Pidato Abbas bin Abdul Muthalib Saat Baiat Al-Aqabah

Begini Pidato Abbas bin Abdul Muthalib Saat Baiat Al-Aqabah
Ilustrasi/Ist
Abbas bin Abdul Muthalib radhiallahu 'anhu adalah paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan salah seorang yang paling akrab di hatinya dan yang paling dicintainya. Abbas mempunyai peran penting yang tidak bisa diabaikan dalam baiat al-Aqabah.

la orang pertama yang berpidato dalam majelis itu. la berkata:

"Wahai kaum Khazraj, (pada masa itu, suku al-Aus dan al-Khazraj dipanggil dengan al-Khazraj saja) kalian seperti yang saya ketahui telah mengundang datang Muhammad. Ketahuilah bahwa Muhammad itu orang yang paling mulia di tengah-tengah familinya, la dibela oleh orang orang yang sepaham dan orang-orang yang tidak sepaham dengan pikirannya demi memelihara nama baik keluarga.

Muhammad sudah menolak tawaran orang lain selain kalian. Kalau kalian memiliki kekuatan, ketabahan, dan pengertian tentang ilmu peperangan, mempunyai kekuatan menghadapi persekutuan dan permusuhan seluruh bangsa Arab, karena mereka akan menyerang kalian dengan satu busur dan satu anak panah, maka camkanlah baik-baik terlebih dahulu, rembukkanlah antara kalian dengan mufakat dan sepakat bulat dalam majelis ini karena sebaik-baik bicara itu ialah yang jujur."

Kata-kata itu menunjukkan pengetahuan Abbas yang luas dan pemikiran yang cerdas tentang berbagai persoalan. la ingin mengenali hakikat kaum Anshar dan membangkitkan kesiapsiagaan mereka. la lalu berkata lagi, "Cobalah kalian ceritakan kepadaku bagaimana kalian berperang menghadapi musuh?"

Abdullah bin Amru bin Haram bangkit memberikan jawaban, "Percayalah bahwa kami adalah ahli perang. Kami memperoleh keahlian itu berkat kebiasaan dan latihan kami dan berkat warisan nenek moyang kami. Kami lepaskan anak panah kami sampai habis. Lalu kami mainkan tombak kami sampai patah, kemudian kami menyerang dengan pedang, berperang tanding hingga tewas atau menewaskan musuh kami".

Cerahlah wajah Abbas mendengarkan keterangan mereka itu dan amanlah rasanya untuk menyerahkan keponakannya itu, seorang yang paling dekat di hatinya. Seperti ada yang ia lupakan, ia berkata lagi, "Kalian mengatakan ahli peperangan. Apakah kalian mempunyai baju besi?".

"Ya, lengkap," jawab mereka.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membaiat mereka dan Abbas mengambil tangan Rasulullah SAW untuk mengukuhkan baiat itu.

Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib sedangkan Abbas tinggal di Makkah, mendengarkan berita Rasulullah dan kaum Muhajirin, dan mengirimkan berita-berita kaum Ouraisy, hingga berkecamuknya Perang Badar.

Rasulullah SAW tahu bahwa Abbas dan keluarganya dipaksa keluar berperang oleh Quraisy sedangkan mereka tidak berdaya mengelak. Rasulullah bersabda, "Aku tahu ada orang-orang dari Bani Hasyim dan lain-lain yang terpaksa keluar. Mereka tidak mempunyai kepentingan untuk memerangi kami. Siapa di antara kalian yang menjumpai mereka, orang-orang dari Bani Hasyim, janganlah dibunuh; siapa yang menjumpai Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, janganlah di bunuh karena ia keluar berperang karena terpaksa".

Keterangan Rasulullah tersebar luas di kalangan orang yang pergi ke Badar. Kaum mukminin menerima baik perintah itu. Kecuali Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah, yang berucap dengan lantang, "Kami membunuh bapak kami, anak-anak kami, saudara-saudara dan keluarga kami, lalu kami akan membiarkan Abbas? Demi Allah, kalau aku menjumpainya, aku akan memancungnya dengan pedangku ini!"

Kata-katanya itu terdengar oleh Rasulullah SAW, lalu beliau berkata kepada Umar bin Khattab , "Ya Aba Hafsah, ada juga orang yang mau menghantam wajah paman Rasullullah dengan pedangnya!"

"Biarkanlah, ya Rasulullah, aku penggal leher Abu Hudzaifah itu dengan pedangku ini. Demi Allah, dia itu seorang munafik," ucap Umar.

Akan tetapi, Rasulullah tidak membiarkan Umar bertindak membunuh kawan-kawanya yang bersalah. Beliau membiarkan mereka bertobat dan menebus dosanya masing-amsing. Ternyata, Abu Hudzaifah sangat menyesali kata-katanya itu dan senantiasa mengulang-ulang perkataanya, "Demi Allah, rasanya hatiku tidak aman atas kata-kata yang pernah aku ucapkan dahulu dan aku senantiasa dikejar-kejar rasa takut olehnya, sebelum Allah memberikan tebusan kepadaku dengan syahadah!" Ternyata, harapannya itu Allah penuhi, ia tewas sebagai syahid dalam Perang Yamamah .

(mhy) 
Miftah H. Yusufpati

No comments: