Krisis Politik: Para Sahabat Nabi Kirim Putra Mereka untuk Lindungi Khalifah Utsman
KRISIS politik yang mengguncangkan pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan r.a . di Madinah prosesnya di mulai dari Mesir . Dalam bukunya 'Aisyah was Siyasah, Said Al-Afghani, sejarawan Islam terkemuka, menuturkan proses terjadinya pemberontakan tersebut sebagai berikut:
Abdullah bin Abi Sarah, yang dalam periode kekhalifahan Utsman menjadi Gubernur atau Kepala Daerah Mesir dengan kekuasaan penuh, banyak rnelakukan tindakan yang menimbulkan rasa tidak puas dan jengkel di kalangan penduduk. Keluhan penduduk Mesir itu mendapat tanggapan baik dari Khalifah Utsman. Tetapi Khalifah sendiri tidak dapat bertindak tegas.
Bahkan orang-orang Mesir yang mengadu kepada Khalifah , sekembalinya dari Madinah dibunuh oleh Abdullah bin Abi Sarah.
Peristiwa semacam itu mengugah kemarahan rakyat yang semakin memuncak. Hampir 700 orang bersenjata meninggalkan Mesir. Mereka menuju Madinah untuk menghadap Khalifah. Khalifah didesak supaya bertindak terhadap Abdullah bin Abi Sarah dan memecatnya dari kedudukan sebagai Kepala Daerah.
Semua sahabat Rasulullah s.a.w ., termasuk Ali bin Abi Thalib r.a. dan Sitti 'Aisyah r.a. turut mendesak Khalifah Utsman agar memenuhi tuntutan rakyat Mesir. Bagaimana pun juga alasannya tindakan Abdullah bin Abi Sarah itu bertentangan dengan hukum Islam dan tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Khalifah.
Khalifah Utsman menyatakan persetujuannya dan akan bertindak memecat Abdullah bin Abi Sarah.
Sejalan dengan pengangkatan Kepala Daerah baru (yang berangkat langsung dari Madinah ke Mesir), berangkat juga kurir khusus membawa surat rahasia untuk diserahkan kepada Abdullah bin Abi Sarah. Dalam surat rahasia itu terdapat tanda-tangan Khalifah Utsman yang isinya memerintahkan Abdullah bin Abi Sarah supaya segera membunuh Kepala Daerah baru setibanya di Mesir.
Kepala Daerah baru itu ialah Muhammad bin Abu Bakar Ash-shiddiq . Celakanya, kurir yang membawa surat rahasia itu dipergoki di tengah jalan oleh iring-iringan Kepala Daerah yang baru diangkat dan yang akan melakukan timbang terima jabatan dari Kepala Daerah yang lama.
Terbongkarlah permainan politik yang sangat curang dan kotor itu. Kemarahan rakyat Mesir tambah meningkat dan mendidih. Penduduk Mesir menuding bahwa Marwan Al-Hakam-lah biang keladi permainan politik yang sangat berbahaya itu.
Mereka menuntut agar Khalifah Utsman menyerahkan Marwan kepada mereka atau menyingkirkan Marwan dari kekuasaan. Tetapi Khalifah bertahan.
Banyak yang memberi nasehat kepada Khalifah supaya Marwan dikeluarkan saja dari pemerintahan. Nasehat para sahabat ini tidak dapat mengubah pendirian Khalifah yang tetap mempertahankan Marwan. Ia mengakui, bahwa Marwan memang membikin kesalahan, tetapi tidak usah diambil tindakan sejauh itu. Inilah yang mendorong timbulnya krisis politik yang dengan hebat melanda kota Madinah.
Sikap Khalifah Utsman itu seolah-olah katup-lemah dari suasana tertekan yang siap meledak. Dan benarlah, rasa tidak puas rakyat terhadap kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan r.a. akhirnya menggelegar dalam bentuk pemberontakan.
Peristiwa penggantian Kepala Daerah Mesir sebenarnya hanya merupakan sinyal saja bagai pecahnya pemberontakan terhadap Khalifah Utsman. Api dalam sekam sudah lama membara, menunggu hembusan angin yang bertiup dari kantong seorang kurir yang membawa surat rahasia ke Mesir.
Sebanyak 700 orang dari Mesir, berhasil memperoleh dukungan dari sebagian besar penduduk Madinah. Dengan senjata di tangan masing-masing, mereka berbondong-bondong menuju tempat kediaman Khalifah dan dengan ketat mengepungnya. Tindakan pengepungan ini pada mulanya dimaksud untuk menekan Khalifah supaya cepat-cepat mengambil langkah yang tegas terhadap orang-orang kepercayaannya, yang selalu menjadi biang keladi timbulnya keresahan dalam masyarakat.
Pengepungan total dan ketat itu ternyata menimbulkan akibat yang dari hari ke hari makin buruk bagi kehidupan keluarga Khalifah. Yang paling cepat terasa ialah kekurangan air minum.
Buku "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a." karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan, pada suatu hari dalam suasana kepungan rakyat itu masih berlangsung dan tambah keras, Khalifah Utsman dari anjungan berteriak kepada kerumunan orang yang sedang gaduh dan hiruk pikuk: "Adakah Ali di antara kalian?"
"Tidak!" dijawab dengan singkat dan dengan nada kesal oleh kerumunan orang yang berada di bawah anjungan.
"Apakah ada di antara kalian yang mau menyampaikan kepada Ali supaya kami bisa mendapat air minum?" teriak Khalifah Utsman pula.
Teriakan Khalifah Utsman itu bermaksud hendak memberitahu kepada rakyat yang memberontak, bahwa persediaan air minum bagi keluarganya. sudah habis.
Teriakan terakhir dari Khalifah ini tidak disahuti sama sekali. Setelah Ali bin Abi Thalib r.a. diberi tahu oleh seseorang, bahwa Khalifah dan keluarganya sangat membutuhkan air, tanpa ragu-ragu ia memerintahkan supaya kepada keluarga Khalifah yang sedang terkepung itu dikirim air 3 qirbah (kantong wadah air terbuat dari kulit kambing atau unta).
Guna melaksanakan perintah itu, putera-putera Ali r.a. sendiri, yaitu Al-Hasan dan Al-Husein membawa air ke rumah Khalifah. Berkat kewibawaan Ali, tidak ada orang yang berani menghalang-halangi pengiriman air itu.
Suasana yang tegang itu memang sangat menyulitkan kedudukan Ali. Di satu fihak ia menghormati Khalifah Utsman r.a. sebagai pemimpin ummat yang telah dibai'at secara sah.
Khalifah Utsman adalah sahabat karibnya dan kawan seperjuangan dalam menegakkan Islam, dalam waktu yang panjang mereka terikat oleh tali persaudaraan, karena masing-masing pernah menjadi menantu Rasulullah s.a.w. Tetapi di pihak lain, Khalifah yang telah lanjut usia itu tidak berdaya mengendalikan pembantu-pembantunya. Bahkan kepada pembantu-pembantunya ia memberikan kepercayaan penuh.
Berpihak kepada Khalifah berarti membela Marwan dan kawan-kawannya yang terang dibenci oleh kaum muslimin. Berpihak kepada kaum muslimin yang memberontak, berarti melawan Khalifah yang sah. Usahanya untuk menyadarkan Khalifah tentang gawatnya akibat perbuatan pembantu-pembantunya, tidak pernah berhasil.
Khalifah Utsman memang terkenal sejak dulu sebagai orang yang keras dalam berpegang pada pendiriannya.
Pertentangan batin benar-benar bergolak dalam hati Ali bin Abi Thalib. Ia merasa wajib menyelamatkan keadaan dari bencana fitnah, tetapi apa daya jika pihak yang bersangkutan sendiri tidak menghiraukan nasehat-nasehat. Bahkan dalam keadaan yang sangat kritis itu Khalifah Utsman lebih dekat kepada pembantu-pembantunya. Sementara itu kaum pemberontak makin hari makin hilang kesabarannya.
Blokade terhadap rumah kediaman Khalifah tidak berhasil mengubah pendirian pemimpin yang sudah lanjut usia itu. Para sahabat Rasulullah s.a.w. yang lain, seperti Thalhah bin Ubaidillah , Zubair bin Al-'Awwam dan Sa'ad bin Abi Waqqash , posisi mereka hampir sama dengan posisi Ali. Nasehat-nasehat mereka sudah tidak mempan bagi Khalifah. Padahal tuntutan kaum muslimin yang berontak benar-benar adil dan masuk akal.
Setelah pengepungan makin hari makin berlarut dan Khalifah juga tidak bersedia memenuhi tuntutan kaum pemberontak, akhirnya kaum pemberontak mengambil jalan pintas. Mereka merencanakan pembunuhan diam-diam terhadap Khalifah Utsman r.a.
Rencana kaum pemberontak ini cepat tercium oleh Ali bin Abu Thalin r.a. Ia segera memerintahkan dua orang puteranya, guna melindungi keselamatan Khalifah:
"Berangkatlah kalian ke rumah Utsman. Bawa pedang dan berjaga-jagalah di ambang pintu rumahnya. Jaga, jangan sampai terjadi suatu bencana menimpa Utsman!"
Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib r.a. diikuti oleh para sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yang lain. Thalhah dan Zubair juga memerintahkan puteranya masing-masing untuk bersama-sama Al-Hasan r.a. dan Al-Husein r.a. melindungi Khalifah Utsman r.a.
Langkah-langkah pencegahan yang diambil oleh Ali bin Abi Thalib r.a. itu ditulis. oleh Said Al-Afghaniy dalam bukunya Aisyah was Siyasah. Bahkan kata penulis ini, ketika kaum pemberontak makin gusar dan menghujani rumah Khalifah dengan anak panah, beberapa putera sahabat Rasulullah s.a.w. yang berjaga-jaga itu ada yang terluka, antara lain Al-Hasan bin Ali dan Muhammad bin Thalhah.
Terlukanya putera-putera para tokoh Islam itu menimbulkan kekhawatiran kaum pemberontak, yang nampaknya di pimpin oleh Muhammad bin Abu Bakar Ash shiddiq.
"Kalau orang-orang Bani Hasyim datang," kata Muhammad bin Abu Bakar , "dan melihat darah mengalir dari tubuh Al-Hasan dan Al-Husein, mereka pasti akan bertindak terhadap kita. Rencana kita akhirnya akan gagal."
Berdasarkan jalan pikiran yang demikian, diusulkan kepada teman-temannya agar Khalifah Utsman dibunuh saja secara diam-diam. (Bersambung)
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment