Masjid Sultan Suriansyah, Rona Budaya Banjar-Demak

Perahu bermesin (kelotok) melintas di Sungai Kuin berlatar Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Masjid Sultan Suriansyah menjadi salah satu tujuan wisata religi di Kalimantan Selatan. | DOK ANTARA Bayu Pratama S

Masjid Sultan Suriansyah yang berbahan dasar kayu ini berdiri sejak abad ke-16 M di masa Kesultanan Banjar.

HASANUL RIZQA

Banjarmasin tidak hanya dikenal sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah seluas 98,46 km persegi itu juga berjulukan “kota seribu sungai”. Sebabnya jelas, daerah tersebut dialiri cukup banyak sungai.

Bagaimanapun, pamor Banjarmasin tidak berhenti pada kekhasan geografisnya. Kota tersebut pun memiliki karakteristik yang cenderung agamais. Sejarah membuktikan, inilah salah satu kawasan di Nusantara dengan perkembangan dakwah Islam yang signifikan.

Hampir di setiap lingkungan setempat terdapat masjid atau surau. Bahkan, sering kali ada lebih dari satu masjid di area permukiman yang sama. Maka dari itu, tak mengherankan bila Banjarmasin juga berjulukan “kota seribu masjid".

Salah satu masjid kebanggaan masyarakat di sana ialah Masjid Sultan Suriansyah. Inilah masjid tertua di Kalimantan Selatan. Berlokasi dekat tepian Sungai Kuin, secara administratif tempat ibadah tersebut beralamat di Kelurahan Kuin Utara, Banjar Kota, Banjarmasin.

Usianya sudah sangat tua karena dibangun sejak kira-kira abad ke-16 M. Kala itu, Kesultanan Banjar masih eksis dan dipimpin Sultan Suriansyah—yang darinya nama masjid tersebut diambil.

Tokoh di balik pendirian Masjid Sultan Suriansyah ialah Patih Anom, seorang bangsawan pada awal masa pemerintahan Kesultanan Banjar.

Masjid yang termasuk salah satu cagar budaya ini berukuran 26,1 x 22,6 meter persegi. Corak arsitekturnya menonjolkan ciri khas budaya tradisional Banjar. Hampir semua bagian masjid terbuat dari kayu ulin. Jenis kayu ini akan semakin kuat justru kalau lama terendam air. Tokoh di balik pendirian Masjid Sultan Suriansyah ialah Patih Anom, seorang bangsawan pada awal masa pemerintahan Kesultanan Banjar.

Ia diyakini memiliki keajaiban luar biasa. Konon, ia mengumpulkan sendiri kayu untuk membangun tiang-tiang di masjid tersebut. Memang, Kalimantan pada waktu itu sangat kaya akan rimbun pepohonan yang menghasilkan kayu-kayu berkualitas tinggi.

Sekilas, tampak Masjid Sultan Suriansyah berbentuk seperti panggung yang beratap tumpang. Demikianlah penampilan umumnya bangunan-bangunan tradisional di Banjar.

Pada puncak atap masjid ini, ada sebuah sungkul yang terbuat dari kayu ulin. Biasanya, pada sebuah sungkul ada ukiran-ukiran khas Banjar. Namun, sungkul masjid tersebut tidak menampilkan itu. Sebab, benda aslinya sudah dicopot dan kini tersimpan di Museum Lambung Mangkurat.

photo
Warga beribadah di Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu. Masjid Sultan Suriansyah atau Masjid Kuin merupakan bangunan masjid tertua di Kalsel. - (DOK ANTARA Bayu Pratama S)

Ada dua atap tumpang pada masjid tersebut. Yang pertama berbentuk lebih luas karena berfungsi sebagai naungan untuk ruang shalat utama. Sementara, atap tumpang yang lain berada tepat di atas mihrab. Bangunan Masjid Sultan Suriansyah memiliki 17 pintu. Dua di antaranya berukuran lebih besar dan terletak di sebelah barat dan timur. Pada permukaannya, pengunjung dapat melihat inskripsi Arab berbahasa Melayu.

