Sikap Tabi’in dalam Menyikapi Dunia
Disebutakan dalam kitab Siyar A’lam Nubala, dalam sebuah kesempatan bertemulah dua orang tabi’in, yaitu Salamah bin Dinar (Abu Hazim) dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Keduanya kemudian berbincang-bincang sambil mengabarkan kondisi masing-masing.
Dalam perbincangan tersebut nampak wajah Abdurrahman kelihatan sedih sehingga Salamah bertanya, ”Engkau kenapa kelihatan sedih saudaraku?”
“Sungguh kudapati pada diriku ini sesuatu yang membuatku bersedih,” kata Abdurrahman.
“Apa itu wahai putra saudaraku?” tanya Salamah bin Dinar.
“Cinta dunia,” jawab Abdurrahman.
Mendengar jawaban tersebut, Salamah tersenyum. Ia maklum, kekhawatiran Abdurahman tersebut memang terjadi pada kalangan tabi’in, termasuk dirinya.
Namun Salamah tahu bahwa tidak mungkin seorang Abdurrahman yang dikenal zuhud benar-benar mencintai dunia.
Salamah kemudian berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak menyalahkan diriku karena sesuatu yang Allah beri padaku. Karena Allah telah membuat kita cinta akan dunia ini. Tapi janganlah kecitaan kita pada dunia membuat kita mengambil sesuatu yang Allah benci. Dan menghalangi kita dari sesuatu yang Allah cintai. Jika demikian yang kita lakukan, maka kecintaan pada dunia tidak membahayakan kita. Selain (dua) hal ini, barulah kita cela diri kita (karena mencintai dunia).”
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Abdurrahman bisa memahami karena kecintaan terhadap dunia ini sejatinya tidak tercela. Cinta dunia akan tercela ketika seseorang mengambil sesuatu yang Allah benci. Baik mengambil dalam bentuk materi atau sesuatu yang diharamkan Allah.* Bahrul Ulum
No comments:
Post a Comment