Kisah Pesantren Jadi Kerajaan, Sunan Giri Jadi Raja Bergelar Prabu Satmata

Kisah Pesantren Jadi Kerajaan, Sunan Giri Jadi Raja Bergelar Prabu Satmata
Ilustrasi/Ist
PENGARUH Sunan Giri yang semakin besar dan kekuatan spiritualnya semakin luas, menjadikan pesantren Giri kemudian berubah menjadi Kerajaan Giri yang sering disebut Giri Kedaton . 

Sunan Giri sebagai raja pertama bergelar Prabu Satmata . Ketika Sunan Ampel wafat pada tahun 1478, maka Sunan Giri diangkat sebagai sesepuh Wali Songo atau Mufti (pemimpin agama se Tanah Jawa). 

Sunan Ampel adalah Penasehat bagian politik Demak. Jasa beliau sungguh besar bagi perjuangan Wali Songo, yaitu menyebarkan agama Islam tanpa kekerasan. Beliaulah yang paling tidak setuju atas beberapa usul agar Raden Patah segera menyerang Majapahit agar Demak dapat berdiri sebagai kerajaan Islam merdeka tanpa harus tunduk kepada Majapahit. 

Sunan Ampel dan Sunan Giri yang masih terhitung keluarga kerajaan Majapahit memang dianggap Prabu Brawijaya sebagai pembesar atau para Pangeran Majapahit yang berkuasa di daerah masing-masing. 

Sunan Ampel berkuasa di Surabaya dan Sunan Giri berkuasa di Giri Gresik. 

Dengan demikian Sunan Ampel adalah orang yang paling tahu situasi kerajaan Majapahit. Ketika beberapa wali mengusulkan untuk menyerbu Majapait, Sunan Ampel menyatakan ketidak setujuannya. 

“Tanpa diserbupun Kerajaan Majapahit sudah keropos dari dalam. Lagi pula Prabu Brawijaya Kertabumi itu masih ayah kandung Raden Patah selaku Pangeran Demak Bintoro,” kata Sunan Ampel. 

“Apa kata orang nanti bila seorang anak durhaka menyerang dan merebut tahta ayahnya sendiri? Saya kira Kerajaan Majapahit akan sirna dengan sendirinya, beberapa adipati yang masih beragama Hindu sudah banyak yang ingin merebut kekuasaan. Kita tak usah ikut-ikutan merebut tahta Majapahit yang hanya mencemarkan keagungan agama yang kita anut,” tambahnya.

Ramalan Sunan Ampel memang benar. Tidak lama setelah beliau meninggal dunia. Adipati Keling atau Kediri bernama Girindrawardhana menyerbu kerajaan Majapahit. 

Ada yang menyebutkan bahwa Prabu Kertabumi atau Ayah Raden Patah itu tewas dalam serangan mendadak yang dilakukan Prabu Girindrawardhana dari Kediri. 

Setelah Sunan Ampel wafat, penasehat bagian politik Demak digantikan oleh Sunan Kalijaga . Sedang Sunan Giri dianggap sesepuh yang sering dimintai pertimbangan di bidang politik kenegaraan. 

Buku " Kisah dan Ajaran Wali Sanga " karya H. Lawrens Rasyidi memaparkan para wali mengadakan sidang sesudah jatuhnya Majapahit oleh serangan Prabu Girindrawardhana. Raden Patah adalah pewaris utama kerajaan Majapahit. Dengan demikian ketika Demak menyerbu Majapahit bukanlah menyerang Prabu Kertabumi yang menjadi ayah Raden Patah, melainkan justru merebut tahta Majapahit dari tangan musuh Prabu Kertabumi. 

Adu Kesaktian
Pada waktu Prabu Girindrawardhana ini berkuasa di Majapahit pernah berusaha menggempur Giri Kedaton, karena Sunan Giri dianggap salah satu kerabat Prabu Kertabumi. Tetapi serangan itu dapat dipatahkan oleh Sunan Giri. 

Kebesaran nama Sunan Giri yang bergelar Prabu Satmata itu juga terdengar oleh seorang Begawan dari Lereng Lawu. Namanya Begawan Mintasemeru. 

Brahmana ini sengaja datang ke Giri Kedaton untuk menantang Sunan Giri adu kesaktian. Di antara adu kesaktian beragam jenisnya itu, yang paling terkenal adalah adu tebakan. 

Begawan Mintasemeru menciptakan sepasang angsa jantan dan betina, kemudian dikubur hidup-hidup di atas gunung Patukangan. Sesudah itu dia kembali menemui Sunan Giri.

“Apakah yang baru saya tanam di puncak gunung Patukangan itu," tanya Begawan Mintasemeru menguji Sunan Giri. 

“Yang Tuan tanam adalah sepasang naga jantan dan betina!” jawab Sunan Giri dengan tenangnya. 

Begawan itu tertawa terbahak-bahak sembari memperolok-olok kebodohan Sunan Giri. “Jika Tuan Begawan tidak percaya boleh anda lihat lagi, hewan apakah yang Tuan tanam di puncak gunung itu,” kata Sunan Giri. 

Sang Begawan menurut. Dia bongkar kuburan sepasang angsa ciptaannya. Ternyata angsa itu lenyap sebagai gantinya adalah sepasang naga yang 
meliuk-liuk hendak menerkamnya. 

Tentu saja sang Begawan merasa teramat malu. Selanjutnya dikatakan bahwa Begawan Mintasemeru masih mendemonstrasikan beberapa kesaktiannya yang menakjubkan, tapi semuanya dapat dikalahkan oleh Sunan Giri. 

Pada akhirnya Begawan Mintasemeru menyerah kalah, tunduk dan masuk Islam, kemudian menyebarkan agama Islam di Gunung Lawu. 

Legenda tentang adu tebak kewaskitaan itu diabadikan dalam monumen patung sepasang naga di tangga masuk ke makam Sunan Giri yaitu tangga yang sebelah selatan. Di sana ada sepasang naga dari ukiran batu yang mirip dengan angsa. (Bersambung)
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: