Amar bin Yasir: Penghuni Surga yang Sempat Menyangka Dirinya Murtad
TATKALA keluarga Yasir disiksa oleh kaum kafir Quraisy, Rasulullah SAW bersabda, "Sabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah Surga!"
Kata-kata itu diucapkan Rasulullah bukanlah hanya sebagai hiburan belaka, tetapi benar-benar mengakui kenyataan yang diketahuinya dan menguatkan fakta yang dilihat dan disaksikannya
Yasir bin Amir, ayah Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya ia berkenan dan merasa cocok tinggal di Makkah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.
Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath. Dari perkawinan yang penuh berkah ini, kedua suami isteri itu dikaruniai seorang putera bernama Ammar.
Keislaman mereka- termasuk dalam golongan yang mula pertama, sebagai halnya orang saleh yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan sebagai halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang mula pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy.
Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap kaum Muslimin sesuai suasana. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan.
Abu Jahal orang yang menggertaknya dengan ungkapan: "Kamu berani meninggalkan agama nenek moyangmu padahal mereka lebih baik daripadamu. Akan kami uji sampai di mana ketabahanmu. Akan kami jatuhkan kehormatanmu. Akan kami rusak perniagaanmu dan akan kami musnahkan harta bendamu!"
Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit. Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Makkah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api menyala.
Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini. Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa.
Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur. Suatu sikap yang telah menjadikannya seorang bunda kandung bagi orang-orang Mu’min di setiap zaman, dan bagi para budiman di sepanjang masa.
Rasulullah senantiasa mengunjungi tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri. Dan rupanya demikian itu sudah menjadi kehendak Allah.
Rasulullah SAW mengagumi ketabahan dan kepahlawanan keluarga ini. Hanya saja, Rasulullah tak berdaya untuk meringankan penderitaan mereka.
Pada suatu hari ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Ammar memanggilnya, katanya: "Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak".
Maka seru Rasulullah SAW: "Sabarlah, wahai Abai Yaqdhan. Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah Surga!"
Siksaan yang diami oleh Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat.
Berkata Amar bin Hakam: Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya"
Berkata pula Ammar bin Maimun: "Orang-orang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya lain memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda:
"Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim..!"
Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah dapat menekan jiwa Ammar, walau telah menekan punggung dan menguras tenaganya. la baru merasa dirinya benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk dan para penderanya menghabiskan segala daya upaya dalam melampiaskan kezaliman dan kekejamannya.
Semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.
Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-orang itu mengatakan kepadanya: "Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!" Maka Ammar mengikuti kata-kata pujaan itu, tanpa menyadari apa yang diucapkannya.
Ketika ia siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya. Maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di ruang matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tak dapat ditebus dan diampuni lagi hingga beberapa saat dirasakannya siksaan orang-orang musyrik terhadap dirinya sebagai obat pembalur luka dan suatu kenikmatan juga.
Dan seandainya ia dibiarkan dalam perasaan itu agak beberapa jam saja, tak dapat tiada tentulah akan membawa ajalnya.
Ammar dapat bertahan menanggungkan semua siksa yang ditimpakan atas tubuhnya. Namun ia menyesal telah menyerah kalah. Kini giliran dukacita dan sesal kecewa hampir saja menghabiskan tenaga dan melenyapkan nyawanya.
Tetapi iradat Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi telah memutuskan agar peristiwa yang mengharukan itu mencapai titik kesudahan yang amat luhur. Dan tangan wahyu yang penuh berkah itu pun terulurlah menjabat tangan Ammar, sambil menyampaikan ucapan selamat kepadanya: "Bangunlah hai pahlawan! Tak ada sesalan atasmu dan tak ada cacat"
Ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya sabdanya:
"Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu."
"Benar, wahai Rasulullah,” ujar Ammar sambil meratap.
Maka sabda Rasulullah sambil tersenyum: "Jika mereka memaksamu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi”.
Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini:
"Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan" (QS 16 an-Nahl: 106 )
Kembalilah Ammar diliputi oleh ketenangan dan dera yang menimpa tubuhnya: bertubi-tubi tidak terasa sakit lagi, dan apa juga yang akan terjadi, terjadilah dan ia tidak akan peduli. Jiwanya berbahagia, keimanannya di pihak yang menang! Ucapannya yang dikeluarkan secara terpaksa itu dijamin bebas oleh al-Quran, maka apa lagi yang akan dirisaukannya?
Ammar menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah, dan bertekuk lutut di hadapan tembok keimanan yang maha kukuh.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment