Variolasi, Embrio Vaksinasi Ottoman Islam Inspirasi Eropa
Yakni, tulisan Dr Emanuel Timonius (wafat 1720) berjudul “Historia variolarum quae per instionem excitantur.” Timonius merupakan dokter berkebangsaan Yunani, tetapi pernah bekerja untuk rumah sakit di Istanbul. Artikel ini sempat beredar di beberapa kota di Eropa.
Bahkan, kertas ilmiah ini sampai ke lingkaran The Royal Society—lembaga tempat berkumpulnya kaum terpelajar—di London. Secara garis besar, karya Timonius itu menceritakan, bagaimana masyarakat Istanbul memanfaatkan teknik variolasi untuk mencegah cacar. Artikel itu sempat muncul di jurnal The Royal Society pada 1714. Ada pula artikel senada, yakni tulisan karya Jacob Pylarini (meninggal 1718) berjudul “Nova et tuta variolas excitandi per transplantationem methodus, Venet.” Isinya menuturkan tentang seorang perempuan Yunani dari Thessaly yang telah melakukan variolasi terhadap 40 ribu orang.
Mirip dengan Timonius, Pylarini pun adalah seorang dokter berkebangsaan Yunani yang pernah praktik di Istanbul. Karyanya juga dikirim ke jurnal The Royal Society London, dua tahun setelah artikel Timonius.
Akan tetapi, seluruh penelitian dari kedua dokter itu tidak memantik perhatian dari para ahli medis Inggris. Keadaan berubah sejak terobosan oleh Lady Mary Worthley Montagu. Perempuan itu merupakan seorang sosialita kelahiran London tahun 1689.
Dia dididik secara otodidak oleh ayahnya sendiri yang seorang bangsawan. Sejak kecil, ia piawai menulis dan memiliki keinginan belajar yang tinggi. Ia menikah dengan seorang duta besar Inggris untuk Istanbul.
Lady Montagu amat terpukul oleh kematian saudara lelakinya akibat cacar. Bahkan, dua tahun kemudian dirinya pun ikut terkena penyakit itu. Suatu hari, ia meminta dokter bedah kedutaan, Charles Maitland, untuk melakukan variolasi terhadap dirinya dan anak lelakinya. Hasilnya ternyata bagus. Putranya itu menjadi kebal.
Begitu kembali ke London, sang istri dubes itu kembali meminta dr Maitland agar melakukan variolasi ke anaknya yang berusia empat tahun. Kali ini, ia disaksikan para dokter ternama di Inggris. Setelah menyadari efektivitas variolasi, para pakar di The Royal Society pun membolehkan dr Maitland untuk membuka praktik tersebut. Tak kurang dari 200 elite setempat mencoba variolasi. Hingga tahun 1729, sudah ada 897 variolasi di Inggris. Dari jumlah itu, “hanya” 17 orang yang kemudian meninggal setelah diberikan variolasi.
Sepanjang awal abad ke-18, teknik itu terus populer di kalangan ilmuwan Eropa. Pada 1757, seorang anak lelaki usia delapan tahun divariolasi di Gloucester, kota di kawasan Inggris barat daya. Kelak, bocah itu tumbuh menjadi ilmuwan yang berhasil mengembangkan vaksin cacar secara lebih modern. Nama anak itu: Edward Jenner (1749-1823).
No comments:
Post a Comment