Rasulullah SAW Terharu Mendengar Cerita Sang Ayah yang Mencuri Uang Anaknya Sendiri


Rasulullah SAW Terharu Mendengar Cerita Sang Ayah yang Mencuri Uang Anaknya Sendiri
Rasulullah SAW membolehkan sang ayah yang sudah jompo mengambil duit putranya. (Ilustrasi: Dok. SINDOnews)
Seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad SAW , mengadukan ayahnya yang menghabiskan uang miliknya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Nabi yang mulia memanggil ayah orang itu ke hadapannya. Ketika lelaki jompo itu datang dengan tertatih-tatih bersandar pada tongkatnya, Nabi bertanya, “Betulkah kau mengambil uang anakmu tanpa seizinnya?”

“Wahai Nabi Allah,” lelaki itu menangis, “Ketika aku kuat dan anakku lemah, ketika aku kaya dan dia miskin, aku tidak membelanjakan uangku kecuali untuk memberi makan kepadanya, bahkan terkadang aku membiarkan diriku kelaparan asalkan dia bisa makan.

Sekarang aku telah tua dan lemah sementara anakku tumbuh kuat. Aku telah jatuh miskin sementara anakku menjadi kaya. Ia mulai menyembunyikan uangnya dariku.

Dahulu aku menyediakan makan untuknya tapi sekarang ia hanya menyiapkan makan untuk dirinya. Aku tak pernah memperlakukan ia seperti ia mempelakukanku. Jika saja aku masih sekuat dulu, aku akan merelakan uangku untuknya.”

Ketika mendengar hal ini, airmata Nabi SAW jatuh berlinang seperti untaian mutiara menimpa janggutnya yang suci, “Baiklah,” Nabi berkata, “Habiskan seluruh uang anakmu sekehendak hatimu. Uang itu milikmu ...”

Mengambil Sesuai Kebutuhan
Dari kisah di atas seakan-akan orang tua dibolehkan mengambil harta sang anak sesuka hati. Yang berpendapa demikian adalah Ibnu Qudamah dan kebanyakan ulama Hanafiyah . Menurutnya, orangtua boleh mengambil harta anaknya secara mutlak, baik sangat membutuhkan atau tidak, anaknya masih kecil atau sudah besar.

Sementara itu, Imam Abu Hanifah , Imam Malik , dan Imam Syafii , berpendapat orangtua tidak boleh mengambil harta anaknya tanpa izin. Ini kecuali orangtua sangat membutuhkan harta tersebut dan mengambil sesuai kebutuhannya. Jika tidak butuh atau mengambil melebihi kebutuhannya, maka hukumnya tidak diperbolehkan.

Menurut sebagian ulama, mengambil harta anak dibolehkan dengan dua syarat. Pertama, tidak memusnahkan harta dan tidak memudaratkan anak, juga bukan mengambil yang jadi kebutuhan penting anaknya. Kedua, tidak boleh mengambil harta tersebut dengan tujuan untuk memberikan pada yang lain.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: