Pandemi Covid: Berkaca Pada Ottoman Tangani Yatim Piatu
Red: Muhammad Subarkah
Kisah pilu seperti itu tak hanya satu. Namun ada ribuan. Seperti data yang diungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur, Andriyanto. Kini diperkirakan ada 5.082 anak yang menjadi yatim/piatu setelah orang tuanya meninggal terpapar Covid-19. [Republika, 4/8].
Bertambah miris karena data itu dikeluarkan bersamaan dengan data anak-anak yang meninggal karena Covid-19. Setidaknya ada 114 anak yang meninggal, dengan rincian 50 anak usia 0-5 tahun, dan 64 anak usia 6-18 tahun.
Di Amerika, 43 ribu anak yang harus kehilangan orangtuanya tersebab Covid-19. Ribuan anak mendadak menjadi yatim/piatu hanya bisa terjadi bila ada ada kondisi luar biasa, seperti pandemi, bencana alam atau perang.
Seperti yang terjadi di Palestina saat perang 11 hari Ramadhan lalu. Sekalipun perang itu dimenangkan pejuang Palestine, namun hampir 300 orang gugur sebagai syahid.
Tak ada data berapa persisnya anak yang mendadak jadi yatim/piatu dalam perang 11 hari itu. Namun, semisal separuhnya saja yang sudah berkeluarga, maka tak kurang 150 anak menjadi yatim/piatu dalam hitungan hari.
*****
Di masa lalu, sejarah mencatat, Daulah Utsmani pernah menyontohkan langkah yang luar biasa untuk mengatasi ledakan jumlah anak yang mendadak menjadi yatim tersebab perang.
Tidak seperti kebiasaan pasukan Eropa yang membunuh para tawanan perang dan laki-laki yang mereka temui di daerah taklukan, Sultan Murad I mempunyai ide jenius sekaligus menolong anakanak laki-laki yang menjadi yatim karena orangtuanya menjadi korban perang dari wilayah yang berhasil dibebaskan.
Anakanak tersebut direkrut dan dididik dengan disiplin yang luar biasa sehingga terbentuklah armada militer yang tangguh, sekaligus menjamin masa depan mereka. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai pasukan Janissary (Inkisyariyah) yang tak terkalahkan.
Semula mereka beragama Nasrani sebagaimana agama orangtuanya. Namun, tidak ada pemaksaan untuk memeluk agama Islam. Meski akhirnya hampir seluruh pasukan yang direkrut itu mendapat cahaya hidayah setelah menyaksikan keadilan dan keagungan agama Tauhid ini.
Jadi, tidak benar cerita yang didengung-dengungkan di Barat bahwa pasukan Janissary terbentuk dari anak laki-laki yang dirampas dari wilayah yang berhasil ditaklukkan.
Kebohongan itu dituturkan untuk mengotori kemuliaan Sultan Orkhan dan Sultan Murad. Rekrutmen terhadap anakanak itu didasarkan pada kepedulian Daulah Utsmani terhadap mereka yang menjadi yatim dan terlantar akibat perang.
Pasukan elite ini dibentuk pada masa Murad I dan Bezayid, di akhir abad ke-14. Pasukan ini terus bertambah jumlahnya seiring meluasnya wilayah Utsmani. Dan pada saat membebaskan Konstantinopel, pasukan Janissary ini berjumlah kurang lebih 165–196 orta atau sekitar 10.000–12.000 pasukan.
Sultan Muhammad Al-Fatih seringkali mengimami pasukan ini untuk salat berjamaah. Dalam khutbah Jumatnya, ia selalu mengingatkan nubuat Rasulullah SAW akan kemuliaan pasukan pembebas Konstantinopel.
Sultan juga menempatkan para ulama di setiap barak untuk menjaga lurusnya niat dan kedekatan pada Yang Maha Memberi Kemenangan.
*****
Ide mengurus Yatim oleh negara secara seirus ala Ottoman ini bisa menjadi solusi di tengah pandemi. Anak-anak yang menjadi yatim piatu itu dibiayai sepenuhnya oleh negara hingga mereka mandiri.
Semoga Allah curah-curahkan keberkahannya dan mereka tegar menjalani kehidupan. Setegar para Janissary. Tidak ada yang tak mungkin. Ingat Nabi Muhamad SAW yang mulia adalah anak yatim. Dia contoh konkritnya.Rol
No comments:
Post a Comment