Syaikh Al-Utsaimin: Mencela Ulama Bermakna Mencela Pewaris Nabi
Syaikh Muhammad al-Utsaimin ,Ulama era kontemporer yang ahli dalam sains fiqh, dalam tulisannya berjudul "Hukum Menghina Ulama" menyatakan ghibah dan mencela sesama muslim adalah perbuatan yang diharamkan.
Seorang muslim tidak boleh mengumpat (ghibah, menggunjing) saudaranya sesama muslim sekalipun ia bukan seorang yang alim, "maka bagaimana mungkin dibolehkan baginya mengumpat saudaranya sesama ulama dari golongan orang-orang yang beriman?" tuturnya.
Orang yang beriman wajib menahan lisannya dari ghibah terhadap saudara-saudaranya sesama muslim.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al-Hujurat/49:12]
"Hendaklah orang yang melakukan hal ini mengetahui bahwa apabila ia mentajrih (mencela) seorang ulama maka ia menjadi penyebab ditolaknya kebenaran yang dikatakan oleh ulama ini," ujar Syaikh Muhammad al-Utsaimin.
Maka tanggung jawab dan dosanya adalah terhadap orang yang mencela ini, karena mencela seorang ulama pada kenyataannya bukanlah mentajrih (mencela) pribadinya, bahkan mencela pewaris Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Apabila ia mentajrih ulama dan mencela mereka niscaya manusia tidak percaya dengan ilmu yang ada di sisi mereka dan ilmu tersebut diwarisi dari Rasulullah SAW," jelasnya. "Dan pada saat itu mereka tidak percaya dengan syari’at yang dibawa oleh ulama yang ditajrih ini."
"Saya tidak mengatakan bahwa setiap ulama adalah ma’shum," lanjut Syaikh Muhammad al-Utsaimin, bahkan setiap manusia bisa melakukan kesalahan.
"Dan apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan menurut pendapatmu, maka hubungilah beliau dengan telepon dan sampaikanlah pendapatmu. Jika jelas bagimu bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya.
"Dan jika tidak jelas bagimu akan tetapi engkau mendapatkan alasan yang membolehkan ucapannya maka engkau harus menahan diri. Dan jika engkau tidak mendapatkan alasan terhadap pendapatnya maka peringatkanlah dia terhadap pendapatnya karena ngotot di atas kesalahan hukumnya tidak boleh.
"Akan tetapi engkau tidak boleh mentajrihnya dan ia seorang alim yang dikenal umpamanya dengan niat yang baik. Apabila kita ingin mentajrih para ulama yang dikenal dengan niat yang baik karena kesalahan yang mereka lakukan padanya dari masalah fikih, niscaya kita akan mentajrih para ulama besar, namun yang wajib adalah yang telah saya sebutkan.
"Apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan maka diskusi dan berbicaralah bersamanya. Bisa jadi bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya atau kebenaran ada bersamamu maka ia yang harus mengikutimu.
"Atau tidak jelas dan jadilah perbedaan yang terjadi di antara kamu berdua adalah khilaf yang dibolehkan. Saat itu, engkau wajib menahan diri, ia mengatakan apa yang dia katakan dan engkau mengatakan apa yang engkau katakan," ujar Syaikh Muhammad al-Utsaimin.
Alhamdulillah, khilaf tidak hanya terjadi di masa sekarang. Khilaf sudah terjadi sejak masa sahabat hingga hari ini. "Dan apabila sudah jelas kesalahan akan tetapi ia tetap bertahan terhadap pendapatnya, engkau harus menjelaskan kesalahan dan berjauh darinya. Akan tetapi bukan atas dasar mentajrih dan ingin membalas dendam, karena orang tersebut bisa jadi mengatakan pendapat yang benar pada masalah lain selain yang engkau perdebatkan," lanjutnya.
"Yang penting sesungguhnya saya memperingatkan kepada saudara-saudaraku dari bala dan penyakit ini. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untukku dan mereka kesembuhan dari segala hal yang menjelekkan kami atau membahayakan kami pada agama dan dunia kami," demikian Syaikh Muhammad al-Utsaimin.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment