Ketika Aidit Menyanyi Lagu Arab

Ketua CC PKI D.N. Aidit menyanyikan lagu bahasa Arab dengan fasih. Penonton malah tertawa. Andri Setiawan header img
camera D.N. Aidit ketika berpidato pada 1955. (Wikimedia Commons).

Selasa (26 November 1963) malam, halaman kantor Pengurus Besar Front Nasional di Jalan Merdeka Selatan begitu semarak. Malam itu tengah diadakan perpisahan dengan delegasi yang hendak menyukseskan Ganefo. Beberapa tokoh kemudian menyanyikan lagu daerah maupun lagu dari negara-negara perwakilan.

Ketua CC PKI D.N. Aidit, yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua MPRS, tak mau luput dari perhatian. Ia naik panggung dan menyanyikan lagu dari daerah Sumatera Utara, “Madekdek Magambiri”. Begitu selesai, ia mengarahkan pandangan kepada Wakil Ketua DPR-GR Arudji Kartawinata.

“Pak Arudji, saya akan menyanyikan sebuah lagu bahasa Arab,” kata Aidit seperti dikutip koran HR Minggu, 1 Desember 1963.

Sontak Arudji dan para hadirin tertawa. Aidit kemudian berhasil menyanyikan lagu itu dengan ucapan dan logat Arab yang fasih. Lagu tersebut, jelas Aidit, mengajak orang untuk bekerja dan berjuang.

Kepiawaian Aidit menyanyikan lagu berbahasa Arab tak mengherankan karena latar belakangnya di kampung halaman. Aidit lahir di Belitung pada 30 Juli 1923 dengan nama Achmad dan biasa dipanggil Amat. Keluarga Aidit termasuk keluarga taat beragama yang membuatnya tak asing dengan bahasa Arab.

Dalam Aidit Sang Legenda, Murad Aidit, adik ketiga D.N. Aidit, menyebut ayahnya, Abdullah Aidit merupakan tokoh agama di Belitung. Abdullah juga turut mendirikan Madrasah Nurul Islam. Sementara, kakeknya adalah seorang haji bernama Haji Ismail.

Hari-hari Aidit muda dan empat adiknya dipadati dengan kegiatan keagamaan. Setiap magrib mereka diharuskan sholat di mushala lalu dilanjutkan dengan mengaji di rumah paman mereka, Abdurrahman, yang merupakan seorang qori handal.

“Pengajian dilakukan sampai waktu isya datang yang disambung dengan sembahyang isya bersama. Di musollah Bang Amat sering diminta untuk mengumandangkan azan karena suaranya dianggap keras dan lafadsnya jelas,” jelas Murad.

Sobron Aidit, yang bertaut usia 11 tahun dengan D.N. Aidit, mengamini ikhwal ketaatan beragama keluarganya. Dalam Aidit: Abang, Sahabat, dan Guru di Masa Pergolakan, Sobron menyebut D.N. Aidit juga khatam Al Quran.

“Semua kami khatam al-Quran. Dan kalau perayaan khatam ini, kami bagaikan raja, dihormati dan dikendurikan. Di rumah dekat-dekat pojok, penuh dengan makanan –Nasi Kuning yang dihiasi dengan kembang telur,” tulis Sobron.

Khatam Al Quran bukan semata-mata keharusan dalam menjalankan ajaran agama Islam di keluarga Aidit. Bersama kemampuan masak sendiri, cuci pakaian sendiri, sudah disunat serta bisa mencari kerja sendiri, khatam Al-Quran menjadi salah satu tiket mereka untuk bisa berangkat ke Jawa guna bersekolah.

“Dan ini Bang Amat sebagai perintisnya,” kenang Sobron.

No comments: