Cara Ibrahim Mengajak Kaumnya Berpikir Tentang Tuhan

ADA beragam cara mendakwahkan kebenaran kepada orang lain. Salah satunya, diperlihatkan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) kepada kaumnya, termasuk ayahnya sendiri, untuk berpikir jernih tentang penciptaan alam semesta dan ke-Mahakuasa-an Sang Pencipta. Ibrahim AS yang cerdas berusaha menggelitik kesadaran kaumnya dengan hujjah yang sederhana, mudah dipahami, dan tak terbantahkan.

Kisah yang sangat masyur tentang ini diutarakan dalam al-Qur’an Surat al-An’am [6] ayat 76 hingga 79. Di dalam rangkaian ayat tersebut dikisahkan bagaimana Ibrahim AS mengajak secara halus kaumnya untuk berfikir dengan melihat benda-benda langit yang selama ini mereka ibadahi.

Benda langit pertama yang disaksikan Ibrahim AS ketika malam telah gelap adalah bintang. Ibrahim AS berkata, “Inilah Tuhanku.” Bintang itu kemudian tenggelam dan tidak lagi terlihat. Ibrahim AS berseru, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Lalu Ibrahim AS melihat bulan muncul di langit yang hitam. Dia berkata lagi, “Inilah Tuhanku.”

Lama kelamaan bulan itu juga terbenam. Ibrahim AS kembali berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”

Setelah itu terbitlah matahari. Kembali Ibrahim AS berkata, “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.”

Menjelang senja, matahari perlahan-lahan terbenam di ufuk barat. Melihat fenomena ini, Ibrahim AS menasehati kaumnya, “Wahai kaumku. Sungguh aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.”

Begitulah kisah Ibrahim AS yang cerdas mengajak kaumnya untuk berfikir. Benda-benda langit yang selama ini mereka sembah ternyata tidaklah pantas untuk di-Tuhan-kan. Tak mungkin Tuhan berubah-ubah, kadang ada, kadang tiada. Kaumnya –bahkan ayahnya sendiri– jelas tak bisa membantah logika yang diungkapkan Nabi Ibrahim AS.

Dalam kesempatan yang lain, Ibrahim AS juga mengajukan pertanyaan kepada kaumnya tentang berhala-berhala yang mereka sembah.

قَالَ هَلْ يَسْمَعُونَكُمْ إِذْ تَدْعُونَ

اَوۡ یَنۡفَعُوۡنَکُمۡ اَوۡ یَضُرُّوۡنَ

“Apakah mereka mendengar kalian ketika kalian berdoa (kepada patung-patung itu)? Atau (dapatkah) mereka (patung-patung itu) memberi manfaat atau mencelakakan kalian?.” (Surat Asy-Syu’ara [26]: 72-73).

Namun, kebenaran logika yang disampaikan Ibrahim AS rupanya tak membuat hati kaumnya berubah. Meskipun Ibrahim AS mampu membungkam mulut mereka dengan hujjah, namun kaumnya tetap bersikukuh di atas kekafiran. Mereka tetap saja menyembah patung-patung buatan mereka sendiri.

Ibrahim AS sadar bahwa kaumnya tak cukup diberitahu lewat lisan yang baik. Mereka perlu juga disodorkan bukti. Karena itu, Ibrahim AS berencana untuk berbuat sesuatu. Sebuah tindakan berani yang mengandung risiko namun penting untuk tegaknya dakwah.

Tiba di Hari Raya, Ibrahim AS memulai rencananya. Penduduk Haran dari Babilonia pada waktu itu tengah bersiap-siap menghadiri perayaan besar di kota mereka. Ibrahim AS diajak oleh keluarganya untuk menghadiri perayaan tersebut, namun ia menolak. Ia mengatakan, “Sesungguhnya aku (sedang) sakit.” (Ash Shaffat [37]: 89).

Ibrahim AS sebenarnya berbohong. Menurut Dr Hamid Ahmad Ath Thahir dalam bukunya Kisah-kisah Dalam al-Qur’an, inilah kebohongan pertama yang dilakukan Ibrahim AS namun dimaklumi oleh Allah Ta’ala demi tegaknya dakwah. Semua orang berangkat ke perayaan itu kecuali Ibrahim AS. Dia malah pergi ke tempat penyembahan dengan sembunyi-sembunyi.

Sesampai di sana, Nabi Ibrahim AS menyuguhkan beberapa jenis makanan kepada tuhan-tuhan palsu tersebut. Tentu saja patung-patung itu tak bergerak.

Ibrahim AS berkata, “Mengapa kalian tidak (mau) makan?” (Ash-Shaffat [37]: 91)

Patung-patung itu tetap diam.

Lalu Ibrahim AS bertanya lagi, “Mengapa kalian tidak menjawab?” (Ash-Shaffat [37]: 92)

Patung-patung itu masih saja diam. Akhirnya, Ibrahim AS mengambil kapak dan menghancurkan patung-patung itu satu per satu kecuali satu patung paling besar. Ibrahim AS menaruh kapak di tangan patung tersisa tersebut.

Tak lama kemudian orang-orang pulang dan mendapati berhala-berhala sesembahan mereka hancur berantakan. Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh dia termasuk orang yang zalim.” (al-Anbiya [21]: 59).

Sebagian di antara mereka memberi informasi, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini). Namanya Ibrahim.” (al-Anbiya [21]: 60).

Yang lain berkata, “(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak agar mereka menyaksikan.” (al-Anbiya [21]: 61).

Maka Ibrahim AS pun didatangkan ke tempat pemujaan di mana orang-orang masih berkumpul. Salah seorang dari mereka berkata, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” (al-Anbiya [21]: 62).

Ibrahim AS menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara.” (al-Anbiya [21]: 63).

Orang-orang kebingungan mendengar jawaban Ibrahim AS. Begitu cepat para penyembah berhala ini dikalahkan dengan hujjah. Meskipun mereka tahu Ibrahim AS berbohong –dan ini adalah kebohongan kedua Ibrahim AS yang dimaklumi oleh Allah Ta’ala– namun hati kecil mereka sadar bahwa pesan yang ingin disampaikan oleh Ibrahim AS benar adanya.

Mereka kemudian berkata, “Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.” (Surat al-Anbiya [21]: 65).

Ibrahim AS menjawab, “(Lantas) mengapa kalian menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) medatangkan mudarat kepada kalian? Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah! Tidakkah kalian mengerti?” (Surat al-Anbiya [21]: 66-67).

Demikianlah cara Ibrahim AS mengajak kaumnya berpikir tentang Tuhan. Hanya jiwa-jiwa yang sombong yang tetap mengingkari kebenaran yang disampaikan oleh Ibrahim AS, juga kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ. Wallahu a’lam.*/mahladi

Rep: Admin Hidcom
Editor: Bambang S

No comments: