Kisah Sahabat yang Disuruh Rasulullah Menikah
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dikenal sebagai sosok yang sangat penyayang dan penuh perhatian . Tak terkecuali kepada para shahabat yang juga menjadi asistennya yang membantu meringankan kesibukan .Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebagai seorang pimpinan agama dan negara . Di antara pembantunya itu, adalah Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu ‘anhu.
Tentang Rabi'ah, Rasulullah sangat memperhatikan kehidupannya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Rabi’ah bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu pernah bercerita:
Aku adalah seorang yang membantu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau berkata padaku, “Wahai Rabi’ah, apakah kau tidak ingin menikah ?”
“Demi Allah, wahai Rasulullah, aku belum ingin menikah. Aku tak punya sesuatu yang bisa menanggung seorang wanita. Selain itu, aku tak ingin ada hal yang membuatku sibuk dari melayanimu.”, jawabku.
Kemudian Rasulullah pun berlalu. Aku kembali melayani beliau seperti biasa.
Pada kesempatan berikutnya, beliau bertanya untuk kali kedua, “Wahai Rabi’ah, apakah kau tidak ingin menikah?”
“Aku belum ingin menikah. Aku tak punya sesuatu yang bisa menanggung seorang wanita. Selain itu, aku tak ingin ada sesuatu yang membuatku sibuk dari melayanimu.”, jawabku. Rabi’ah belum mengubah pendiriannya.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun berlalu. Kali ini aku merenungi diriku. “Demi Allah, sungguh Rasulullah tahu sesuatu yang terbaik untuk kehidupan duniaku dan akhiratku. Dia lebih tahu dari diriku. Demi Allah. seandainya ia kembali bertanya tentang menikah, akan kukatakan kepadanya, ‘Iya Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sesuatu yang engkau kehendaki’.” Gumam Rabi’ah.
Kemudian Rasulullah kembali bertanya, “Wahai Rabi’ah, apakah kau tidak ingin menikah?”
“Tentu mau, perintahkan aku dengan apa yang Anda kehendaki”, jawabku.
Beliau memerintahkan, “Pergilah ke keluarga Fulan. Suatu kampung dari kalangan Anshar.” Mereka lambat menunaikan perintah Nabi SAW. “Katakan pada mereka, Rasulullah mengutusku kepada kalian. Dia memerintahkan agar kalian menikahkanku dengan Fulanah -salah seorang wanita dari kalangan mereka-.”
Aku pun pergi. Dan kusampaikan kepada mereka bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengutusku kepada kalian. Beliau memerintahkan agar kalian menikahkanku dengan Fulanah. Mereka menjawab, “Selamat datang kepada Rasulullah dan utusannya Rasulullah. Demi Allah, utusannya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak akan pulang kecuali keperluannya telah terpenuhi.”
Mereka menikahkanku dan bersikap lemah lembut terhadapku. Mereka sama sekali tidak minta penjelasan padaku. Kemudian aku kembali menemui Rasulullah dalam keadaan haru. Beliau bertanya, “Apa yang terjadi padamu wahai Rabi’ah?”
“Wahai Rasulullah, aku menemui suatu kaum yang mulia. Mereka menikahkanku, memuliakanku, dan bersikap baik kepadaku. Mereka sama sekali tidak meminta bukti. Hanya sayangnya, aku tidak memiliki mas kawin.”, jawabku.
Rasulullah berkata, “Wahai Buraidah al-Aslami, kumpulkan untuknya sebiji emas.”
Mendengar hal itu, para sahabat mengumpulkan biji emas untukku. Kuambil apa yang telah mereka kumpulkan. Kemudian aku kembali menghadap Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau berkata, ‘Pergilah kepada mereka dengan membawa ini. Katakan! ini adalah mas kawinnya’. Aku berangkat menemui mereka dan kukatakan, “Ini mas kawinnya”. Mereka pun ridha dan menerimanya. “Mas kawin seperti ini sudah sangat banyak dan baik sekali”, kata mereka.
Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu melanjutkan:
Lalu aku pulang menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan sedih. Beliau bertanya, “Wahai Rabi’ah kenapa kamu bersedih?”
Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tak pernah melihat kaum yang lebih mulia dari mereka. Mereka rela dengan apa yang kuberikan dan berlaku sangat baik. Kata mereka, ini sangat banyak dan bagus. Hanya sayang, aku tak punya sesuatu yang bisa kugunakan untuk mengadakan walimah. Beliau bersabda, “Wahai Buraidah, tolong kumpulkan kambing untuknya”.