Inskripsi itu terdapat pada sebuah bidang berbentuk segi delapan. Ukurannya kira-kira 50 x 50 cm persegi. Inskripsi di daun pintu sebelah kanan menampilkan perkataan, “Ba’da hijratun Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang Mulia.”

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Alivcinetic (alivrahmatul)

Adapun tulisan-timbul pada daun pintu sebelah kiri menjelaskan informasi pendirian masjid ini. Bunyinya sebagai berikut, “Kiai Damang Astung mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sepuluh hari bulan Sya’ban.” Maka, tanggal 10 Syaban 1159 hari Senin diperkirakan sebagai hari dibuatnya daun pintu tersebut.

Ruangan khusus mihrab di dalam Masjid Sultan Suriansyah berukuran kira-kira 3x3 meter persegi. Di dalamnya, terdapat sebuah mimbar yang terbuat dari kayu ulin pula. Bagian lengkung yang terdapat pada atas mimbar ini menampilkan untaian kaligrafi dua kalimat syahadat.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Irfan S Nugroho (jepit_ijo)

Pada bagian kanan, ada keterangan tanggal, yakni 27 Rajab 1296. Sementara, bagian kirinya menampilkan kaligrafi yang bertuliskan, “Allah Subhanahu wal Hamdi al-Hajj Muhammad Ali al-Najri.” Di bawah mimbar, terdapat sembilan anak tangga atau undakan.

Pada setiap anak tangga tersebut, ada medali yang berbentuk bunga. Setiap tapak tangga ini pun dihiasi dengan ukiran berpola seperti bunga-bungaan. Mimbar ini diperkirakan berusia sekitar dua abad. Pembuatnya adalah Muhammad Ali al-Banjari. Sampai hari ini, benda antik tersebut masih kokoh berdiri. Bahkan, fungsinya selalu digunakan dalam setiap kesempatan.

photo
Bagian mimbar di Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin, Kalimantan Selatan. - (DOK WIKIPEDIA)

Pengaruh Demak

Masjid Sultan Suriansyah bisa dikatakan sebagai salah satu bukti kuatnya hubungan antara Banjar dan Kesultanan Demak pada waktu itu. Sebab, pola tata ruang di dalam masjid ini tidak berbeda dengan yang biasa dijumpai di Masjid Agung Demak.

Ada berbagai kemungkinan penjelasan. Misalnya, saat itu pengaruh Kesultanan Demak mulai memasuki wilayah di Kalimantan Selatan ini, bersamaan dengan para ulama dari Jawa menyebarkan Islam di Banjar. Bahkan, Sultan Suriansyah sendiri memeluk Islam melalui gerakan dakwah yang digencarkan Kesultanan Demak.

Sementara, gaya arsitektur Demak umumnya dipengaruhi seni rancang bagun dari peradaban Jawa Kuno. Ada beberapa aspek bangunan yang mengidentifikasikan pengaruh demikian, yakni atap (meru), ruang keramat (cella), dan sokoguru pada masjid-masjid era Kesultanan Demak.

photo
Masjid Sultan Suriansyah di Banjarmasin, Kalimantan Selatan disebut pula sebagai Masjid Kuin. - (DOK WIKIPEDIA)

Atap meru bertingkat dan meruncing ke atas. Hal ini melambangkan hubungan vertikal, yakni antara penguasa dan yang-dikuasai. Makin suci sebuah bangunan, maka tingkat-tingkat yang dimilikinya akan kian banyak. Meruncingnya pun makin tinggi. Masjid Sultan Suriansyah pun memiliki atap bertingkat.

Masjid itu beberapa kali mengalami renovasi. Yang pertama dilakukan oleh Kiai Damang Astungkara pada zaman Tamjidillah. Pemugaran terbesar di Masjid Sultan Suriansyah terjadi pada 1999. Saat itu, pancang-pancang fondasi diganti dengan kayu galam dan beton.

Bukan tanpa sebab. Kayu-kayu pancang yang didirikan sejak ratusan tahun silam mulai rapuh. Akan tetapi, keseluruhan arsitektur masjid indah ini tidak diubah 100 persen.

No comments: