Syarat Melakukan Zikir Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
Ulama besar fiqih kelahiran Persia Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (470-561 H) dikenal sebagai waliyullah yang memiliki kedalaman ilmu. Dalam saalah satu kitabnya, beliau menjelaskan tentang hakikat zikir.
Sebagaimana diketahui zikir atau dzikrullah adalah wujud penghambaan seseorang kepada Zat Yang Maha Mulia Allah 'Azza wa Jalla. Perumpamaan orang yang berzikir dan orang yang tidak berzikir, seperti orang yang hidup dan orang yang mati.
Dalam Kitab "Sirrul Asror", Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan syarat untuk melakukan zikir. Salah satu syaratnya ialah berada di dalam keadaan berwudhu, suci dari hadas.
Secara praktis, Syaikh Abdul Qadir memberi wasiat pada peringkat permulaan supaya zikir itu berkesan, ucapkanlah kuat-kuat ayat yang dijadikan zikir (kalimah tauhid) atau sifat-sifat Allah. Bila perkataan itu diucapkan, usahakan berada di dalam kesadaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati akan mendengar ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup, bukan saja hidup di dunia bahkan juga hidup abadi di akhirat.
"Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka." (QS Ad-Dukhan Ayat 56)
Nabi صلى الله عليه وسلم menceritakan bahwa keadaan orang mukmin yang mencapai yang hak melalui zikir. "Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi". Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia.
Para Nabi terus beribadah di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka. Ibadah yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri kepada Allah, bukan shalat yang lima waktu sehari. Tawadhu di dalam diri dengan diam adalah nilai utama yang menunjukkan iman sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqom (derajat) itu, orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: "Mataku tidur tetapi hatiku berjaga".
Pentingnya memperolehi makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadisnya: "Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua Malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat".
Dua Malaikat di sini menunjukkan ruh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat diceritakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم: "Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih dalam kejahilan, tetapi mereka bangkit dari kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rusak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya."
Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Sebagaimana firman Allah: "Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: "Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai menurut pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya."
Niat merupakan asas amalan. Allah berfirman: "Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (QS Asy-Syura Ayat 20)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, cara terbaik untuk meraih itu semua ialah dengan mencari guru rohani yang akan membawa hati hidup. Inilah yang akan menyelamatkan seseorang di akhirat.
Dunia itu ibarat kebun akhirat. Orang yang tidak menanam maka kelak dia tidak akan menuai. Jadi, bercocok tanamlah di dunia dengan benih yang baik niscaya ia akan meraih kebahagiaan hidup di akhirat.
Wallahu A'lam
(rhs)
Rusman H Siregar
No comments:
Post a Comment