Menerka Jejak Sejarah Islam di Amerika Selatan

 Menerka Jejak Sejarah Islam di Amerika Selatan. Muslim Brasil shalat berjamaah di Mesquita da Luz, masjid pertama di Rio de Janeiro.

Menerka Jejak Sejarah Islam di Amerika Selatan. Muslim Brasil shalat berjamaah di Mesquita da Luz, masjid pertama di Rio de Janeiro.

Foto: AP
Kehadiran Islam di Amerika Selatan sudah berumur hampir satu milenium.
Azhar Rasyid, penilik sejarah Islam

Bila menyebut tentang wilayah-wilayah di belahan dunia yang penduduknya menganut agama Islam, orang dengan segera akan menyebut nama-nama tempat seperti Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika Utara. Nyaris tak ada orang yang akan menyebutkan nama Amerika Selatan dalam tempat pertama.

Memang, kaum Muslim, walaupun eksis di berbagai negara di Amerika Selatan, jumlah mereka sangat sedikit dibandingkan dengan penganut agama lain, khususnya Katolik dan Kristen Protestan. Pengaruh Spanyol dan Portugis sangat kuat di Amerika Selatan, terutama di wilayah yang kemudian secara kultural dikenal sebagai Amerika Latin.

Situasi ini juga membuat minimnya kajian tentang kemunculan dan perkembangan Islam di Amerika Selatan, setidaknya bila dibandingkan dengan melimpahnya studi perihal kedatangan Islam ke Asia Selatan atau Asia Tenggara, misalnya. Walaupun demikian, tetap menarik untuk melihat bagaimana Islam hadir, bertahan dan berkembang di salah satu benua terbesar di bumi ini.

Kehadiran Islam di Amerika Selatan sudah berumur hampir satu milenium, walaupun sejak kapan persisnya Islam hadir di sana masih diperdebatkan para sejarawan. Catatan paling awal menyebut bahwa Islam telah hadir ke kawasan berbahasa Latin di selatan benua Amerika antara abad ke-11 dan abad ke-12. Pembawanya adalah para pelaut Muslim asal Afrika yang membangun jaringan pelayaran hingga ke sana.

Namun, tidak tersedia cukup informasi tentang bagaimana kemudian Islam berkembang selama beberapa abad setelah itu. Yang jelas, barulah pada abad ke-16 ditemukan unsur Islam lain yang membawa pengaruh ke kawasan itu.

Mereka adalah moriscos atau kaum Muslim asal Andalusia, Spanyol, yang masih tinggal di Spanyol sejak akhir abad ke-15, masa ketika Spanyol telah dikuasai oleh raja Kristen. Para moriscos ini turut membantu ditemukannya benua Amerika oleh para petualang Eropa.

Di periode selanjutnya, hadirlah kaum Muslim dari kelompok sosial yang berbeda di Amerika Selatan. Mereka adalah para budak Afrika yang beragama Islam yang dibawa di sana. Kapal-kapal Belanda, Perancis, dan Inggris membawa mereka melintasi Samudera Atlantik menuju benua Amerika. Di Amerika Selatan mereka membentuk komunitas tersendiri.

Islam yang hadir di berbagai penjuru benua Amerika, mulai dari Amerika Utara, Karibia hingga Amerika Selatan, dibawa oleh Muslim yang berasal dari berbagai wilayah di luar Amerika. Islam di Amerika Utara dibawa oleh Muslim yang berasal dari Afrika.

Islam di Karibia dibawa oleh Muslim asal India dan Indonesia (sewaktu dulu masih bernama Hindia Belanda). Muslim yang berasal dari India dan Indonesia dibawa ke Karibia pada abad ke-19 sebagai buruh kontrak oleh penjajah mereka masing-masing (Inggris dan Belanda). Buruh kontrak dipakai untuk menggantikan para budak setelah perbudakan dihapuskan.

Di Amerika Latin di akhir abad ke-19, Muslim yang datang berasal dari Dunia Arab. Pada masa itu, Turki Usmani sedang mengalami problem ekonomi, dan ini mendorong sejumlah Muslim, khususnya yang berada di Suriah Raya (Levantine) mencari kehidupan di tempat lain.

Amerika Latin menjadi tempat tujuan mereka. Di dekade-dekade terakhir abad ke-19 Muslim Arab mulai berdatangan dan menetap antara lain di Brasil dan Cile (di sini Muslim Arab secara keliru disebut sebagai Bangsa Turk).

Brasil menjadi salah satu tempat di mana kaum Muslim bisa bertahan dan mengembangkan dirinya hingga di masa kini. Kaum Muslim paling awal di Brasil adalah kalangan moriscos yang berasal dari Portugal, yang datang ke sana pada abad ke-16.

Kaum moriscos ini sebelumnya menetap di Semenanjung Iberia, kawasan geografis yang kini mencakup Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar, dan sebagian wilayah Perancis. Di Iberia mereka mengalami persekusi dan ini mendorong mereka mencari tempat baru yang lebih aman. Brasil sendiri berada di bawah kolonialisme Portugal dari tahun 1500 hingga 1822.

Di samping para moriscos, ada pula Muslim dari Afrika, yang dibawa oleh kaum kolonial Portugis ke negeri ini sebagai budak pada abad ke-17 dan ke-18. Tapi mereka menjalani kehidupan yang buruk di Brasil.

Sebagai budak mereka diperlakukan tidak manusiawi. Ini membuat mereka memberontak pada 1835. Tujuannya hanya satu, yakni bebas dari status budak.

Tapi Portugis berhasil memadamkan pemberontakan ini. Sebagian dari budak Muslim asal Afrika ini lalu memilih pulang ke Afrika. Alhasil, jumlah Muslim Afrika di Brasil menurun tajam.

Namun, belakangan Islam kembali hidup di Brasil. Kini, para pengamat bahkan berani menyebut komunitas Islam yang paling kuat di Amerika Selatan ada di Brasil walaupun persentase mereka kecil.

Mereka bisa mendirikan sekolah dan rumah sakit di negara ini. Masjid pertama di Brasil didirikan di Sao Paulo, kota terbesar di Brasil pada 1950.

Di sini pula kaum Muslim Brasil terkonsentrasi. Adapun di tempat lain di luar Brasil kaum Muslim menghadapi tantangan yang berat dari lingkungan setempat untuk menjalankan keyakinannya.

Yang tak kalah menarik adalah sejarah populasi Muslim di Ekuador, sebuah negara bekas jajahan Spanyol yang terletak di barat laut Amerika Selatan. Bila di negara-negara Amerika Selatan lainnya Muslim berasal dari Afrika, Arab, India atau Indonesia, maka di Ekuador, menurut sebuah catatan, pada 1908 komunitas Muslim Ekuador terdiri atas 20 Muslim asal China. Barulah pada tahun 1970-an datang Muslim dari Dunia Arab, tepatnya Suriah, Lebanon dan Palestina.

Dilihat secara jumlah, memang angka total Muslim di Amerika Selatan tidak banyak. Secara persentase, dewasa ini komunitas Muslim terbesar ada di Suriname (sekitar seperempat dari total jumlah penduduk), diikuti oleh Guyana, Trinidad, Brasil, dan Argentina. Jumlah Muslim di kawasan ini dipandang oleh para pengamat lebih tinggi daripada angka statistik yang tersedia karena banyak dan cepatnya konversi ke Islam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini.

Masih banyak problem yang harus dihadapi oleh kaum Muslim di Amerika Selatan, mulai dari perihal sulitnya mencari makanan halal, belum umumnya pakaian Muslim di publik, serta minimnya akses terhadap pendidikan Islam. Namun, usaha untuk memperkuat nilai Islam tetap dilakukan. Kini, di hampir semua ibu kota negara-negara di Amerika Latin telah terdapat masjid untuk kaum Muslim beribadah dan mencari ilmu agama.

photo
Umat Islam tengah melaksanakan shalat berjamaah di Masjid As-Salam, Quito, Ekuador. 
 

Sumber: Majalah SM Edisi 6 Tahun 2019 

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah

No comments: