Tipisnya Keimanan di Hari Akhir

 keimanan hari akhir

Alimin Mukhtar

|IMAN adalah hakikat ruhiyah yang ghaib, tidak memiliki wujud fisik yang dapat diraba. Namun, karena ia sebenarnya merupakan “sesuatu”, maka ia memiliki tanda-tanda yang bisa menunjukkan kehadiran maupun absennya.

Menurut Al-Qur’an, kesediaan seseorang untuk mengekor pada bisikan-bisikan setan, baik dari golongan jin maupun manusia, serta keridhaan kepadanya sebenarnya merupakan pertanda lemahnya keimanan kepada Hari Akhir. Demikian pula sebaliknya.

Renungkanlah, firman Allah ini

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

وَلِتَصْغَىٰ إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ

“Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan perkataan-perkataan yang indah-indah kepada sebagian yang lain untuk menipu. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan itu. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu; mereka merasa senang kepadanya; dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan.” (Q: al-An’am: 112-113).

Demikianlah kenyataannya. Jika bukan karena iman yang lemah, tidaklah mungkin manusia rela dan senang mengekor bisikan setan, bahkan “berjuang” untuk menegakkannya. Sebab, sudah bukan rahasia lagi bahwa seluruh bisikannya hanyalah bayangan fatamorgana, yang terlihat indah dan menggiurkan, namun sebenarnya kosong tak bermakna.

Allah berfirman

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ إِلَّا غُرُورًا

“Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka.” (QS: An-Nisa’: 120)

Terkait ayat diatas, Imam Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah cerita (dari Allah) tentang fakta sebenarnya. Sebab, setan suka menjanjikan dan membangkitkan angan-angan kosong dalam benak para pengikutnya. Dikesankannya bahwa merekalah para pemenang yang berjaya di dunia dan akhirat, padahal sebenarnya ia telah membohongi dan menipu mereka. Oleh karenanya, Allah berfirman: “…padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka.”

Keimanan kepada Hari Akhir bukanlah perkara sepele. Ia adalah pondasi akidah Islam yang paling pokok, setelah keimanan kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, tidak kurang 20 kali keimanan kepada Hari Akhir dirangkai bersama keimanan kepada Allah, dimana pada sebagian besarnya tanpa menyebut rukun-rukun yang lain.

Misalnya, dalam surah an-Nisa’: 59, Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Contoh-contoh serupa dapat kita temukan di banyak tempat, seperti al-Baqarah: 62, 126, 177, 228, 232, 264, dsb.

Mengapa demikian?

Sebab, dalam kehidupan dunia ini, manusia membutuhkan ‘penyemangat’ yang membuatnya konsisten menembus beragam tantangan, sekaligus ‘ancaman’ yang mengekangnya dari aneka keburukan. Pikiran tentang upah dan penghargaan duniawi terkadang memang dapat membuat seseorang berjuang keras, namun selalu ada saja orang yang tidak tertarik kepada jenis upah dan penghargaan yang dijanjikan itu.

Ketakutan terhadap denda dan hukuman duniawi terkadang juga mampu membuat seseorang berhenti dari kejahatan, namun sepanjang ia merasa aman dari akibatnya dengan jalan rekayasa, trik, atau pemberian suap kepada para penegak hukum, maka hatinya tidak akan ciut lagi.

Oleh karenanya, keimanan kepada Allah selalu dirangkai dengan keimanan kepada Hari Akhir; agar motivasi amal shalih manusia tidak mudah luntur, sekaligus rasa takutnya kepada hukuman tidak gampang melempem. Hanya di akhiratlah hukum tidak bisa dipermainkan, hakimnya mustahil disuap, dan semua pasti dibalas dengan seadil-adilnya.

Di sana, setiap orang akan mendapatkan haknya dengan tepat, dan menerima konsekuensi perbuatannya secara pas. Di sana pula setiap orang yang merasa dizhalimi tidak akan kehilangan harapan terhadap proses pengadilan, dan para penjahat tidak akan pernah bisa merasa aman dari sanksi.

Dengan demikian, manusia akan selalu hati-hati dan waspada dalam meniti kehidupannya di dunia. (Lihat: Qs. al-A’raf:8-9, an-Nisa’: 40, az-Zalzalah: 7-8, al-Kahfi: 49, dsb). Dalam konteks ini, Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: «لو يعلمُ المؤمنُ ما عند الله من العقوبة، ما طَمِع بِجَنَّتِهِ أحدٌ، ولو يَعلمُ الكافرُ ما عند الله من الرَّحمة، ما قَنَطَ من جَنَّتِهِ أحدٌ».

[صحيح.] – [رواه مسلم.]

“Seandainya seorang mukmin mengetahui hukuman yang ada di sisi Allah, niscaya tidak seorang pun yang mengharapkan surga-Nya. Dan seandainya seorang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak seorang pun yang berputus asa dari Surga-Nya.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah).

Hadits ini menggambarkan betapa dahsyatnya akhirat, sehingga – kalau saja – seorang mukmin melihat langsung hukuman-hukuman Allah disana, ia takkan berani mengharapkan Surga. Bukankah Allah Maha Tahu atas segala sesuatu, dan setiap perbuatan manusia pasti dimintai pertanggungjawaban?

Padahal, siapakah manusia bersih dari kesalahan dan dosa? Namun sebaliknya, rahmat Allah sangatlah lapang, sehingga – kalau saja – seorang kafir mengetahuinya, ia tidak ragu untuk bertaubat dan mengharap Surga-Nya.

Maka, ketika seseorang gemar mengekor hasrat nafsu dan memperturutkan bisikan setan, atau sebaliknya sangat malas menekuni jalan Allah dan enggan menunaikan kewajiban agamanya, dapat disimpulkan bahwa keimanannya kepada Hari Akhir sangat lemah. Tidak ada cara lain untuk mengembalikannya ke posisi fitrah kecuali sekuat tenaga membenahi keimanannya kepada Hari Akhir itu. Wallahu a’lam.*

Pengasuh PP Arrahmah Putri- Batu, Jawa Timur

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: