Setan Mengintai Hati yang Lalai


Waspada, Setan Mengintai Hati yang Lalai
ilustrasi. Foto istimewa
Ibnul Jauzi mengibaratkan hati manusia seperti sebuah benteng yang dikelilingi oleh pagar dan ada penjaga-penjaga yang senantiasa menjaga benteng tersebut dari serangan musuh . Musuh-musuh ini senantiasa mengintai dan mencari-cari kelalaian penjaga. Pihak musuh (setan) tidak henti-hentinya mengintai benteng (hati) tersebut.

Dalam salah satu tayangan tausiyahnya di kanal muslim baru-baru ini, Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary menjelaskan, tentang talbis iblis. Ia (Iblis atau setan) akan menyerang manusia melalui hati. Kadang-kadang musuh ini melakukan serangan dan berhasil memasukinnya, tapi ada kalanya penjaga sukses menghalau mereka sehingga mereka pun keluar dan terusir lagi.

Tapi adakalanya musuh berhasil masuk, bahkan lebih jauh dari itu merusak apa yang ada di dalam benteng itu. Musuh itu menetap dan menguasai benteng itu karena kelalaian sang penjaga. Itulah hati yang sudah dikuasai oleh setan, setan telah berhasil masuk ke dalamnya karena penjaganya ghaflah (lalai).

Adakalanya angin yang seharusnya dapat menghalau asap, tapi tidak berhembus. Sehingga asap itupun menjadi semakin banyak, menjadikan ruangan hitam dan cermin yang ada di dalam ruangan itupun buram. Hingga ketika musuh masuk dan ada di dalamnya, penjaga itu tidak tahu karena buramnya kaca yang digunakan untuk mengawasi musuh-musuhnya. Demikianlah kondisi hati, adakalanya dikuasai oleh musuh sehingga hati itu mengikuti perintah dari musuh-musuhnya. Begitulah hati yang rusak, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ

Jika hati telah dikuasai oleh musuhnya, maka rusaklah seluruhnya. Karena tangan, kaki, mata, telinga, lisan, akan melakukan perintah sang hati yang telah dikuasai oleh musuh.

Di sini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa sang penjaga yang terluka karena kelalaiannya, dia pun turut ditawan dan diperbudak oleh musuh. Sehingga penjaga ini loyal kepada musuh yang seharusnya dia usir musuh itu. Itulah hati yang sudah mati dan dikuasai oleh setan sementara penjaganya juga sudah ditaklukkan oleh musuh-musuhnya. Sehingga tidak ada lagi yang tersisa. Allah Ta'ala katakan itu di dalam Al-Qur’an:

سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

"Nasihat apapun tidak mempan lagi, diberi peringatan atau tidak diberi peringatan mereka tidak berubah. Itulah kondisi hati yang sudah tertutup, hati orang-orang Yahudi yang mereka sendiri mengatakan قلوبنا غلف (hati kami sudah tertutup)."

Seorang ulama salaf mengatakan: “Aku pernah melihat setan dan dia berkata kepadaku, ‘Dahulu aku menemui manusia untuk mengajari mereka, akan tetapi sekarang aku menemui mereka untuk belajar dari mereka.'” Begitulah hati yang sudah dikuasai bahkan menawan penjaga-penjaga benteng itu.

Menurut dai yang rutin mengisi kajian parenting islami ini, terkadang setan menyerang orang yang berilmu, orang yang cerdas, orang yang diberi kelebihan, yaitu dengan cara menggandeng hawa nafsu yang telah didandani. Sehingga orang yang berilmu itu pun sibuk melihat dan memperhatikan, hingga akhirnya setan pun berhasil menawannya.

Setan akan menampakkan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya, begitulah dahsyatnya langkah-langkah setan. Kalau dia tidak mampu menyeret manusia kepada keburukan, maka dia akan menghambat orang itu dari kebaikan, menghambat orang itu dari hal-hal yang utama. Karena seorang yang terhalang dari hal-hal yang utama, itu adalah jalan menuju keburukan walaupun saat itu dia tidak melakukan keburukan.

Setan membolak-balikkan skala prioritasnya sehingga dia tidak tahu apa yang harus didahulukan dan apa yang harus ditunda. Ini adalah keruntuhan ilmu ketika seorang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang lebih baik, mana yang mudharat dan mana yang lebih mudharat. Karena sekedar mengetahui baik dan buruk itu tidak perlu ilmu yang tinggi-tinggi. Tapi tidak semua orang yang berilmu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang lebih baik, mana yang buruk dan mana yang lebih buruk, mana keburukan yang lebih ringan dan mana kebaikan yang lebih utama. Ini adalah fikih yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki tingkatan ilmu yang lebih dan juga pengalaman.

Wallahu A'lam
(wid)
Widaningsih

No comments: