Asy-Syifa’ binti Abdullah, Ilmuwan Perempuan Pertama Dalam Islam

Asy-Syifa’ binti Abdullah, Ilmuwan Perempuan Pertama Dalam Islam
Asy Syifa turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Foto ilustrasi/ist
Kisah inspiratif dari perjalanan para shahabiyah (sahabat perempuan) yang mendapat kedudukan tersendiri di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Salah satunya merupakan tokoh ilmuwan perempuan pertama dalam Islam. Ia adalah seorang muslimah yang terkenal dengan kepandaian dan kebaikannya sejak zaman Jahiliyah, di mana pada saat itu hanya segelintir perempuan yang diperbolehkan menulis dan membaca. 

Asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah. Inilah sosok muslimah shahabiyah tersebut. 

Dalam kitab 'Nisaa Haular Rasul, dijelaskan Asy-Syifa’ radhiyallahu'anha masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan termasuk muhajirin angkatan pertama serta termasuk perempuan yang berba’iat kepada Rasulullah SAW. Dialah yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Mumtahanah: 12)

Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama. Asy-Syifa juga seorang ulama di antara ulama dalam Islam, serta merupakan tanah yang subur bagi ilmu dan iman. Asy-Syifa’ radhiyallahu'anha menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. 
Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala ia masuk Islam Asy-Syifa tetap memberikan pengajaran kepada para perempuan muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, ia disebut sebagai ‘guru perempuan pertama dalam Islam’.

Di antara perempuan yang dididik oleh Asy-Syifa’ adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab, istri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah meminta kepada Asy-Syifa’ untuk mengajarkan kepada Hafshah tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa). 

Asy-Syifa’ berkata, “Suatu ketika Rasulullah masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda: ‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis’.” (HR Abu Daud).

Sebelumnya asy-Syifa’ dikenal sebagai ahli ruqyah di masa Jahiliyah, maka tatkala ia masuk Islam dan berhijrah ia berkata kepada Rasulullah, “Aku adalah ahli ruqyah di masa Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepada Anda.” 

Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.” Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.”

Di antara yang termasuk ruqyah adalah do’a:

"Ya Allah Tuhan manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha Penyembuh, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).

Inilah, asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yangn banyak dari Rasulullah SAW. Sungguh asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. 

Ia juga turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain.
Bahkan sang ammirul mukminin Umar bin Khatthab sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar. Begitu pula sebaliknya, asy-Syifa’ juga menghormarti Umar, beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. 

Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan.”

Asy-Syifa’ menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam hingga beliau wafat pada tahun 20 Hijriyah.

Wallahu A'lam
(wid) Widaningsih

No comments: