Di Laut, Muslim Jaya
Bumi Syam dan Mesir pernah memiliki armada laut yang hebat. Ini gambaran sepak terjangnya
ARMADA laut kaum Muslimin telah dibangun sejak masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA. Sejak saat itu, angkatan laut umat Islam terus berkembang dan mampu bersaing, bahkan kelak mampu menaklukkan armada raksasa Bizantium.
Di masa Daulah Abbasiyah, armada laut Muslim bahkan mendominasi kekuatan laut Mediterania. Kaum Muslimin berhasil menguasai Shiqiliyah (Sisilia) dan Qubrus (Siprus), keduanya merupakan pulau yang sangat strategis di wilayah itu.
Sedangkan di masa Daulah Utsmaniyah, armada laut Muslim juga disegani oleh para tentara di kawasan Eropa. Bahkan para ulama Utsmaniyah telah menulis buku-buku berkenaan dengan armada laut dan pelayaran.
Bagaimana gambaran kejayaan armada laut kaum Muslimin ketika itu?
Gelombang Jihad di Lautan
Suatu saat Rasulullah ﷺ tidur, kemudian bangun dan tertawa. Ummu Haram pun bertanya, “Apa yang membuat Anda tertawa?”
Rasulullah ﷺ menjawab:“Manusia dari umatku dinampakkan kepadaku sebagai para petempur di jalan Allah. Mereka melintasi permukaan lautan sebagai raja-raja di atas dipan-dipan atau seperti raja-raja di atas dipan-dipan (perawi ragu-ragu).”
Ummu Haram kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah, agar menjadikanku termasuk dari mereka.” Kemudian Rasulullah ﷺ berdoa untuknya. Lantas Rasulullah kembali tidur, kemudian terjaga dan kembali tertawa. Ummu Haram pun bertanya lagi, “Apa yang membuat Anda tertawa?”
Rasulullah ﷺ bersabda, “Manusia dari umatku dinampakkan kepadaku sebagai para petempur di jalan Allah” sebagaimana sabda beliau yang pertama. Ummu Haram berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar manjadikanku termasuk dari mereka.”
Rasulullah ﷺ kemudian bersabada, “Engkau termasuk dari yang pertama.” (Riwayat Bukhari).
Apa yang disampaikan Rasullah ﷺ tentang mimpinya itu kelak terbukti kebenarannya. Di masa kekhilafahan Umar bin Khaththab RA, Mu’awiyah RA selaku Gubernur Syam meminta izin untuk berjihad menyerang Qubrus (Siprus).
Khalifah Umar kemudian memerintahkan kepada Amru bin al-Ash RA (Gubernur Mesir) untuk mendeskripsikan kondisi laut Mediterania. Amru pun menulis sebagai berikut: “Aku melihat ciptaan yang sangat besar ditunggangi oleh makhluk yang amat kecil, tidak ada kecuali langit dan air. Jika berbaring, maka hati cemas. Jika terjaga, maka menjadikan akal semakin bertambah keraguan dan semakin menambah tipisnya keyakinan. Manusia terhadapnya seperti cacing di atas dahan kayu. Jika miring, maka ia tenggelam. Jika selamat, maka ia bingung.”
Setelah membaca surat dari Amru tersebut, Umar pun melarang Mu’awiyah untuk mengirim pasukan melalui laut. (al-Kamil fi at-Tarikh, 2/488).
Armada Laut Pertama
Di masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, Mu’awiyah terus-menerus meminta izin untuk mengirim pasukan ke Qubrus. Akhirnya Utsman mengizinkannya, dengan syarat bahwa mereka yang ikut serta dalam jihad memilihnya secara sukarela.
Dibangunlah armada laut yang kuat. Akhirnya pada tahun 27 H, pasukan Muslim dengan dipimpin langsung oleh Mu’awiyah berlayar menuju Qubrus. Ummu Haram turut serta bersama pasukan itu, menyertai suaminya, Ubadah bin ash-Shamit RA. Ummu Haram kemudian wafat saat kembali ke Syam.
Para ulama berbeda pendapat mengenai wafat dan makam Ummu Haram. Sebagian menyebutnya di wilayah Himsh, Syam. Ada pula yang menyebut di Qubrus, yang mana makamnya disebut sebagai makam wanita shalihah. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 6/248-249).
Akhirnya pihak Qubrus memilih berdamai dengan membayar jizyah sebesar 7000 dinar setiap tahun. Nilai itu sama dengan yang mereka kirimkan untuk Konstantinopel. (al-Istiqsha, 1/94).
Pada tahun 32 H, armada laut Islam melakukan serangan terhadap pulau Shiqiliyah. Ini adalah salah satu dari pulau-pulau di laut Mediterania yang menjadi bagian dari kekuasaan Bizantium. Setelah memperoleh ghanimah (harta rampasan perang) dengan jumlah besar, armada laut kembali ke pangkalannya di Syam. (Futuh al-Buldan, hal 237).
Armada Mesir
Tak kalah hebat dengan Syam, Mesir juga memiliki armada laut yang kuat. Pusatnya di Iskandariyah. Saat itu Mesir dipimpin oleh gubernur Abdullah bin Sa’d RA.
Pada tahun 34 H, armada laut Mesir terlibat pertempuran hebat dengan armada Bizantium. Ketika itu, pasukan Bizantium dipimpin langsung oleh Konstantin, putra Heraklius. Kekuatannnya ada 700 kapal, sedangkan armada Muslim berjumlah 200 kapal.
Pertempuran yang disebut Dzat ash-Shawari itu akhirnya dimenangi oleh armada Muslim. Disebut begitu karena banyaknya kapal yang bertemu. Shawari merupakan kata jamak dari shirarah yang bermakna tiang layar. (an-Nujum az-Zahirah, hal 80).
Sebelum pertempuran berlangsung, pasukan Muslim mengikat kapalnya satu sama lain. Mereka menunggu serangan terlebih dahulu dari pihak musuh. Peperangan kemudian berlangsung ketika pasukan Bizantium memasuki konvoi kapal armada Muslim. (Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 2/620).
Pertempuran Dzat ash-Shawari meletus karena Abdullah bin Sa’d berhasil menguasai beberapa wilayah Afrika yang berada dalam kekuasaan Bizantium. Ketika itu, beberapa pembesar Bizantium juga tewas dalam pertempuran. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyerang Iskandariyah.
Mengetahui rencana itu, Abdullah pun mengirim kapal-kapalnya untuk menghadang. Sesampai di sebuah pulau, kapal-kapal Iskandariyah menunggu dan memilih untuk bertempur di perairan.
Di malam sebelum hari pertempuran, pasukan Muslim menghabiskan waktu dengan membaca al-Qur`an, shalat, dan berdoa. Sedangkan pasukan Bizantium tak henti-hentinya memukul lonceng. Ketika fajar terbit, terjadilah pertempuran dahsyat.
Begitu banyak korban yang berjatuhan dari kedua pihak. Akibatnya, air laut berubah warnanya menjadi merah. Atas kehendak Allah SWT, badai kencang mencerai-beraikan armada Bizantium. Akhirnya Konstantin menyelamatkan diri dengan tubuh penuh luka, sedangkan kapal-kapal mereka banyak yang direbut oleh pasukan Muslim. (Mir’ah az-Zaman, 5/478, 479).
Konstantin beserta sisa-sisa pasukannya mendarat di Shiqiliyah. Ketika penduduk pulau itu tahu bahwa orang-orang itu adalah pasukan yang kalah perang, maka mereka pun membunuhnya. (Tarikh Ibnu Khaldun, 2/140).
Tak lama kemudian sampailah ke Mesir kabar tentang syahidnya Khalifah Utsman bin Affan RA. Saat itu Muhammad bin Abi Hudzaifah berkata, “Kalau sekiranya kita berjihad untuk melindungi Utsman itu lebih utama daripada jihad kita dalam pertempuran Dzat ash-Shawari.” (Mir’ah az-Zaman, 5/479).*
Tulisan 2: Penguasa Mediterania
Tulisan 3 : Muhasabah Haji Khalifah
Rep: Thoriq
Editor: Insan Kamil
No comments:
Post a Comment