Masjid Merah Panjunan, Jejak Ulama Baghdad di Cirebon
Masjid ini merupakan warisan dari dakwah yang dilakukan ulama asal Baghdad, Syekh Syarif Abdurrahman, di daerah Cirebon, Jawa Barat. Berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001, kompleks tersebut telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya.
Masjid itu dikatakan merah sebab memang demikianlah warna dominannya. Lokasinya berada di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat. Pendirian Masjid Merah Panjunan bermula dari aktivitas dakwah Syekh Syarif Abdurrahman. Dia tak hanya piawai berdakwah, tetapi juga terjun dalam aktivitas perniagaan. Dia bekerja sebagai seorang anjun, yakni pembuat gerabah dari tanah liat. Pertemuan dengan Pangeran Cakrabuana dari Kerajaan Cirebon membuat Syekh Syarif kian aktif dalam menyebarkan Islam di wilayah Panjunan. Penduduk setempat pun menerimanya dengan hangat. Bahkan, hingga kini, terdapat kampung Arab di sana sebagai salah satu bukti akulturasi yang berhasil antara kaum peranakan Arab dan warga lokal.
Pada 1480 Syekh Syarif memulai pendirian mushala sebagai pusat dakwah di Panjunan. Masyarakat umumnya banyak membantu pembangunan tempat ibadah itu. Seiring waktu, bentuk bangunan tersebut kian berkembang, sehingga menjadi sebuah masjid besar, Masjid Merah Panjunan. Masjid Merah Panjunan dijadikan pusat dakwah ulama Baghdad di Cirebon
Meskipun berukuran kecil, Masjid Merah Panjunan tampak indah. Corak arsitekturnya begitu anggun dan khas. Di sana-sini, tampak representasi akulturasi budaya Jawa. Bahkan, ciri-ciri ornamen Hindu-Buddha juga terlihat, terutama pada bagian muka masjid itu. Walaupun mengalami beberapa perombakan, bangunan asli masjid yang juga cagar budaya ini masih tetap terjaga sampai sekarang.
Gerbang Masjid Merah Panjunan menyerupai pura. Bangunan utama dikelilingi pagar tembok berwarna merah bata yang dihiasi ornamen bunga matahari. Sementara itu, ornamen memolo menghiasi bagi an atap masjid. Bentuknya menyerupai mahkota raja-raja Jawa.
Di sisi kiri masjid ini, terdapat bentuk bagian yang diyakini sebagai patilasan. Ada pun sisi kanannya menjadi lokasi tempat wudhu. Deras air tak berhenti mengalir dari sumur tua yang sudah ada sejak berdirinya kompleks peribadahan ini. Masjid Merah Panjunan dijadikan pusat dakwah ulama Baghdad di Cirebon
Masjid Merah Panjunan memiliki beberapa pintu berukuran kecil. Untuk memasuki pintu tersebut, para pengunjung mesti menunduk. Hal ini mengandung makna, seorang manusia harus tunduk di hadapan Allah SWT, apa pun posisi dan jabatan mereka di dunia.
Di dalam masjid ini terdapat mihrab berupa tembok putih. Keindahan keramik Cina dan Eropa tampak pada mihrab ter sebut. Nuansa Tiongkok tampak dari seba gian be sar keramik yang bermotif Qilin, naga, dan burung hong atau feniks (phoenix). Hewan tersebut adalah makhluk mitologi Cina.
Ada pula keramik yang dihiasi gam bargambar bunga dan pemandangan negeri Tiongkok. Keramik tersebut diketahui sebagai hadiah dari Ong Tien, seorang putri Cina yang kemudian diperistr Sunan Gunung Jati. Masjid ini memang dikenal sebagai tempat pertemuan para wali sanga.
Beberapa keramik lainnya menggambarkan cerita pertemuan antara orang Eropa dan bangsawan Cina. Ada pula ke ramik bernuansa biru yang mengambarkan pemandang an di benua tersebut. Benda-benda tersebut menunjukkan ke anekaragaman kehidupan budaya di Cirebon pada masa itu.
Di balik mihrab terdapat sebuah ruangan tertutup. Ruangan ini hanya dibuka pada saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dengan izin pihak Keraton Cirebon. Ruangan kosong tersebut memiliki pilar-pilar kayu dan dinding berhiaskan kera mik.
Kain putih menutupinya agar pilar-pilar itu tidak kotor. Konon, ruangan itu dulunya adalah tempat pertemuan para wali sanga saat mengun jungi istana Pangeran Panjunan.
Selain bersilaturahim, mereka juga menyemarakkan ibadah di Masjid Merah Panjunan. Sunan Gunung Jati tiap Jumat berkhutbah di sana. Dia ikut merumuskan strategi dalam menyebarkan dakwah Islam khususnya di daerah Cirebon.
No comments:
Post a Comment