Jalaluddin Rumi tentang Kisah Pemuda Qazwin dan Tato Singa
Sebuah suku di daerah Qazwin memiliki kebiasaan untuk menghias tubuh mereka dengan tato . Mereka menggambari kulit mereka dengan lukisan-lukisan yang gagah, seperti lukisan seorang pejuang yang memerangi kejahatan.
Alkisah, seorang pemuda dari Qazwin pergi menemui tukang tato yang pekerjaannya ialah menggambar tato dengan jarum yang cukup tajam. Ia meminta tukang itu untuk mentato tubuhnya dengan gambar singa yang amat buas. "Bintangku adalah Leo, jadi singa adalah gambar yang amat pantas bagiku. Hiasilah punggungku yang kokoh ini dengan gambar singa." Tukang itu menyanggupinya.
Pada saat tukang tato itu menancapkan ujung jarum untuk mulai menggambar, pemuda itu merasa amat kesakitan. Punggungnya diderita nyeri yang luar biasa. Ia menjerit, "Oh, jarum itu menyakitiku! Apa yang kau lakukan?" Tukang itu menjawab bahwa ia sedang menggambar singa seperti yang diperintahkan.
"Bagian apa dari tubuh singa yang sedang kau kerjakan?" tanya pemuda itu seraya menahan sakit.
"Aku baru saja akan menggambar ekor singa ini," jawab tukang tato.
Pemuda itu meminta agar singa itu tak usah memiliki ekor karena gambar ekor itu ternyata amat menyakiti punggungnya. Kalau ujung ekornya saja sudah sedemikian menyakitkan, apalagi jika keseluruhan ekor yang panjang itu digambar, "Biarkan singaku tak memiliki ekor. Hatiku tak tahan akan ujung jarum tatomu."
Tukang itu pun mulai menggambar bagian lain dari singa di atas punggung pemuda itu. Kembali pemuda itu berteriak keras, "Apa yang kau tato sekarang?"
Tukang itu menjawab bahwa ia sekarang tengah melukis bagian telinga.
"Biarkan singaku tak memiliki telinga. Demi Tuhan, tinggalkan saja bagian telinganya," pinta pemuda itu.
Tukang tato itu pun dengan patuh pindah mengerjakan bagian lain. Kembali, pemuda itu berteriak kesakitan, "Oh, tukang tato yang terhormat, kali ini apa yang sedang kau kerjakan?" Tukang itu pun menjelaskan bahwa ia tengah melukis bagian perut.
"Tinggalkan bagian perutnya. Aku tak memerlukan bagian perut dari singa itu untuk tatoku!" pemuda itu menjerit.
Akhirnya, tukang tato itu benar-benar kehilangan kesabaran. Ia berdiri keheranan. Dengan kesal, ia membanting jarumnya dan memaki, "Kau ini gila! Tak ada di dunia ini seekor singa pun yang tak memiliki ekor, telinga, atau perut! Tuhan pun tak akan menciptakan singa semacam itu!"
Jalaluddin Rumi menutup cerita ini dengan berkata, "Saudaraku, tahanlah rasa sakit dari ‘jarum’ itu. Pada akhirnya ia akan memberikanmu kenikmatan yang luar biasa. Matahari, bulan, dan angkasa akan menghormati ketahanan dirimu."
Bersabarlah menanggung derita dan segala kepedihanmu karena kebahagiaan di akhir hanya akan diperoleh melalui penderitaan sebelumnya.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment