NWO, Untold (3)

Sebelumnya, kita akan mencoba terlebih dahulu untuk mencari tahu, minimal bisa mereka-reka dengan pengetahuan yang cukup, tentang keberadaan Biarawan Sion (Priory Sion) dan hubungannya dengan Ksatria Templar, sebuah ordo militer legendaris yang namanya mencuat dalam Perang Salib.

Banyak yang percaya jika organisasi ketentaraan modern dan juga organisasi pasukan elit dunia, sesungguhnya berasal dari ordo militer ini. Bahkan sejarah meyakini sistem perbankan konvensional yang ada sekarang ini berasal dari salah satu kegiatan ordo. Siapa yang sesungguhnya berada di belakang para Ksatria Templar?

Henry Lincoln dan kawan-kawan, ketika menyusuri berbagai perkamen dan dokumen untuk menyusun buku The Holy Blood and the Holy Grail juga masih berspekulasi tentang siapa yang sebenarnya berada di belakang ordo militer ini. Namun agar pencarian tidak berhenti, akhirnya mereka bertiga dengan berani mengambil hipotesis bahwa di belakang Ksatria Templar ada sebuah organisasi yang tak kalah misteriusnya bernama Biarawan Sion.


The Holy Blood and The Holy Grail by Michael Baigent, Richard Leigh, and  Henry Lincoln – Of Books & Bookworms

“Kami tak berhenti pada kesimpulan ini, sebaliknya kami menggunakan ini sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya,” tulis mereka.

Salah satu dokumen yang dijadikan ‘sandaran’ Henry Lincoln cs, bernama Dossiers Secrets (Dokumen Rahasia). Dokumen Rahasia ini tersimpan di Perpustakaan Nasional Perancis di Paris dengan Referensi Bibliografi nomor 4-Lml 249. Menurut dokumen ini, Ordo Sion didirikan oleh Godfroy de Bouillon pada tahun 1090, sembilan tahun sebelum dirinya memimpin penaklukan Yerusalem dari tangan kaum Muslimin yang berakhir dengan tragedi berdarah di kota suci tersebut.

Dokumen lainnya, yang diistilahkan oleh Henry Lincoln cs disebut sebagai ‘Dokumen Biara’ (The Priory Document) malah menyatakan Ordo Sion didirikan tahun 1099, bertepatan dengan jatuhnya Yerusalem ke tangan pasukan Salib. Dan menurut dokumen ini, King Baldwin I yang juga kakak lelaki dari Godfroy ‘menghutangkan tahtanya’ pada ordo tersebut. Naskah itu juga memberitahu kedudukan resmi ordo (markas induk) ada di sebuah gereja khusus bernama Abbey of Notre Dame du Mont de Sion (Gereja Biara Notre Dame di Gunung Sion) di Yerusalem, atau juga di luar Yerusalem, sebuah bukit tinggi yang terkenal di selatan kota. .

Di selatan kota Yerusalem inilah, daerah di mana berdiri ‘bukit tinggi’ Gunung Sion, pada tahun 1099, saat pasukan salib membantai seluruh penduduk Yerusalem—baik kaum Muslimin dan Yahudi—dalam penaklukkannya, mereka menemukan sebuah reruntuhan di bukit tersebut. Reruntuhan ini mengindikasikan secara kuat bahwa dahulu kala di daerah tersebut telah berdiri sebuah basilika atau Gereja Byzantium kuno yang diperkirakan sudah berdiri pada abad ke-4 dan sebab itu disebut sebagai Induk Seluruh Gereja (The Mother of All Church). Di atas reruntuhan gereja induk tersebut, Godfroi memerintahkan dibangun kembali sebuah gereja yang ternyata dipergunakan oleh golongannya sendiri. Gereja itu lebih mirip dengan menara dan benteng, yang kemudian diberi nama Abbey of Notre Dame du Mont de Sion (Gereja Biara Notre Dame di Gunung Sion). Karena kelaziman penamaan ordo disamakan dengan nama gerejanya—misal Ordo Holy Sepulchure ternyata menempati Gereja Holy Sepulchure, maka banyak sejarahwan meyakini kelompok Godfroi yang menempati Gereja Abbey of Notre Dame du Mont de Sion ini dikemudian hari disebut dengan istilah Ordo Sion dan para pendetanya dipanggil dengan sebutan Biarawan Sion (Priory of Sion).

Walau demikian, banyak pula sejarahwan yang menolak premis ini. Ada yang memaparkan bahwa gereja tersebut dihuni oleh persaudaraan anggota Ordo Agustinian yang memiliki nama ganda seperti ‘Saint-Marie du Mont Syon et du Saint-Esprit’ (Santa Maria dari Gunung Sion dan dari Santa Esprit) . Ada pula yang menyatakan bahwa gereja tersebut selama Perang Salib di Yerusalem dihuni oleh para ksatria dengan nama ‘Chevaliers do Odre de Notre Dame de Sion’ (Kavaleri Ordo Notre Dame di Sion).

Petunjuk yang mungkin lebih jelas akhirnya datang dari Gérard de Sède. Menurutnya, para biarawan Calabria yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama ‘Ursus’ yang dikaitkan dengan garis keturunan Dinasti Merovingian sebelum berangkat dari Orval, mereka memasukkan seorang lelaki yang dikenal sebagai Peter the Hermit (Peter si Pertapa). Dikatakan pula bahwa Peter si Pertapa itu diyakini sebagai pembimbing pribadi Godfroi de Bouillon.

Pada tahun 1095, bersama Paus Urban II, Peter membuat dirinya dikenal di seluruh umat Kristen karena khotbahnya yang mengobarkan Perang Salib untuk merebut kembali Tanah Suci Yerusalem dari tangan kaum Muslim. Peter adalah salah seorang penyebab diakhirinya perdamaian antara dunia Kristen dengan Islam, dengan menyerukan Perang Salib.

Setelah Yerusalem jatuh ke tangan pasukan salib di tahun 1099, sekelompok tokoh bersidang dalam konklaf rahasia yang diduga berasal dari Gereja Yohanit. Dari Guillaume de Tyre didapat keterangan bahwa seorang uskup dari Calabria mendominasi sidang itu dan sangat dihormati seluruh peserta. Pertemuan itu digelar untuk menobatkan seorang Raja Yerusalem. Konon, saat itu secara aklamasi peserta menunjuk Godfroi de Bouillon sebagai Raja Yerusalem, namun dengan sikap merendahkan hati yang dibuat-buat, Godfroi menolaknya dan memilih untuk memakai gelar “Pembela Holy Sepulchure” yang sesungguhnya lebih berkuasa dalam segala hal, walau tidak menyandang istilah Raja. Baldwin I akhirnya dinobatkan sebagai Raja Yerusalem. Ketika Godfroi meninggal dunia di tahun 1100, King Baldwin I menerima gelar tersebut dan menjadi tokoh dengan dua gelar di Kota Suci itu: King of Yerusalem dan Pembela Holy Sepulchure.

Menurut Lynn Picknett dan Olivia Prince dalam karyanya The Templar Revelation, Godfroi de Bouillon sebenarnya telah bertemu dengan para wali ‘Gereja Yohanes’ atau Kaum Yohanit yang misterius dan juga sering disebut ‘Ormus’. Hasil pertemuan rahasia tersebut, mereka sepakat untuk membentuk suatu ‘kelompok atau pemerintahan rahasia’. Biarawan Sion dan Ksatria Templar diciptakan sebagai bagian dari rencana besar Gereja Yohanes ini.

Dari berbagai temuan, The Holy Blood and the Holy Grail membuat hipotesa sementara bahwa Ordo Biara Sion merupakan ordo yang sangat berpengaruh di Yerusalem ketika itu dan bahkan memiliki kewenangan besar untuk mengangkat seorang raja. Untuk memastikannya memang sangat sulit. Yang kemudian banyak diyakini para peneliti berdasar temuan-temuan mereka adalah bahwa di kemudian hari untuk mengamankan dan mengefektifkan misinya, para Biarawan Sion ini kemudian membentuk Ordo Ksatria Kuil (Knights Templar), sebuah ordo khusus militer. Yang didirikan secara resmi 20 tahun setelah penaklukan Yerusalem. Berdasarkan informasi ini, jelas, temuan Picknett dan Prince lebih maju selangkah.

sio

Awalnya, dari literatur yang bisa dijumpai, seluruh anggota Ordo Sion ini hanya ada di Tanah Suci Palestina, di gereja luar Yerusalem. Ini setidaknya berlangsung sampai dengan saat King Louis VII (1137-1180) kembali ke Perancis dari Perang Salib di Yerusalem yang membawa serta sembilan puluh lima anggota Ordo Templar. Ordo Templar merupakan ordo militer Ordo Sion. Enampuluh dua orang dari mereka ditempatkan di sebuah biara besar Saint-Samson di Orleans.

Saat itu Ordo Sion maupun Templar telah menjadi satu ordo yang sangat kaya raya dengan menguasai banyak rumah, gedung, dan lahan-lahan yang sangat luas di Perancis, Spanyol, Itali, dan juga di Palestina.

Pada Perang Salib ketiga di tahun 1187 di mana pasukan Islam berhasil merebut Tanah Suci Yerusalem yang saat itu diperintah oleh Guy de Lusignan, Raja Yerusalem setelah King Baldwin IV wafat, dengan sendirinya seluruh anggota dan tokoh Ordo Sion juga meninggalkan Palestina. Guy Lussignan sendiri adalah salah seorang tokoh Templar. Rekannya, Reynald de Cathillon tewas ditebas batang lehernya oleh Salahuddin al-Ayyubi, pemimpin pasukan Islam, karena Reynald dikenal suka menghujat Rasulullah SAW dan pernah menghimpun pasukan Salib untuk menyerang Mekkah. (Bersambung/ Rizki Ridyasmara)

No comments: