Ali bin Abu Thalib, Ahli Fiqih Kebanggaan Rasulullah yang Tak Tertandingi

Ali bin Abu Thalib, Ahli Fiqih Kebanggaan Rasulullah yang Tak Tertandingi
Ilustrasi Ali bin Abu Thalib. Foto/Ilustrasi/Ist/mhy

“Orang yang paling lembut hatinya dan paling ramah di kalangan umatku ialah Abu Bakar ,” demikian diungkapkan oleh Rasulullah SAW . “Sedang yang paling keras membela agama ialah Umar Ibnul Khattab . Yang paling pemalu adalah Utsman bin Affan . Adapun Ali, ialah yang paling tahu tentang hukum,” lanjutnya.

Buku Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a. karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini mengungkapkan bahwa pernyataan Rasulullah SAW tersebut merupakan masnad bagi uraian Abu Ya'la, sebagaimana tercantum dalam kitab karya seorang penulis kenamaan As-Sayuthiy, yang berjudul Al Jami'us Shaghir (jilid I halaman 58). “Yang dimaksud dengan hukum bukan lain ialah hukum Islam, yaitu Fiqh,” tutur Al Hamid, tentang Ali bin Abu Thalib.

Menurutnya, ilmu fiqh merupakan salah satu cabang penting dari ilmu agama Islam. Ilmu yang bersangkut-paut dengan semua ketentuan hukum Islam itu jelas sekali berpangkal antara lain dari Ali bin Abu Thalib r.a.

Boleh dibilang semua ahli fiqh di kalangan kaum muslimin menimba dan mengambil dasar-dasar ilmu pengetahuannya masing-masing dari Fiqh Ali bin Abu Thalib. “Rekan-rekan dan para pengikut Imam Abu Hanifah, seperti Abu Yusuf, Muhammad dan sebagainya, semua berguru kepada Abu Hanifah,” jelasnya.

Seorang ahli fiqh terkemuka yang mazhabnya dianut oleh ummat Islam Indonesia, Imam Syafi'i, adalah murid Muhammad bin Al Hasan yang ilmunya berasal dari Abu Hanifah.

Tokoh pertama mazhab Hanbali, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal, adalah murid kinasih dan terkemuka dari Imam Syafi'i. llmu pengetahuan yang ditimbanya sudah tentu sama seperti ilmu yang didapat oleh Imam Syafi'i sendiri, yaitu berasal dari Imam Abu Hanifah.

Tokoh besar ilmu fiqh, Abu Hanifah, menimba ilmu pengetahuan dari Ja'far bin Muhammad Ibnul Hanafiyah. Ja'far adalah murid ayahnya sendiri, sedangkan ayahnya itu ialah murid dan putera Ali bin Abu Thalib.

Tokoh pertama mazhab Maliki, yaitu Imam Malik bin Anas, pun demikian juga. Ia menimba ilmu pengetahuan tentang fiqh dari Abdullah Ibnu Abbas. Sedangkan Abdullah Ibnu Abbas sendiri diketahui dengan pasti bukan lain adalah murid Ali bin Abu Thalib r.a. Kalau ada yang mengatakan bahwa ilmu fiqh Imam Syafi'i berasal dari Imam Malik, pangkal dan sumber pokoknya berasal juga dari Ali bin Abu Thalib.

Fakta-fakta tersebut, menurut Al Hamid Al Husaini, mengungkapkan kenyataan, bahwa 4 orang Imam Fiqh atau tokoh-tokoh pertama empat mazhab fiqh di seluruh dunia Islam sekarang ini, ilmu pengetahuan fiqhnya masing-masing berasal dari Ali bin Abu Thalib r.a. “Tentu saja tak perlu diragukan lagi, bahwa ilmu Fiqh yang ada di kalangan kaum Syi'ah pasti berasal dari Ali bin Abu Thalib,” katanya.

Seorang tokoh besar Islam lainnya, Umar Ibnul Khattab r.a., dikenal dan diakui sebagai seorang yang banyak memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Namun ia tidak lepas dari pemikiran Ali bin Abu Thalib. Hal ini diakui sendiri olehnya ketika mengatakan: "Tanpa Ali celakalah Umar!"

