Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadis Bicara tentang Sabar Pada Saat Kena Musibah

Ayat-ayat Al-Quran dan Hadis Bicara tentang Sabar Pada Saat Kena Musibah
Ilustrasi/SINDOnews
SABAR memiliki arti yang cukup luas. Luqman Junaedi dalam "Ensiklopedi Tasawuf Imam Ghazali " memaparkan, sabar adalah salah satu tingkatan maqamat yang harus dilalui oleh setiap manusia yang beriman. Manusia yang ingin berada dalam jalan Allah SWT akan melalui jalan tersebut dengan sabar. 

Menurut Sahla, sabar adalah mengharapkan kebahagian dari Allah dan sesuatu yang paling mulia juga utama. Menurut sufi lain, sabar adalah berlaku sabar dengan kesabaran dengan artian tidak mencari kebahagiaan dan kesenangan dalam bersabar.

Sedangkan, menurut pendapat Abu Ismail al Harawi dalam Kitab "Manazil as- Sairin", sabar adalah menahan diri dari hal-hal yang tidak disenangi dan menahan lisan agar tidak mengeluh dan sabar yang paling lemah adalah sabar karena Allah.

Meski demikian, Ibnu Taimiyah mengatakan sabar dalam menghadapi musibah merupakan sikap sabar yang paling mendominasi. Jika seseorang memiliki stres, risih, resah, dan susah maka sebaik-baiknya senjata adalah bersabar. 
Saking pentingnya sikap sabar bagi setiap manusia, Allah menyebut kata sabar dalam Al-Quran sebanyak 70 kali. Sedangkan, ungkapan Allah yang khusus diperuntukkan bagi mereka yang bersabar tertuang setidaknya melalui 16 ayat Al-Quran yang berbeda-beda.

Di antaranya, surah al-Baqarah ayat 45. Allah meminta segenap hamba-Nya agar menjadikan salat dan sabar sebagai media pelipur lara. “Dan mohonlah pertolongan terhadap Allah SWT dengan sabar dan salat.”

Dari 16 ayat tersebut, tersarikan segudang hikmah dan manfaat bersabar. Hikmah bersabar tersebut, antara lain, Allah memuji orang sabar sebagai golongan orang yang beriman dan bertakwa. Kemudian, orang yang tidak dapat bersabar merupakan orang yang lemah dan bersedih. 

Sabar dari Cobaan 

عَنْ أُمِّ العَلاَءِ قَالَتْ : عَادَنِيْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا
مَرِيْضَةً، فَقَالَ : اَبْشِرِىْ يَا أُمِّ العَلاَءِ، فَإِنِّ مَرَضَ المُسْلِمِ يُذْ هِِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْ هِبُ النَّارُ خَببَثَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ

“Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak“. (Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092)

Allah SWT menurunkan cobaan kepada umatnya untuk menguji imannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya. 

Allah Ta'ala berfirman: 

وَمِنْ آيَاتِهِ الْجَوَارِ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ إِن يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَىٰ ظَهْرِهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ

“Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur”. [QS Asy-Syura/42 : 32-33

Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.

وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa“. [QS Al-Baqarah/2 : 177

Orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ 

Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar“. [QS Ali Imran/3 : 146

Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.

وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ 

Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan“. [QS An-Nahl/16 : 96]

نَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ 

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas“. [QS Az-Zumar/ : 10]

Keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.

وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ 

Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :’Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” [QS Ar-Ra’d/13 : 23-24

Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik?

Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. (Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud)

Allah menguji hamba-Nya menurut bobot iman yang dimiliki. Apabila bobot imannya berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan, maka cobaan yang diberikan juga lebih ringan. 

Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata, Aku pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya?" 

Beliau menjawab, "Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”. (Isnadnya shahih, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172)

Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata, aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata. "Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimu". 

Beliau berkata: "Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami". 

Aku bertanya. "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?" 

Beliau menjawab. "Para nabi". 

Aku bertanya. "Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?" 

Beliau menjawab: "Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang di antara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang di antara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang di antara kamu yang senang karena kemewahan”. (Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. (Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby)

Abdullah bin Mas’ud pernah berkata, aku memasuki tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras". 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata. ”Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang di antara kamu yang sedang demam”. 

Abdullah bin Mas’ud berkata.”Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau?” 

Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata. ”Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya”. (Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127)

Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”. (Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130)

Bekal Bagi Orang Mukmin
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan.

Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran”. 

Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata, Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. "Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni surga?" 

Aku menjawab. "Ya". 

Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata. ’Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku'. 

Beliau berkata. ’Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah surga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat’. 

Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut”. (Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131)

Wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk surga. 

Dari Anas bin Malik, dia berkata.”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya Allah berfirman.’Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan surga” (Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalam Ath-Thibb).

Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya

Simpanan Surga
Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya. ”Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu?” 

Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :”Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”. Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga. 

Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat hal termasuk simpanan surga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”. 

Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy: “Asy-Syaibany pernah berkata.’Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.’Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata. ’Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini, ’sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. 

Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) :”Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. 

Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”. [Al-Aqdud-Farid, 2/282] 

Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai taqdir-Nya”. [Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125]. 

Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi takdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah. 
(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: