Syaikh Abdul Qadir Memaknai Kembali dari Jihad Kecil, Menuju Jihad Besar
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memaknai sabda Nabi Muhammad SAW: “Kita telah kembali dari jihad kecil, dan menuju jihad besar” dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib .
Menurutnya, bila kau bertanya melawan dan berhasil mengatasi diri, maka Allah membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu pemuasan keinginan, baik yang diharamkan maupun yang dihalalkan, hingga kau berupaya lagi mengatasi diri, sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya kembali".
Nah, inilah makna sabda Nabi SAW “Kita telah kembali dari jihad kecil , dan menuju jihad besar.”
Ia berkata bahwa kembali berupaya mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan inilah makna firman Allah: “Mengabdilah kepada Tuhanmu, hingga kepastian (kematian) datang kepadamu.” (QS.15:99)
Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Menurut Syaikh Abdul Qadir, hal ini bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak oleh diri yang menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian).
Bila ditanya: “Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia tak punya kedirian?”
Allah berfirman: “Ia tak berbicara dengan kehendaknya sendiri, tapi dengan wahyu.” (QS.53:84)
Ia mengalamatkan kepada nabi-Nya kata-kata ini, untuk mengukuhkan hal ini, dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari Kiamat. Dia menganugerahi nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak merugikannya, tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri.
Inilah pembeda antara dia dan pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh dalam upaya spiritual, hingga datang kematian, dan menemui Tuhannya, dengan pedang terhunus berlumuran darah kedirian, maka Ia memberinya Surga yang dijaminkan-Nya baginya, dengan firman-Nya:
“Bagi yang takwa kepada Tuhannya, dan mencegah diri dari hawa nafsunya, maka Surgalah tempat tinggalnya.” (QS.79:41)
Nah, bila Dia telah memasukkannya ke dalam surga , maka Ia menjadikan surga itu tempat tinggal, tempat beristirahat dan tempat kembalinya, yang membuatnya aman dari pemalingan kepada duniawi; dan Ia senantiasa melimpahkan baginya, dari hari ke hari dan dari jam ke jam, rezeki dan akan mengaruniainya segala macam busana dan hiasan yang abadi, sebagaimana Ia memperbarui, di dalam dunia ini setiap hari setiap jam dan setiap detik, perjuangan melawan kedirian.
Sedang orang kafir , orang munafik dan pendosa, bila mereka telah berhenti berjuang melawan kedirian mereka di dunia ini, kemudian mengikuti, bersekutu dengan setan dan berbaur dengan aneka macam kekafiran, kemusyrikan dan hal-hal seperti itu sampai kematian datang kepada mereka, sebelum mereka menjalankan Islam dan bertobat, maka Allah memasukkan mereka ke dalam neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:
“Peliharalah dirimu dari neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS.2:24)
Setelah Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya tempat kembali dan tempat berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan daging mereka, dan Ia mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru, sesuai dengan firman-Nya:
“Setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit mereka dengan kulit yang lain.” (QS.4:56)
Ia, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, senantiasa memperlakukan mereka demikian, disebabkan oleh penyekutuan mereka dengan kedirian mereka sendiri, di dunia ini, dalam berbuat dosa.
Penghuni-penghuni neraka senantiasa berganti kulit dan daging, agar mereka tersiksa dan kesakitan. Sedang penghuni surga senantiasa dilimpahi rezeki, agar mereka senantiasa bersyukur. Hal ini dikarenakan perjuangan mereka melawan kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah dalam kehidupan di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw: “Dunia ini adalah tanah garapan bagi akhirat.”
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment