan dan melihatpun sudah tidak mampu. Kendati demikian, mereka adalah tokoh agama yang disegani.
Dalam buku Hizbullah Surakarta disebutkan, Ketua Barisan Kiai Solo saat itu dipimpin KH Abdurrahman yang usianya sangat uzur. Barisan Kiai yang dibentuk pada akhir tahun 1945 ini berisi para kiai sepuh yang diharapkan nasihat-nasihatnya dalam peperangan dan membakar semangat para pejuang.
Kendati demikian, beberapa dari mereka juga ada yang memanggul senjata, ikut berperang di front terdepan. Selain Mbah Siroj, ulama lain yang tergabung dalam Barisan Kiai ini antara lain KH R M Adnan, Kiai Ma’ruf Mangunwiyoto, Kiai Abdul Karim Tasyrif, Kiai Martoikoro, dan Kiai Amir Thohar. Meski sudah tua, Mbah Siroj Solo tetap ikut berjuang di Laskar Hizbullah
Sebagai salah satu anggota Barisan Kiai, Mbah Siroj juga kerap didatangkan di hadapan para pejuang Laskar Hizbullah untuk memberikan semangat, pengarahan dan melakukan penggembelengan, baik jasmani maupun rohani.
Saat itulah, Mbah Siroj bersama anggota Barisan Kiai mengadakan inspeksi kepada pasukan Hizbullah yang berjumlah sekitar 50 orang. Tiba-tiba seorang anggota Hizbullah yang berusia 25 tahun, Hayyun dipeluk Mbah Siroj sambil berucap, “ahlul jannah..ahlul jannah!”.
Ucapan Mbah Siroj tersebut seakan-akan sudah mengetahui bahwa anggota Hizbullah tersebut akan mati syahid dalam peperangan dan akan masuk surga. Tak lama kemudian, datanglah tentara Belanda dengan sejumlah pasukan tank, lewat Pasar Kembang ke arah Selatan.
Dengan gagah berani, Hayyun pun maju sendirian sambil membawa granat nanas. Lalu, ia melompat sambil melempar granat ke arah tank. Ketika tank meledak, terbakarlah tentara Belanda yang berada di dalam tank bersama pejuang yang dipeluk Mbah Siroj tersebut.
Sebagai seorang ulama yang hidup di era kemerdekaan, Mbah Siroj telah berkontribusi dalam membangkitakan semangat para pejuang muslim. Hinggat akhirnya, Mbah Siroj wafat pada Senin Pahing, 27 Muharram 1381 Hijriah atau 10 Juni 1961 Masehi.
Jenazahnya dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo. Sampai saat ini, makamnya selalu didatangi peziarah dari berbagai daerah. Sebagai seorang ulama yang kharismatik, sampai saat ini banyak muridnya yang senantiasa menyelenggarakan acara haul untuk mengenang Mbah Siroj.
No comments:
Post a Comment