Putra Abu Bakar Ash-Shiddiq Terlibat Pembunuhan Khalifah Utsman?
PROPSES terjadinya pembunuhan atas diri Khalifah Utsman bin Affan r.a. ternyata banyak diteliti oleh para sejarawan, terutama para penulis sejarah Islam. Ada beberapa versi yang muncul mengenai siapa sebenarnya yang membunuh Khalifah Utsman r.a.
Buku "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a." karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan Said Al-Afghaniy, yang bukunya dianggap otentik oleh para sejarawan menunjuk bahwa Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiqlah yang merencanakan pembunuhan itu, tetapi yang melaksanakan rencana dua orang temannya.
Menurut Said Al-Afghaniy, Muhammad bin Abu Bakar bersama dua orang temannya memanjat dinding belakang kamar Khalifah. Ketika itu Khalifah sedang membaca Al-Qur'an dan hanya ditemani oleh isterinya yang bernama Na'ilah. Setelah berhasil memasuki kamar Khalifah, Muhammad langsung menyerbu Khalifah. Lalu janggutnya yang sudah memutih dipegangnya keras-keras.
Khalifah dengan nada sedih berkata: "Lepaskan janggutku, hai putra saudaraku! Jika ayahmu melihat perbuatan yang kau lakukan ini… aah, alangkah kecewanya dia!"
Hati Muhammad bin Abu Bakar justru terharu, cair dan luluh. Tanpa disadari, tangan yang sedang memegang erat janggut memutih itu mengendor perlahan-lahan dan lepaslah. Tetapi malang, dua orang teman Muhammad yang turut masuk menyerbu tidak dapat menguasai hatinya masing-masing. Tombak pendek yang mereka pegang segera dihunjamkan ke lambung Khalifah Utsman. Seketika itu juga Khalifah gugur.
Na'ilah yang menyaksikan adegan itu melolong dan menjerit-jerit histeris bersamaan dengan melesatnya tiga orang pemuda itu lari melompat jendela. Na'ilah terus menerus menjerit: "Amirul Mukminin terbunuh! Amirul Mukminin terbunuh!"
Dalam versi yang sama, tetapi dengan pendekatan yang sedikit berbeda, buku yang berjudul Al-Iqdul Farid, juga mengungkapkan proses pembunuhan atas diri Khalifah Utsman r.a.
Segera setelah mendengar berita tentang terbunuhnya Khalifah, Ali bin Abi Thalib ra termasuk orang pertama yang menuju ke kamar maut. Duka hatinya yang mendalam terpancar terang sekali pada wajahnya ketika menyaksikan sahabatnya gugur secara menyedihkan. Tetapi wajah sendu itu kemudian berubah merah padam waktu ia menoleh kepada dua orang puteranya. "Bagaimana ia bisa terbunuh? Bukankah kalian berdua sudah kuperintahkan supaya berjaga-jaga di depan pintu rumahnya?" bentak Ali kepada dua orang puteranya.
Tampaknya kemarahan Ali r.a. demikian hebatnya, sampai kedua orang putranya itu dipukulnya sendiri. Kemudian kepada Na'ilah, janda Khalifah Utsman r.a. yang sedang dirundung malang ia bertanya tentang siapa sebenarnya yang membunuh Khalifah.
"Aku tak tahu," jawab Na'ilah. "Yang kulihat ada dua orang tak kukenal masuk bersama Muhammad bin Abu Bakar…" ujarnya sambil menangis. Lalu diceritakan oleh Na'ilah apa yang telah dilakukan oleh Muhammad bin Abu Bakar.
Ketika Ali r.a. mengecek keterangan Na'ilah kepada Muhammad bin Abu Bakar, putra Khalifah pertama itu hanya mengatakan: "Wanita itu tidak berdusta. Aku memang masuk ke kamar itu dengan rencana hendak membunuh Utsman. Tetapi pada saat ia mengingatkan aku tentang ayahku, aku sadar kembali dan bertobat."
Dengan nada sungguh-sungguh dan penuh penyesalan, putra Khalifah Abu Bakar r.a itu kemudian melanjutkan kata-katanya: "Demi Allah, aku tidak membunuhnya!"
Menanggapi keterangan Muhammad bin Abu Bakar itu, Na'ilah pada lain kesempatan berkata kepada Ali r.a.: "Bahwa apa yang dikatakan oleh Muhammad itu benar. Tetapi dialah yang membawa masuk dua orang pembunuh itu."
Agak berbeda dengan dua riwayat tersebut di atas, versi lain lagi yang ditulis oleh sejarawan terkemuka juga, At-Thabariy, dalam bukunya Tarikh, jilid III, mengatakan, seorang demi seorang memasuki kamar Khalifah yang sedang membaca Al-Qur'an. Tapi orang-orang itu mundur kembali karena ragu-ragu hendak membunuh Khalifah yang sudah lanjut usia.
Kemudian masuklah Qutairah dan Saudan bin Hamran bersama seorang lagi yang dipanggil dengan nama Al-Gafhiqiy. Dengan sebatang besi yang dibawanya, Al-Gafhiqiy menghantam Khalifah Utsman. Qur'an yang sedang dibaca oleh Khalifah ditendang sampai jatuh di depan orangtua itu, kemudian memerah dibasahi cucuran darah yang mengalir dari luka-luka Khalifah.
Saudan segera maju untuk menebas leher Khalifah, tetapi isterinya yang menyaksikan kejadian itu cepat-cepat bergerak maju untuk menahan pedang yang sedang diayun, sehingga putuslah jari-jarinya.
Habis melakukan pembunuhan kejam itu, tidak lupa mereka merampas benda-benda berharga yang ada dalam ruangan. Bahkan mereka mencoba melucuti perhiasan yang sedang dipakai oleh anak-anak dan isteri Khalifah Utsman. Tetapi ketika mereka mendengar pekik dan jerit para wanita, mereka buru-buru lari keluar. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 18 bulan Dzulhijjah, tahun 35 Hijriyah, yaitu waktu Khalifah Utsman genap berusia 82 tahun.
Terbunuhnya Khalifah ketiga ini merupakan alamat buruk yang menandai akan terjadinya krisis baru yang lebih hebat lagi di kalangan ummat Islam masa itu.
Al Hamid Al Husaini menulis, bagi Imam Ali r.a. sendiri, peristiwa itu menempatkan dirinya pada kedudukan yang serba sulit. Sebab terbunuhnya Khalifah berarti terjadinya kekosongan pimpinan yang serius dan tak mudah diatasi. Sedang wilayah Islam sudah sedemikian luasnya membentang dari barat sampai ke timur.
Tokoh-tokoh seperti Abu Sufyan bin Harb, Muawiyah bin Abi Sufyan, Marwan bin Al-Hakam, Abdullah bin Abi Sarah dan lain-lain, itulah pada hakekatnya yang menggali liang kubur bagi Khalifah Utsman r.a. Mereka itulah sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas terjadinya malapetaka yang menimpa diri Khalifah itu. Tetapi rasa tanggung jawab itu tidak ada pada mereka. Malahan setelah pemberontakan terjadi dan Khalifah mati terbunuh, mereka cepat-cepat membersihkan diri dan cuci tangan, serta menjadikan Imam Ali r.a. sebagai kambing hitam. (Bersambung)
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment