Asbabun Nuzul Surat Abasa, Hikmah Dakwah Rasulullah SAW


Asbabun Nuzul Surat Abasa, Hikmah Dakwah Rasulullah SAW
ilustrasi. Foto SINDOnews
Asbabun nuzul Surat Abasa menceritakan tentang hikmah dakwah Nabi Muhammad Shallalllahu alaihi wa sallam kepada orang tanpa melihat status sosial . Surat Abasa sendiri terdiri dari 42 ayat. Surat ini termasuk golongan surat-surat makkiyah dan diturunkan setelah surat an Najm. Dinamakan Abasa (ia bermuka masam) karena diambil dari pernyataan Abasa yang terdapat pada ayat pertama surat ini.

Menurut riwayat, pada suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang beliau harapkan agar mereka masuk Islam. Saat itu datanglah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam membacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur'an yang telah diturunkan Allah Ta'ala.

Tetapi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum yang buta itu. Lalu Allah mengingatkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam agar jangan bermuka masam. Allah Ta'ala menurunkan surat ini sebagai teguran atas sikap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam terhadap Ibnu Ummi Maktum.

Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Ummul Mu’minin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berikut ini:

أُنْزِلَ عَبَسَ وَتَوَلَّى فِي ابْنِ أُمِّ مَكْتُوْمٍ الأَعْمَى أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرْشِدْنِي، وَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ عُظَمَاءِ الْمُشْرِكِيْنَ فَجَعَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْرِضُ عَنْهُ وَيُقْبِلُ عَلَى الآخَرِ وَيَقُوْلُ أَتَرَى بِمَا أَقُوْلُ بَأْسًا فَيَقُوْلُ لاَ فَفِي هَذَا أُنْزِلَ

“Diturunkan ‘Abasa wa Tawallaa’ berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta, ia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : ‘Wahai Rasulullah berilah saya bimbingan’. Sedangkan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu ada salah seorang pembesar kaum musyrikin. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan berbalik ke arah lelaki pembesar musyrikin tersebut, lalu beliau berkata: ‘Apakah menurutmu apa yang aku sampaikan kepadamu ini baik?”, maka lelaki pembesar musyrikin itu menjawab: ‘Tidak’. Tentang peristiwa inilah turun surat ‘Abasa.” (HR At-Tirmidzi).

Disebutkan pula oleh Ibnu Jarir At-Thabari dalam tafsirnya riwayat berikut ini,
بَيْنَا رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنَاجِي عُتْبَة بْن رَبِيعَة وَأَبَا جَهْل بْن هِشَام وَالْعَبَّاس بْن عَبْد الْمُطَّلِب , وَكَانَ يَتَصَدَّى لَهُمْ كَثِيرًا , وَيَحْرِص عَلَيْهِمْ أَنْ يُؤْمِنُوا , فَأَقْبَلَ إِلَيْهِ رَجُل أَعْمَى , يُقَال لَهُ عَبْد اللَّه بْن أُمّ مَكْتُوم , يَمْشِي وَهُوَ يُنَاجِيهِمْ , فَجَعَلَ عَبْد اللَّه يَسْتَقْرِئ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آيَة مِنْ الْقُرْآن , وَقَالَ : يَا رَسُول اللَّه , عَلِّمْنِي مِمَّا عَلَّمَك اللَّه , فَأَعْرَضَ عَنْهُ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَعَبَسَ فِي وَجْهه وَتَوَلَّى , وَكَرِهَ كَلَامه , وَأَقْبَلَ عَلَى الْآخَرِينَ ; فَلَمَّا قَضَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَأَخَذَ يَنْقَلِب إِلَى أَهْله , أَمْسَكَ اللَّه بَعْض بَصَره , ثُمَّ خَفَقَ بِرَأْسِهِ , ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّه : عَبَسَ وَتَوَلَّى أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى وَمَا يُدْرِيك لَعَلَّهُ يَزَّكَّى أَوْ يَذَّكَّر فَتَنْفَعهُ الذِّكْرَى

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berbicara dengan Utaibah ibnu Rabi’ah, Abu Jahal ibnu Hisyam, dan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib, saat itu beliau melayani mereka dan sangat menginginkan mereka beriman. Lalu tiba-tiba datanglah seorang lelaki buta bernama Ibnu Ummi Maktum, saat itu nabi sedang serius berbicara dengan mereka. Lalu Abdullah ibnu Ummi Maktum meminta agar diajari suatu ayat dari Al-Qur’an dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, ajarilah aku dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling dan bermuka masam terhadapnya serta tidak menyukai permintaannya, bahkan beliau kembali melayani pembicaraan dengan para tokoh musyrikin. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari pembicaraan dengan para tokoh musyrik itu dan hendak pulang ke rumah keluarganya, maka Allah menahan sebagian dari pandangan beliau dan menjadikan kepala beliau tertunduk, lalu turunlah kepadanya firman Allah yang menegur sikapnya itu: ‘Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya?’ (QS.‘Abasa: 1-4)”.
Selain kisah di atas, dalam Surat Abasa ini dijelaskan pula tentang dalil-dalil yang menegaskan keesaan Allah dan keadaan manusia pada hari kiaamat.

Ibnu Katsir meriwayatkan, bukan saja Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang membawakan riwayat ini, bahkan ada pula riwayat dari Urwah bin Zubair, Mujahid, Abu Malik dan Qatadah, dan Adh-Dhaahak dan Ibnu Zaid dan lain-lain; bahwa yang bermuka masam itu memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dan orang buta itu memang Ibnu Ummi Maktum.

Hikmahnya adalah, dalam berdakwah hendaknya memberikan penghargaan yang sama kepada orang-orang yang didakwahi.

Dikutip dari buku 'Sosok Para Sahabat Nabi' yang ditulis Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, dijelaskan bahwa sejak itu, Rasulullah makin menghormati Abdullah ibn Ummi Maktum apabila dia datang dan duduk di sisi beliau menanyakan hal ihwal keperluannya.

Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal. Satu-satunya orang buta yang turut hijrah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Satu-satunya orang buta yang dua-tiga kali diangkat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi wakilnya jadi Imam di Madinah jika beliau bepergian. Wallahu A'lam (wid)
Widaningsih

No comments: