Nasib Sahabat Nabi yang Menolak Membaiat Ali sebagai Khalifah

Begini Nasib Sahabat Nabi yang Menolak Membaiat Ali sebagai Khalifah
Ilustrasi/Ist
BEGITU dipilih menjadi khalifah pengganti Utsman bin Affan , sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW membaiat Ali bin Abi Thalib . Tata cara pembai'atan dilakukan menurut prosedur sebagaimana yang lazim berlaku atas diri Khalifah-khalifah sebelumnya.

Sesuai dengan tradisi pada masa itu, sesaat setelah dibai'at Amirul Mukminin bin Abi Thalib menyampaikan amanatnya yang pertama. Antara lain mengatakan:

"Sebenarnya aku ini adalah seorang yang sama saja seperti kalian. Tidak ada perbedaan dengan kalian dalam masalah hak dan kewajiban. Hendaknya kalian menyadari, bahwa ujian telah datang dari Allah SWT. Berbagai cobaan dan fitnah telah datang mendekati kita seperti datangnya malam yang gelap-gulita. Tidak ada seorang pun yang sanggup mengelak dan menahan datangnya cobaan dan fitnah itu, kecuali mereka yang sabar dan berpandangan jauh.

Semoga Allah memberikan bantuan dan perlindungan.

"Hati-hatilah kalian sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada kalian, dan berhentilah pada apa yang menjadi larangan-Nya. Dalam hal itu janganlah kalian bertindak tergesa-gesa, sebelum kalian menerima penjelasan yang akan kuberikan.

"Ketahuilah bahwa Allah Ta'ala di atas 'Arsy-Nya Maha Mengetahui, bahwa sebenarnya aku ini tidak merasa senang dengan kedudukan yang kalian berikan kepadaku. Sebab aku pernah mendengar sendiri Rasulullah SAW berkata: "Setiap waliy (penguasa atau pimpinan) sesudahku, yang diserahi pimpinan atas kaum muslimin, pada hari kiamat kelak akan diberdirikan pada ujung jembatan dan para Malaikat akan membawa lembaran riwayat hidupnya. Jika wali itu seorang yang adil, Allah akan menyelamatkannya karena keadilannya.

Jika wali itu seorang yang zalim , jembatan itu akan goncang, lemah dan kemudian lenyaplah kekuatannya. Akhirnya orang itu akan jatuh ke dalam api neraka…"

Demikianlah penuturan Abu Mihnaf, sebagaimana tercantum dalam Syarh Nahjil Balaghah yang uraian riwayatnya tidak berbeda jauh dari versi sejarah yang ditulis oleh beberapa penulis lain. 

Menolak
Lebih jauh Abu Mihnaf mengatakan, bahwa orang-orang yang tidak ikut serta menyatakan bai'at, diminta oleh Ali bin Abi Thalib supaya menemuinya secara langsung pada lain kesempatan.

Pada suatu hari ketika Abdullah bin Umar diminta pernyataan bai'atnya, ia menolak. Ia baru bersedia membai'at Ali r.a., kalau semua orang sudah menyatakan bai'atnya. Melihat sikap Abdullah yang sedemikian itu, Al Asytar, seorang sahabat setia Ali r.a. dan terkenal sebagai pahlawan perang, tidak dapat menahan kemarahannya. Kepada Imam Ali r.a., Al-Asytar berkata: "Ya Amiral Mukminin, pedangku sudah lama menganggur. Biar kupenggal saja lehernya!"

"Aku tidak ingin ia menyatakan bai'at secara terpaksa," ujar Ali bin Abi Thalib r.a. dengan tenang menanggapi ucapan Al-Asytar. "Biarkanlah!"

Setelah Abdullah, datanglah Sa'ad bin Abi Waqqash atas panggilan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ketika diminta pernyataan bai'atnya, ia menjawab supaya dirinya jangan diganggu dulu. "Kalau sudah tidak ada orang lain kecuali aku sendiri, barulah aku akan membai'at anda."

Mendengar keterangan Sa'ad itu, Imam Ali r.a. berkata kepada seorang sahabatnya: "Sa'ad bin Abi Waqqash memang tidak berdusta. Biarkan saja dia!" Imam Ali r.a. kemudian memperbolehkan Sa'ad meninggalkan tempat.

Waktu tiba giliran Usamah bin Zaid , ia mengatakan: "Aku ini kan maula anda. Aku sama sekali tidak mempunyai persoalan atau niat hendak menentang anda. Pada saat semua orang sudah menjadi tenang kembali aku pasti akan menyatakan bai'at kepada anda."

Usamah lalu diperbolehkan meninggalkan tempat. Tampaknya Usamah bin Zaid merupakan orang terakhir yang dipanggil untuk menyatakan bai'at. Sebab, setelah itu tidak ada orang lain lagi yang dipanggil untuk diminta bai'atnya.

Buku "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a." karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan delapan hari sepeninggal Khalifah Utsman bin Affan r.a., kini kaum muslimin telah mempunyai Khalifah baru. Menurut catatan sejarah, jangka waktu 8 hari itu merupakan waktu terpanjang dalam usaha penetapan seorang Khalifah. Satu keadaan yang cukup menggambarkan betapa resahnya pikiran kaum muslimin pada saat itu. Delapan hari lamanya kaum muslimin hidup tanpa pimpinan.

(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: