Berlindung di dalam Sarung
Kopral Saimin selamat dari tentara Belanda setelah berlindung di dalam sarung pemilik warung. Kolonel M. Jasin, Panglima Kodam I Iskandar Muda, mendampingi Presiden Sukarno saat berkunjung ke Aceh pada 27 April 1962. (Repro memoar M. Jasin).
Selain sebagai komandan batalion di Maospati, Kapten M. Jasin juga menjabat kepala personalia Resimen 31 yang berkedudukan di Madiun. Sedangkan Kapten Soetarto Sigit menjabat kepala seksi intel Resimen 31.
"Suatu pengalaman yang menegangkan sekaligus lucu saya alami," kata Jasin dalam memoarnya, Saya Tidak Pernah Minta Ampun Kepada Soeharto.
Jasin menambahkan, "Saya bersama Soetarto Sigit ditemani seorang penghubung berpangkat kopral, berada di wilayah garis demarkasi di daerah Mojokerto. Kami bertiga beristirahat di sebuah warung di tepi jalan raya."
Soetarto menyebut tentara penghubung (renrakukei) itu bernama Kopral Saimin. Namun, lokasi demarkasinya berbeda dengan Jasin.
"Pengalaman yang tidak terlupakan terjadi pada Agustus 1946. Pada waktu itu Pak Jasin dan saya meninjau batalion Resimen 31 yang sedang bertugas di Front Surabaya Barat, tepatnya sekitar Desa Kedamean," kata Soetarto dalam testimoni di memoar Jasin.
Garis demarkasi yang biasanya tenang mulai memanas karena suhu politik pertentangan Indonesia-Belanda mendekati titik mendidih. Maklum mendekati peringatan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1946.
Pagi itu, Jasin, Soetarto, dan Kopral Saimin mendekati kompi di sebelah barat Desa Kedamean. Tiba-tiba pesawat Belanda terbang rendah di atas Front Barat Kedamean disertai suara gemuruh. "Alangkah terkejutnya kita ketika iring-iringan kendaraan lapis baja pasukan musuh menembus garis demarkasi menyerang kedudukan kita," kata Soetarto.
"Secara refleks," kata Jasin, "saya dan Soetarto segera lari menyeberangi jalan yang menjadi batas demarkasi. Kopral penghubung kami masih berada di warung, tidak sempat menyeberang."
Namun, menurut Soetarto, dirinya, Jasin, dan Kopral Saimin sempat berlindung di kebun ketela. Kopral Saimin kemudian berusaha mencari hubungan dengan kompi-kompi di seberang jalan. Baru saja ia menyeberang, datang iring-iringan tank dan half-track penuh dengan pasukan Belanda.
"Kopral Saimin dengan cepat memasuki sebuah warung yang berada di seberang jalan untuk bersembunyi. Tetapi apa lacur, iring-iringan kendaraan lapis baja musuh berhenti di muka warung tersebut," kata Soetarto.
Beberapa serdadu Belanda memasuki warung.
"Pak Jasin dan saya hanya bisa melihat dengan hati berdebar-debar menunggu bunyi tembakan yang akan menghabisi nyawa Kopral Saimin," kata Soetarto.
Waktu seakan berjalan pelan. Entah apa yang terjadi di dalam warung. Beberapa saat kemudian tentara-tentara Belanda keluar dari warung. Sungguh mengherankan mereka tidak membawa Kopral Saimin, padahal ia jelas berada di warung dan tak mungkin keluar tanpa diketahui tentara Belanda yang bertebaran di jalan dan sekeliling warung.
"Hati kami berdegub keras, sebab kalau kopral itu tertangkap, Belanda-Belanda itu juga akan segera dapat menangkap kami," kata Jasin.
Apakah Kopral Saimin telah dibunuh? Tetapi tidak terdengar letusan senjata. Beberapa tentara Belanda juga memeriksa daerah sekitar warung. Tak lama kemudian komandan mereka memerintahkan untuk memberangkatkan konvoi.
Tuhan masih melindungi Kopral Saimin.
Menurut Jasin, setelah yakin tank-tank Belanda berada di tempat jauh, "maka kami segera lari ke warung. Bersamaan dengan itu, kopral kami juga muncul dengan wajah pucat."
Sedangkan menurut Soetarto, setelah iring-iringan musuh meneruskan penyerbuan ke arah markas batalion, "Kopral Saimin loncat keluar menyeberang jalan untuk bergabung kembali dengan Pak Jasin dan saya.""Bagaimana kamu bisa selamat?" tanya Jasin.
"Saya masuk ke dalam kain sarung yang dipakai oleh ibu penjaga warung," kata Kopral Saimin dengan tersipu, sebagaimana diingat Soetarto.
Sedangkan yang diingat Jasin, Kopral Saimin memberikan jawaban cukup panjang: "Wah, maaf Kapten, saya tidak sempat lari. Ketika Belanda-Belanda itu masuk warung, saya bersembunyi di dalam kain perempuan pemilik warung tersebut, yang terus diam dan tidak bergerak ketika Belanda menanyainya dan memeriksa warung. Saya selamat bersembunyi di selangkangan perempuan tadi!"
Tentu saja, Kopral Saimin harus menahan napas selama bersembunyi di dalam kain itu. Ia pun dapat bernapas lega setelah selamat dari tentara Belanda.
No comments:
Post a Comment