Masjid Kwitang, Saksi Kedekatan Soekarno dengan Habib Ali Habsyi (2/Tamat)
Presiden RI pertama Ir Soekarno dan Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta) adalah dua tokoh yang punya andil besar memperjuangkan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Bung Karno adalah salah satu Founding Fathers Indonesia (bapak pendiri bangsa) dan Habib Ali Al-Habsyi(1870–1968) adalah tokoh ulama yang berjasa menetapkan hari dan tanggal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Kedekatan Soekarno dengan Habib Ali Al-Habsyi patut diapresiasi karena telah berjasa memperjuangkan eksistensi bangsa ini. Kedua tokoh ini sering bertemu, dan Masjid Kwitang (Masjid Al-Riyadh yang berlokasi di Jalan Kembang IV, Kwitang, Senen Jakarta Pusat) menjadi saksinya.
Sholat Jumat Bersama di Masjid Kwitang
Siang itu, Jumat 13 November 1942 Masjid Kwitang sesak dipenuhi kaum muslimin. Tak seperti biasanya, Masjid tempat Habib Ali Al-Habsyi berdakwah itu kedatangan tamu istimewa, Soekarno dan beberapa tokoh pemimpin kala itu.
Pendiri Pustaka Lutfiyah Ustaz Anto Djibril dalam koleksi arsipnya yang bersumber dari Koran Asia Raya mengabadikan momen sholat Jumat Soekarno dan sejumlah pemimpin di Masjid Kwitang. Perhatian para kaum muslimin pada hari itu luar biasa karena pemimpin bangsa di antaranya Ir Soekarno, Kiyai Mansur, Drs Hatta, Kiyai Wondoamiseno, Mr Samsudin sholat Jumat di sana.
Di dalam masjid tak ada tempat yang tidak diduduki kaum muslimin. Bahkan di luar masjid, di tangga-tangga sekelilingnya banyak orang yang sembahyang. Ketika itu Habib Ali Al-Habsyi bertindak sebagai khatib Jumat.
Khutbah Pertama Habib Ali Al-Habsyi dengan Bahasa Indonesia
Hari itu Jumat (13/11/1942), Habib Ali Al-Habsyi menyampaikan khutbah Jumat dengan Bahasa Indonesia. Khutbah berbahasa Indonesia ini pertama kali dilakukan Habib Ali. Biasanya beliau menyampaikan khutbah berbahasa Arab apabila menjadi khatib Jumat di Masjid Al-Riyadh itu.
Habib Ali memulai khutbah Jumat dengan bahasa Indonesia agar Bung Karno bisa ikut menyampaikan khutbahnya di hadapan kaum muslimin. Inilah salah satu wujud penghargaan Habib Ali kepada Bung Karno.
Setelah mengucap syukur kehadirat Allah dengan menyampaikan segala puji dan doa kepada-Nya, Habib Ali Al-Habsyi menyampaikan khutbahnya dengan ringkas. Berikut pesan Habib Ali-Habsyi: "Sekarang kita sama-sama merasakan menginjak zaman baru. Kita harus memuji syukur kehadirat Allah subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada umat Islam Indonesia seluruhnya. Bahwa kita telah merasakan sendiri nikmat dan lezatnya perubahan-perubahan yang kita peroleh dan rasakan pada zaman baru ini. Sehingga perubahan itu sampai juga ke dalam urusan agama yang terbukti pada hari ini dan seterusnya kami akan berkhutbah dengan terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia."
Pesan Kiyai Mansur
Kiyai Mansur yang berbicara atas nama Ir Soekarno menyatakan kegirangan hatinya atas perubahan pada masa sekarang ini, semua umat Islam senantiasa melakukan perintah Tuhan. Karena keyakinan dan ketabahan hati pada pesuruh Allah, kepada sekalian kaum muslimin dilimpahkan nikmat dan nikmat yang dikaruniakan Allah ini haruslah dijaga dan dipelihara baik-baik.Demikian pula nikmat persatuan tidak boleh diabaikan. Jika tidak pandai menjaga nikmat tadi, niscayalah kita akan menjadi hina dina dan tersia-sia.
Walaupun Kiyai Mansur telah berbicara atas nama Ir Soekarno, akan tetapi kaum muslimin yang berada di dalam masjid nampaknya tidak merasa puas. Oleh karena itu dimintalah Bung Karno mengeluarkan beberapa patah perkataan.
Berikut Pesan Ir Soekarno
Memperkuatkan apa yang telah diuraikan dan diterangkan oleh Kiyai Mansur dan mengemukakan bahwa dalam pancaroba seperti sekarang ini perlu persatuan yang teguh-kuat yang harus dipelihara dengan seksama.
Jika apa yang diamanatkan oleh Nabi kita shallallahu 'alaihi wasallam kita lakukan, sudah tentu keluhuran bangsa kita bisa tercapai. Dulu, bangsa kita dipandang hina, akan tetapi kini setelah timbul perubahan, setelah kekuasaan Belanda dilenyapkan oleh balatentara Dai Nippon, bangsa Indonesia mendapat penghargaan.
Bung Karno menasehatkan supaya kaum muslimin jangan lagi seperti di masa Belanda dulu. Perkara kecil-kecil ditiup-tiup, satu sama lain tidak sesuai, tidak ada persatuan seolah-olah benteng keislaman kita tumbang dan runtuh.
Referensi:
Arsip Pustaka Lutfiyah-Ustaz Anto Djibril
(rhs
Rusman H Siregar
No comments:
Post a Comment