Bahkan Khalifah yang terkenal keras, tegas, tetapi bijaksana dan arif itu pernah juga mengucapkan "Tidak ada kesukaran (hukum) yang tak dapat dipecahkan oleh Abul Hasan (Ali bin Abu Thalib)."

Waktu melukiskan bagaimana wibawa dan wewenang Ali bin Abu Thalib dalam menetapkan fatwa hukum, Khalifah Umar r.a. juga menegaskan: "Tidak ada seorang pun di dalam masjid yang dapat memberikan fatwa hukum, bila Ali hadir."

Penguasaan, penafsiran dan penerapan hukum Islam oleh Ali dilakukan secara tepat dan diakui kebenarannya oleh Rasulullah SAW. Hal itu dibuktikan dengan diangkatnya Ali bin Abu Thalib --pada masa itu-- sebagai qadhi (hakim) di Yaman.

Ketika melepas saudara misan kesayangannya itu Rasulullah SAW sempat berdoa: "Ya Allah, bimbinglah hatinya dan mantapkanlah ucapannya."

Sebagai tanggapan terhadap harapan Rasulullah SAW itu Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: "Mulai saat ini aku tidak akan ragu-ragu lagi mengambil keputusan hukum yang menyangkut dua belah pihak."

Di antara banyak yurisprudensi, keputusan-keputusan hukum, yang dilahirkan oleh pemikiran Ali bin Abu Thalib r.a. ialah yang menyangkut kasus perkara sebagai berikut:

Kasus seorang isteri yang melahirkan anak, padahal ia baru enam bulan menikah dengan suaminya. Yaitu suatu penetapan hukum yang dilakukan oleh Ali bin Abu Thalib r.a. berdasarkan Surah Al-Ahqaf ayat 15.

Juga Ali bin Abu Thalib-lah yang menetapkan fatwa hukum Islam tentang wanita hamil karena perbuatan zina. Memecahkan masalah hukum faraidh yang pelik dan rumit, yaitu hukum tentang pembagian harta waris, Ali bin Abu Thalib r.a. sanggup melakukannya dengan cepat dan tepat.

Yurisprudensi ini lahir dari satu kasus yang terkenal dalam sejarah fiqh dengan nama "Kasus Minbariyyah". Kasus ini menarik para ahli hukum Islam maupun non Islam. Peristiwa ini terjadi ketika Ali bin Abu Thalib r.a. sedang berkhutbah di atas mimbar, tiba-tiba ada seorang bertanya tentang hukum yang berkaitan dengan pembagian waris antara dua orang anak perempuan, dua orang ayah dan seorang perempuan.

Seketika itu juga dan hanya dalam waktu beberapa detik saja, tanpa ragu-ragu Ali bin Abu Thalib r.a. menjawab: "Seperdelapan yang menjadi hak perempuan itu berubah menjadi sepersembilan!"

Dihitung secara matematik dan ditinjau dari sudut keadilan dan kebijaksanaan berdasarkan Al Qur'an, fatwa hukum Ali bin Abu Thalib r.a. tersebut mencapai record dalam memecahkan kasus pembagian harta waris yang amat pelik dan rumit.

Seorang ahli hukum faraidh sendiri, walau dengan bantuan alat kalkulator, baru dapat menemukan angka yang disebutkan oleh Ali bin Abu Thalib kalau sudah menghitung-hitung dahulu selama beberapa saat. Masalah itu memang merupakan masalah matematika yang cukup ruwet. Tetapi menurut kenyataan, fatwa Ali bin Abu Thalib r.a. yang diambil dalam waktu beberapa detik itu setelah diuji dan diteliti secermat-cermatnya berdasarkan hukum Al-Qur'an dan sunnah Rasul, terbukti benar dan tepat.

Jelaslah hanya orang yang betul-betul menguasai dasar-dasar hukum fiqh sampai sedalam-dalamnya sajalah yang dapat memberikan jawaban secepat itu!
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: