Akhir Perjuangan Pejuang Muslim Aljazair yang Legendaris

Hingga 1847, hubungan antara Abdul Qadir dan penguasa Maroko itu kian memburuk. Bahkan, Prancis kemudian menyaksikan perang saudara antarkedua kubu yang sama-sama Muslimin itu.   Pertempuran berpusat di Rif, Maroko Utara. Bagi Abdurrahman, keberadaan pendukung Abdul Qadir di sana seolah-olah menjadikan adanya negara dalam negara. Karena semakin terdesak, Abdul Qadir pun menyingkir dari daerah tersebut dengan menyeberangi Sungai Muluwiyya.   Namun, di ujung sungai itu ternyata pasukan Pran cis telah menunggunya. Komandan Aljazair itu menyadari kondisinya kini sudah terkepung total.  Dirinya menolak opsi perang mati-matian yang ditawarkan beberapa penasihatnya. Maka pada 20 De sember 1847, atas inisiatif sendiri Abdul Qadir bersurat kepada Jenderal Louis Juchault de Lamoricière.     Dia menyatakan siap menyerah dengan syarat jaminan keamanan untuk anak-anak, perempuan, kalangan budak, serta harta benda milik kaumnya. Dalam suratnya itu, dia juga menegaskan hanya mau diasingkan ke Iskandariah (Mesir) atau Acre (Palestina), bukan tempat lain. De Lamoricière berjanji me menuhi semua permintaan itu.    Kota Bejaia, Aljazair

Hingga 1847, hubungan antara Abdul Qadir dan penguasa Maroko itu kian memburuk. Bahkan, Prancis kemudian menyaksikan perang saudara antarkedua kubu yang sama-sama Muslimin itu. Pertempuran berpusat di Rif, Maroko Utara. Bagi Abdurrahman, keberadaan pendukung Abdul Qadir di sana seolah-olah menjadikan adanya negara dalam negara. Karena semakin terdesak, Abdul Qadir pun menyingkir dari daerah tersebut dengan menyeberangi Sungai Muluwiyya. Namun, di ujung sungai itu ternyata pasukan Pran cis telah menunggunya. Komandan Aljazair itu menyadari kondisinya kini sudah terkepung total. Dirinya menolak opsi perang mati-matian yang ditawarkan beberapa penasihatnya. Maka pada 20 De sember 1847, atas inisiatif sendiri Abdul Qadir bersurat kepada Jenderal Louis Juchault de Lamoricière. Dia menyatakan siap menyerah dengan syarat jaminan keamanan untuk anak-anak, perempuan, kalangan budak, serta harta benda milik kaumnya. Dalam suratnya itu, dia juga menegaskan hanya mau diasingkan ke Iskandariah (Mesir) atau Acre (Palestina), bukan tempat lain. De Lamoricière berjanji me menuhi semua permintaan itu. Kota Bejaia, Aljazair

Pejuang Muslim legendaris Abdul Qadir Al-Hasani dikenal gigih usir Prancis
Nama  Abdul Qadir bin Muhyiddin al-Hasani (Abd el-Kader ibn Muhieddine) adalah di kalangan masyarakat Aljazair adalah legenda dalam sejarah perjuangan umat Islam. 

Perjuangannya dalam melawan kolonialisme Prancis bukan hanya menginspirasi rakyat negerinya, melainkan juga kalangan humanis di Amerika dan Eropa, bahkan termasuk Prancis. 

Salah satu buktinya, sebuah kota di negara bagian Iowa, Amerika Serikat (AS), di namakan sebagai Elkader untuk mengenang kepahlawanan figur berjuluk Elang Padang Pasir tersebut. Qaid Ibrahim, penguasa dari Kesultanan Ottoman dan gubernur di Aljazair, berhasil diyakinkan. Persatuan yang diperlukan pun terwujud. Bahkan, pada Februari 1834 Prancis mengakui secara de facto kedaulatan negara yang dibentuk Abdul Qadir di Aljazair Barat.

Kedua belah pihak kemudian menyepakati perjanjian damai setelah Pertempuran Macta yang dimenangkan pasukan gerilya Aljazair pada 28 Juni 1835. 

Hasil dari kesepakatan itu, Prancis membuka konsulatnya di Mu'askar. Sebaliknya, Abdul Qadir pun diizinkan untuk mendirikan perwakilan di kota-kota pendudukan Prancis, seperti Oran dan Arzew.  

Pejuang Muslim legendaris Abdul Qadir Al-Hasani dikenal gigih usir Prancis

Namun, hingga dua tahun berikutnya letupan-letupan konflik terus terj adi antara Prancis dan Aljazair. Perjanjian Tafna lantas ditanda tangani, tetapi klausul-klausulnya cenderung begitu ketat dalam mengatur arus masuk-keluar antarwilayah kedua belah pihak. Saat itu, Prancis sebenarnya cukup terdesak. Sebab, nyaris dua pertiga wilayah bekas provinsi Turki Utsmaniyah itu sudah dikuasai Abdul Qadir. 

Sementara, arus emigrasi dari Prancis ke Aljazair terus melonjak. Hingga akhir 1830-an, Aljir dihuni sekitar 14 ribu orang Eropa, 12 ribu Muslim, dan 6.000 orang Yahudi. Artinya, perluasan wilayah menjadi pilihan utama bagi si penjajah. 

Apalagi, ambisi Prancis untuk menjadikan negeri tersebut sebagai koloni produktifnya masih saja membara. Maka dari itu, pada Oktober 1839 Paris memerintahkan gubernur jenderal Valee untuk memulai ekspansi militer demi merebut seluruh Aljazair. 

Abdul Qadir tidak langsung menyerukan perang total, tetapi terlebih dahulu menulis surat kepada raja Prancis. Dalam korespondensinya, pemimpin Muslim tersebut mempertanyakan komitmen Prancis terhadap perdamaian, seperti terpatri dalam Perjanjian Tafna. Dia juga menegaskan, tidak akan ragu menumpas setiap pasukan penjajah. Pejuang Muslim legendaris Abdul Qadir Al-Hasani dikenal gigih usir Prancis

photo
Masjid Agung Aljazair, juga dikenal sebagai Djamaa El Djazair, pada malam peresmiannya di ibu kota Aljazair. - (thenationalnews.com)
Ada nuansa keyakinan penuh dari Abdul Qadir dalam suratnya itu. Yang luput dari perhatiannya adalah Prancis sesungguhnya telah berhasrat besar untuk menjajah sebagian (besar) Benua Afrika dan Timur Tengah. 

Berbagai persiapan pun telah dilakukan, termasuk dalam soal persenjataan modern dan strategi. Kolonisasi atas Aljazair hanyalah satu fase dari rencana besar tersebut.

Valee ternyata gagal mengalahkan pasukan gerilya yang dipimpin Abdul Qadir. Pada 1840, posisinya digantikan Thomas-Robert Bugeaud. Inilah mulainya puncak kolonialisme Prancis atas Aljazair. Setelah tiga tahun berjuang, Abdul Qadir dan pasukannya kian tersudut sehingga terpaksa meminta per lindungan kepada negara te tangga, Maroko.

Sultan Maroko Abdurrahman kemudian memaklumkan perang terhadap Prancis sebagai suatu langkah politis demi menggaet popularitas di tengah komunitas Muslim.

Namun, pada 14 Agustus 1844 kapal perang bangsa Eropa itu dapat membombardir Pelabuhan ash-Shawirah dan Tangier di Maroko Barat. Sultan Abdurrahman pun mengibarkan bendera putih. Pejuang Muslim legendaris Abdul Qadir Al-Hasani dikenal gigih usir Prancis

Hingga 1847, hubungan antara Abdul Qadir dan penguasa Maroko itu kian memburuk. Bahkan, Prancis kemudian menyaksikan perang saudara antarkedua kubu yang sama-sama Muslimin itu. 

Pertempuran berpusat di Rif, Maroko Utara. Bagi Abdurrahman, keberadaan pendukung Abdul Qadir di sana seolah-olah menjadikan adanya negara dalam negara. Karena semakin terdesak, Abdul Qadir pun menyingkir dari daerah tersebut dengan menyeberangi Sungai Muluwiyya. 

Namun, di ujung sungai itu ternyata pasukan Prancis telah menunggunya. Komandan Aljazair itu menyadari kondisinya kini sudah terkepung total.

Dirinya menolak opsi perang mati-matian yang ditawarkan beberapa penasihatnya. Maka pada 20 De sember 1847, atas inisiatif sendiri Abdul Qadir bersurat kepada Jenderal Louis Juchault de Lamoricière.

Dia menyatakan siap menyerah dengan syarat jaminan keamanan untuk anak-anak, perempuan, kalangan budak, serta harta benda milik kaumnya. Dalam suratnya itu, dia juga menegaskan hanya mau diasingkan ke Iskandariah (Mesir) atau Acre (Palestina), bukan tempat lain. De Lamoricière berjanji memenuhi semua permintaan itu.

No comments: