Ali Bin Abu Thalib: Jadilah Anak-Anak Akhirat, Jangan Jadi Anak-Anak Dunia
ALI Bin Abu Thalib ra adalah sahabat Nabi SAW yang dikenal zuhud . Beliau mengingatkan: “Dunia akan meninggalkan kita dan akhirat akan menghampiri kita. Masing-masing memiliki anak-anak." Itu sebabnya beliau berpesan, "Jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia. Hari ini di dunia hanya ada amal tanpa hisab tetapi esok di akhirat kelak yang ada adalah hisab tanpa amal.”
Ajaran ini bukan berarti kita harus menjauhi harta. Bahkan para sahabat adalah orang-orang kaya. Tapi, kekayaan mereka tidak lantas membuat mereka lupa akan akhirat.
Untuk itu Ali bin Abu Thalib menjelaskan bahwa zuhud tersimpul dalam dua kalimat dalam Al-Quran, supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu.
Orang yang tidak bersedih karena kehilangan sesuatu darinya dan tidak bersuka ria karena apa yang dimiliki, itulah orang yang zuhud.
Sementara itu, Al-Ghazali menegaskan, zuhud itu menghilangkan keterikatan hati dengan dunia, tapi bukan berarti menghilangkannya.
As-Syadzili, pendiri tarikat sufi As-Syadziliyah, dalam setiap doanya selalu meminta kepada Allah, “Ya Allah luaskanlah rizkiku di dunia dan janganlah ia menghalangiku dari akhirat, jadikanlah hartaku pada genggaman tanganku dan jangan sampai ia menguasai hatiku.”
Orang yang hatinya sehat, dia akan lebih mengutamakan akhirat daripada kehidupan dunia yang fana, tujuan hidupnya adalah akhirat. Dia menjadikan dunia ini sebagai tempat berlalu dan mencari bekal untuk akhirat yang kekal.
Orang yang hatinya sehat juga akan selalu mempersiapkan diri dengan melakukan ketaatan dan mengerjakan amal-amal saleh dengan ikhlas karena Allâh Taala dan menjauhkan larangan-larangan-Nya, karena dia yakin pasti mati dan pasti menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat.
Oleh karena itu, dia selalu berusaha untuk menjadi penghuni surga dengan berbekal iman, takwa, dan amal-amal yang saleh.
Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat, karena itu ia wajib berbekal untuk akhirat dengan bekal terbaik yaitu takwa kepada Allâh Azza wa Jalla.
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasulullâh SAW bersabda:
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya.
Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” [HR Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183); Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288)]
Kembali ke pertanyaan Ali bin Abu Thalib. Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi dalam bukunya berjudul Cambuk Hati Sahabat Nabi menjelaskan kalimat mutiara yang sangat menyentuh dari sahabat ini mengingatkan kita agar menjadi hamba yang cerdas dalam menyikapi panggung dunia dan fokus untuk meraih surga.
"Dunia adalah hina dan fana. Tidak sepantasnya seorang mukmin tertipu olehnya. Mengejar dunia tidak ada garis finisnya. Jadikan dunia hanya di tangan saja, dan akhirat di hati kita," ujarnya.
Orang yang cerdas adalah orang yang tidak tertipu dengan gemerlapnya dunia dan dia menyibukkan diri untuk mengumpulkan bekal setelah kematiannya guna meraih kebahagian sesungguhnya yaitu surga.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment