Ekspansi Ottoman Wilayah Eropa Penuh Darah? Kata Gulen
Dan, memang benar demikian. Ketika menaklukkan jantung Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) itu pada 29 Mei 1453, Sultan Mehmed II al-Fatih memperlakukan para pemuka dan komunitas Kristen setempat dengan penuh toleransi.
Jadi, jika ada pendapat yang menyatakan bahwa Ottoman hanya menggunakan kekerasan untuk menguasai Eropa, jelaslah bahwa pendapat itu salah. Apalagi, jika mengetahui kualitas alat transportasi pada masa Utsmaniyah yang sangat sederhana, pasti kita akan tahu bahwa pada masa itu penguasaan atas suatu wilayah yang sangat luas tidak mungkin dapat dilakukan hanya dengan kekuatan senjata, tulis Gulen.
Sikap yang cenderung merangkul, alih-alih membinasakan, masyarakat wilayah yang dikuasainya lantas berdampak positif bagi perkembangan Utsmaniyah sendiri.
Dengan demikian, mereka dapat turut mendukung perkembangan dan kemajuan Kesultanan di pelbagai bidang, termasuk maritim. Penduduk Yunani sejak dahulu kala dikenal sebagai bangsa pelaut yang tangguh.
Mereka juga berperan besar di jalur niaga Mediterania Timur. Kota pelabuhan paling penting di Yunani, setelah Konstantinopel, adalah Thessaloniki atau Salonika, yang kemudian berhasil ditaklukkan Sultan Murad II pada 1430.
Murad II kemudian menjadikan Salonika sebagai kota yang majemuk.Penduduk Nasrani setempat dilindungi dan dijamin hak-haknya.Berbagai infrastruktur, seperti pasar, sekolah, dan masjid, didirikannya.Tidak hanya kaum Muslimin dan Kristen Yunani yang hidup dengan tenteram di sana.
Belakangan, terutama pada zaman Sultan Bayezid II (1481-1512) komunitas Yahudi pun dapat bertempat tinggal di Salonika. Tak sedikit dari mereka adalah pengungsi, yang sebelumnya terusir dari Spanyol sejak rezim Inkuisisi berkuasa pada 1478.
sumber : Harian Republika
No comments:
Post a Comment