Lalu mereka mengumpulkan kambing yang banyak dan gemuk. Setelah itu, Rasulullah berkata padaku “Pergilah dan temuilah Aisyah dan katakan padanya agar dia mengirim beberapa keranjang berisi makanan”. Aku pun menemuinya dan kukatakan padanya segala yang Rasulullah perintahkan padaku.
Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Ini keranjang berisi sembilan sha’ gandum. Demi Allah, jika besok ada makanan lain, ambillah.” Kuambil makanan itu dan kubawa menuju Nabi ﷺ. Ku-kabarkan pada beliau apa yang dikatakan Aisyah. Lalu beliau bersabda, “Bawalah barang-barang ini ke sana, dan katakan pada mereka agar mereka gunakan untuk membuat roti”. Aku berangkat ke sana. Membawa kambing dan berangkat bersama beberapa orang dari Aslam.
Seorang dari Aslam berkata, “Tolong besok barang-barang ini telah diolah menjadi roti”. Bersama beberapa orang Aslam, kutemui mereka dan kubawakan kambing. Salah seorang dari Aslam mengatakan “Tolong besok gandum ini diolah menjadi roti, dan kambing ini telah dimasak”.
Mereka menjawab, “Untuk membuat roti, cukuplah kami saja. Tapi untuk menyembelih kambing, kalianlah yang mengerjakannya”. Segera kami ambil kambing yang ada. Kami semebelih, lalu kami bersihkan. Kemudian memasaknya. Akhirnya tersedialah daging dan roti. Aku mengadakan walimah dengan mengundang Rasulullah ﷺ. Beliau pu memenuhi undanganku.
***
Dari kisah shahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ini, ada hikmah penting yang dapat kita ambil. Di antaranya:
1. Perhatian dan kasih sayang Rasulullah kepada para sahabatnya. Terlebih mereka yang miskin. Inilah sifat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang Allah Ta'ala puji dalam Al-Qur'an.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS:At-Taubah : 128).
2. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memiliki tanggung jawab terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.
3. Rasulullah pandai membaca kondisi. Beliau tahu apa yang terbaik dan yang dibutuhkan oleh orang lain.
4. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tahu hal apa yang terbaik bagi dunia dan akhirat sahabatnya. Demikian juga untuk umatnya. Sehingga ketika kita tahu Nabi SAW memerintahkan kita pada suatu perkara, yakinlah! hal itu yang terbaik untuk kita. Walaupun kadang bertentangan dengan keinginan dan nafsu kita.
5. Perhatikanlah bagaimana respon orang-orang yang beriman terhadap perintah Rasulullah. Keluarga perempuan yang ditemui Rabi’ah begitu cepat menerima perintah Rasulullah tanpa menanyakan apapun. Syaikh Muhammad bin Nashir as-Suhaibani hafizhahullah mengatakan, “Mereka disebut lambat menunaikan perintah Nabi karena rumah mereka yang jauh dari Nabi. Atau mereka jarang bertemu Nabi.”
6. Rasa persaudaraan di antara para sahabat begitu luar biasa. Persaudaraan yang bukan hanya sekadar pengakuan. Tapi mereka membuktikannya dengan saling tolong-menolong. Mereka mengumpulkan mahar dan mempersiapkan logistik untuk resepsi pernikahan Rabi’ah. Inilah gambaran masyarakat Madinah kala itu.
7, Rasulullah mengenal dengan baik pribadi Rabi’ah. Dan beliau juga mengetahui pribadi perempuan itu. Sehingga keduanya beliau anggap cocok. Sehingga pernikahan itu maslahat untuk keduanya.
8. Rabi’ah menunda nikah karena ‘asyik’ dengan kegiatannya saat itu. Ia tidak mau ada hal yang menyibukkannya sehingga mengganggu ibadahnya. Yakni melayani Rasulullah Shallallahu alihi wa sallam.
9. Jika Anda benar-benar memahami hakikat menikah, tanggung jawab dan konsekuensinya, maka menikah adalah solusi.
Waallahu A’lam.
Sumber : Musnad Imam Ahmad dan Library Islamweb
(wid)
Widaningsih
No comments:
Post a Comment