Duka Umar bin Abdul Aziz Ketika Diangkat Menjadi Khalifah

Duka Umar bin Abdul Aziz Ketika Diangkat Menjadi Khalifah
Umar bin Abdul Aziz bersedih ketika tahu harus menggantikan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Ia menangis dan berucap, Innalillah wa inna ilaihi rajiun... (Foto/Ilustrasi : Ist)
Umar bin Abdul Aziz tidak memiliki ambisi menjadi khalifah. Ia bahkan berniat menghindar. Begitu ia tahu harus menggantikan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ia menangis dan berucap, "Innalillah wa inna ilaihi rajiun..."

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau ath-Thabari dalam buku The History of al-Tabari mengisahkan bahwa ketika menjelang wafatnya, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik sempat mempertimbangkan untuk mengangkat putranya yang masih kecil sebagai khalifah untuk menggantikannya.

Ia bertanya tentang perkara ini pada penasehatnya yang bernama Raja’ bin Haywah. Raja’ tidak sependapat dengan usulan tersebut. Kemudian Sulaiman bertanya lagi, “Bagaimana dengan Dawud bin Sulaiman?”

Dawud adalah putra Khalifah Sulaiman yang saat itu sedang mengemban misi melakukan ekspedisi militer ke Kontantinopel.

Itu sebabnya Raja’ juga tidak sepakat, karena tidak ada yang tahu nasibnya, apakah ketika itu Dawud masih hidup ataukah sudah mati.

Akhirnya Khalifah Sulaiman meminta pendapat Raja’ tentang Umar bin Abdul Aziz. Kemudian Raja’ mengatakan bahwa Umar adalah sosok yang sangat tepat. Hanya saja Khalifah Sulaiman sempat ragu, karena Umar bukan berasal dari keturunan Abdul Malik.

Dikhawatirkan keputusan tersebut akan menuai protes dari keluarga Abdul Malik, mengingat saat itu masih ada putra Abdul Malik lainnya, yaitu Hisham bin Abdul Malik dan Yazid bin Abdul Malik. Kedua-duanya sedang harap-harap cemas menunggu giliran menduduki kursi khalifah Dinasti Umayyah.

Dua Amplop
Akhirnya Sulaiman membuat trik yang cukup terkenal dalam sejarah. Ia menulis dua buah nama yang ditulis masing-masing dalam amplop yang tertutup rapat.

Di hadapan keluarga besar Bani Umayyah ia menyerahkan surat tersebut pada Raja’ bin Haywah. Ia mengatakan bahwa di dalam amplop tersebut terdapat nama-nama orang yang akan menjadi khalifah menggantikannya.

Ia meminta sumpah dari mereka semua untuk mematuhi nama siapapun yang keluar dari amplop tersebut. Menentang perintah ini bisa diartikan sebagai penghianatan, dan itu berarti kematian bagi pelakukanya.

Akhirnya semua mematuhi dan mengaku setia pada semua keputusan yang sudah ditetapkan oleh Khalifah Sulaiman.

Namun menurut pengakuan Raja’, tak lama berselang datanglah Hisham bin Abdul Malik kepadanya dan berkata, “Tolong beritahuan padaku isi surat tersebut, aku khawatir khalifah memasukkan namaku di dalamnya. Sehingga aku bisa membuat perencanaan matang sebelumnya”.

Tapi Raja’ menjawab bahwa ia tidak mengetahui apapun tentang isi surat tersebut, dan ia tidak berani membukanya.

Setelah itu Hisham berlalu. Kemudian datanglah Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, “Izinkan aku mengetahui isi surat tersebut, aku khawatir namaku ada di dalamnya, biar aku bisa mengelak dari keputusan tersebut sebelum terlambat.”

Jawaban Raja’ sama dengan jawabannya pada Hisham. Dan Umar pun berlalu. Keduanya, baik Hisham maupun Umar ingin mengetahui isi surat tersebut, tapi dengan dua motif yang berbeda. Yang satu berharap menjadi khalifah, sedang yang satunya ingin menghindar dari tanggungjawab tersebut.

Pada hari Jumat, bulan Safar 99 H, Sulaiman bin Abdul Malik wafat. Tepat seminggu sebelumnya ia sibuk memilih-milih pakaian. Berbagai jenis jubah ia kenakan namun tak ada yang memuaskan hatinya. Hingga ia melihat sebuah jubah hijau yang dikirimkan oleh Yazid bin Muhallab dari Irak, dan mengenakannya.

Ia begitu senang setelah mengenakannya. Ketika itu ia segera menghadap ke cermin dan mulai mengagumi dirinya dengan berkata, “Demi Tuhan, aku adalah raja di puncak kejantannya”. Setelah itu ia melaksanakan sholat Jumat. Sepulangnya dari sholat, ia langsung jatuh sakit, dan seminggu kemudian meninggal dunia.
Ketika menjelang wafat, ia hanya didamping oleh Raja’ bin Haywah. Raja’ menuntunnya mengucapkan dua kalimah syahadat, kemudian menyelimutinya dengan jubah hijau kesayangannya.

Raja' masih merahasiakan tentang berita kematian Sulaiman pada semua orang, termasuk istri khalifah, sampai ia mengumpulkan semua keluarga besar bani Umayyah.

Setelah semua berkumpul, dia lalu meminta sumpah sekali lagi dari semua yang hadir agar mematuhi nama siapapun yang keluar dari surat wasiat khalifah. Sebagian ada yang menolak, namun Raja’ tetap bersikeras agar semua yang hadir mengucapkan kembali sumpah setia mereka, dan akhirnya semua kembali bersumpah setia.

Setelah yakin dengan sumpah yang mereka ucapkan, Raja’ mulai mengabarkan, bahwa saat ini khalifah Sulaiman sudah wafat, dan ia mulai membacakan isi surat wasiat Sulaiman,

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Ini adalah surat dari hamba Allah, Sulaiman pemimpin kaum Muslimin, kepada Umar bin Abdul Aziz. Aku sudah menunjuk Anda sebagai penggantiku untuk menjadi khalifah, dan Anda akan digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik. Wahai manusia, dengarkanlah dia dan patuhilah; takutlah pada Allah dan hindari perselisihan, agar musuh tidak mengambil keuntungan dari kalian.”

Mendengar ini, secara bersamaan Umar bin Abdul Aziz dan Hisham bin Abdul Malik mengucapkan, “Innalillahi wa innailaihi rajiun”. Satu ucapan yang sama, tapi dengan dua alasan yang berbeda.

Umar bin Abdul Aziz langsung menangis dan terpaku di tempat duduknya.

Mengetahui bahwa sejak lama Umar memang menolak jabatan tersebut, Raja’ bin Haywah yang membacakan wasiat tersebut bergegas mendatangi Umar dan menggangkat tangannya untuk dibai’at, kemudian Raja’ menarik paksa Umar bin Abdul Aziz ke atas mimbar.

Surat wasiat Sulaiman demikian mengikat. Yang menolaknya berarti mati. Hisham bin Abdul Malik – ketika mendengar nama Umar yang muncul – berkata, bahwa ia tidak akan mematuhi Umar sebagai khalifah.

Mendengar ini, Raja’ langsung menjawab, “kalau begitu, aku akan memenggal leher mu!”. Dan Hisham langsung terdiam.

Ketika berada di atas mimbar, Umar bin Abdul Aziz meminta Hisham sebagai orang yang pertama kali membai’atnya, dan Hisham pun datang membai’atnya, kemudian diikuti oleh seluruh yang hadir.

Umar bin Abdul Aziz didulat menjadi khalifah pada bulan Safar 99 H, di Dabiq, salah satu tempat di Suriah.

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: