Kisah di Balik Tersusunnya Kalender Hijriyah
Lantas, Umar pun mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi soal bagaimana baiknya dalam menyelesaikan masalah penanggalan tersebut. Sebab, sejak Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah belum ada sistem penanggalan, termasuk ketika masuk di era kekhalifahan Abu Bakar.
Empat tahun pertama kekhalifahan Umar bin Khattab pun sebetulnya belum ada sistem penanggalan yang dikenal sekarang sebagai tahun Hijriyah. Umar mengakui, saat itu urusan perbendaharaan negara semakin banyak sehingga butuh sistem penanggalan yang jelas.
Setelah melewati proses diskusi, ada yang mengusulkan agar tahun lahir atau tahun wafat Nabi Muhammad SAW menjadi titik awal penanggalan kalender Islam. Namun, pada akhirnya diputuskan bahwa penanggalannya dimulai sejak peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah yang kemudian disebut dengan kalender Hijriyah. Konsekuensinya, penanggalan kalender tersebut diberlakukan mundur 17 tahun.
Alasan mengapa peristiwa hijrah Nabi Muhammad beserta para pengikutnya menjadi titik awal tahun Hijriyah, karena peristiwa itu adalah peristiwa besar dalam sejarah awal perkembangan Islam. Apalagi peristiwa hijrah adalah pengorbanan besar pertama yang dilakukan Nabi dan umatnya.
Tersusunnya tahun baru Hijriyah dimulai dari inisiatif di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab, tepatnya pada 638 Masehi. Dalam sebuah riwayat, disebutkan tentang adanya dokumen surat-surat yang tertanggal Sya'ban tetapi tidak diketahui apakah Sya'ban yang dimaksud ini merujuk pada tahun lalu atau tahun sekarang.
Lantas, Umar pun mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi soal bagaimana baiknya dalam menyelesaikan masalah penanggalan tersebut. Sebab, sejak Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah belum ada sistem penanggalan, termasuk ketika masuk di era kekhalifahan Abu Bakar.
Empat tahun pertama kekhalifahan Umar bin Khattab pun sebetulnya belum ada sistem penanggalan yang dikenal sekarang sebagai tahun Hijriyah. Umar mengakui, saat itu urusan perbendaharaan negara semakin banyak sehingga butuh sistem penanggalan yang jelas.
Setelah melewati proses diskusi, ada yang mengusulkan agar tahun lahir atau tahun wafat Nabi Muhammad SAW menjadi titik awal penanggalan kalender Islam. Namun, pada akhirnya diputuskan bahwa penanggalannya dimulai sejak peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah yang kemudian disebut dengan kalender Hijriyah. Konsekuensinya, penanggalan kalender tersebut diberlakukan mundur 17 tahun.
Alasan mengapa peristiwa hijrah Nabi Muhammad beserta para pengikutnya menjadi titik awal tahun Hijriyah, karena peristiwa itu adalah peristiwa besar dalam sejarah awal perkembangan Islam. Apalagi peristiwa hijrah adalah pengorbanan besar pertama yang dilakukan Nabi dan umatnya.
Disebutkan juga, bahwa tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriyah, jatuh pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Penetapan ini jika berdasarkan pada pendekatan hisab karena irtifa’ hilal pada hari Rabu 14 Juli 622 M sewaktu matahari terbenam sudah mencapai 5 derajat 57 menit. Pendapat lain menyebut bahwa 1 Muharam tahun 1 Hijriah jatuh pada hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M, dengan menggunakan pendekatan rukyat.
Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah yang digunakan oleh bangsa Arab beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awal yang artinya musim semi yang pertama. Ramadhan berarti musim panas.
Kaum Quraish saat itu sering menyalahgunakan praktik nasi' tersebut dengan tujuan memperoleh keuntungan dengan kehadiran jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Akibatnya, ini menimbulkan ketidakjelasan bilangan bulan tersebut. Hingga kemudian, turun firman Allah SWT yang melarang praktik itu.
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." (QS At-Taubah Ayat 36)
Satu tahun hijriyah terdapat 12 bulan: Muharram; Shafar; Rabi'ul Awal; Rabi'ul Akhir; Jumadil Awal; Jumadil Akhir; Rajab; Sya'ban; Ramadhan; Syawal; Dzulqa'idah; Dzulhijjah. Ada empat bulan Haram, yang di dalamnya tidak boleh ada pertumpahan darah, yaitu Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
No comments:
Post a Comment