Jejak Cinta Sahabat Ibnu Umar kepada Rasulullah
Salah satu magnet iman itu adalah ayahanda beliau sendiri; Umar bin Khattab ra. Magnet iman, yang in sya Allah akan mampu menggeret pelakunya ke garis finis, yaitu Surga.
***
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu seorang imam dan panutan. Seorang sahabat putra dari seorang sahabat. Nasabnya Abdullah bin Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/105-106).
Ibnu Umar lahir tahun ke-3 kenabian (Ibnu Hajar: al-Ishabah, 4/156). Beliau seorang rawi hadits yang popular. Termasuk enam orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah ﷺ.
Ibnu Umar termasuk sahabat nabi ﷺ yang memiliki semangat dan cinta terbilang tinggi dalam mengetahui, melakukan dan bahkan membela sunnah Rasulullah. Sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Imam Bukhari no. 1173, salah satu bukti keingin-tahuan beliau terhadap sunnah Rasulullah adalah, beliau pernah bertanya kepada saudarinya (Hafsah ra.) tentang sunnah yang Rasulullah lakukan setelah terbit fajar.
Hafsah ra. pun memberitahukan bahwa yang Rasulullah lakukan pada waktu tersebut adalah shalat sunnah dua rakaat Fajar. Bahkan, sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Imam Bukhari no. 1598 dan Imam Muslim no. 1329, ketika Rasulullah, Usamah bin Zaid ra, Bilal ra., dan Utsman bin Thalhah ra memasuki Ka’bah lalu pintunya ditutup. Sahabat Ibnu Umar mengatakan, “Ketika pintu Ka’bah dibuka, maka akulah orang yang pertama kali memasuki Ka’bah lalu aku menemui Bilal kemudian bertanya kepadanya, “Apakah Rasulullah shalat di dalamnya? Bilal menjawab, “Iya. Beliau shalat di antara dua tiang Yamani.”
Jika sahabat Ibnu Abbas (sebagaimana tercantum dalam Kitab Al-Wajiz) pernah mengatakan, “Hampir-hampir saja hujan batu turun dari langit atas kalian. Aku katakan kepada kalian; Rasulullah bersabda, dan kalian mengatakan, “Abu Bakar dan Umar berkata,” maka sahabat Ibnu Umar pernah mencerca putra beliau sendiri seraya mengatakan, “Aku beritahukan kepadamu hadits dari Rasulullah (tentang bolehnya wanita pergi ke masjid) dan engkau berkata, “Demi Allah kami benar-benar akan melarang mereka.” (HR: Bukhari no. 873 dan Muslim no. 442).
Karenanya Abdullah Al-Atsari pernah berkata, “Ibnu Umar termasuk sahabat yang paling keras pengingkarannya terhadap bid’ah dan paling keras kemauannya mengikuti sunnah. Sampai-sampai, ketika mendengar seseorang yang bersin lalu mengucapkan, “Alhamdulillah! sholawat serta salam atas Rasulullah. Tiba-tiba Ibnu Umar berkata kepadanya, “Bukan seperti ini yang Rasulullah ajarkan kepada kami. Tetapi Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bersin maka hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah. Beliau tidak mengatakan, dan hendaklah ia bersholawat atas Rasulullah.” (HR: Tirmidzi dengan sanad yang hasan).
Menariknya, dalam paragraf sejarah cinta Ibnu Umar terhadap sunnah yang lain beliau wujudkan dengan mengikuti segala sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah. Walaupun dalam masalah yang Rasulullah sendiri tidak niatkan sebagai pensyari’atan bagi umat.
Termasuk perkara duniawi dan manusiawi yang tidak memiliki sangkut paut dengan persoalan agama dan tidak memiliki hubungan dengan wahyu. Suatu ketika sahabat Ibnu Umar melewati sebuah jalan yang ranting pohonnya menjulur ke tengah jalan, tiba-tiba beliau jongkok melewati jalan tersebut.
Seseorang bertanya kepada beliau, “Mengapa Anda mesti jongkok?” Beliau menjawab, “Dulu aku pernah melewati jalan ini bersama Rasulullah dan beliau pun jongkok. Maka, kapan saja aku melewati jalan ini aku pun ikut jongkok,” papar beliau.
Dari bapak turun ke anak
Ada pepatah mengatakan, “Buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Ungkapan tersebut sangatlah tepat untuk menggambarkan bagaimana kepribadian seorang bapak dapat mempengaruhi kepribadian anaknya. Pun demikian halnya yang terjadi dengan sahabat Umar bin Khattab terhadap anaknya. Suatu ketika sahabat Umar bin Khattab ra. mendatangi Hajar Aswad lalu beliau menciumnya seraya berkata, “Sungguh aku mengetahui bahwa engkau adalah sebuah batu yang tidak dapat mendatangkan bahaya dan tidak pula dapat memberi manfaat. Jika saja aku tidak melihat nabi ﷺ menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.” (HR: Bukhari no. 1597 dan Muslim no. 1270).
Benarlah firman Allah yang menegaskan bahwa keshalihan generasi Ulul Albab dirintis oleh seorang bapak sebagai pemimpin utama sebuah keluarga.
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ.
“Yaitu Surga-surga ‘Adn. Mereka akan memasuki Surga itu bersama bapak moyang mereka yang shalih, isteri-isteri mereka, dan anak keturunan mereka. Malaikat masuk ke tempat mereka dari setiap pintu.” (QS: Ar-Ra’d [13]: 23).
Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman;
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ.
“Orang-orang mukmin berada di dalam Surga disusul oleh anak keturunan mereka yang beriman. Kami kumpulkan orang-orang mukmin bersama dengan anak keturunan mereka. Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala atas amal mereka. Setiap orang mendapatkan pahala sesuai amal shalih yang ia lakukan di dunia.” (QS: Ath-Thuur [52]: 21).
Penulis kitab Al-Mishbah Al-Munir fii Tahdzib Tafsir Ibn Katsir pada halaman: 1153, mengutip hadits Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya orang-orang mukmin dan anak-anak mereka berada di Surga, dan sesungguhnya orang-orang musyrikin dan anak-anak mereka berada di neraka.” (HR. Ahmad). Wallahu ta’ala a’lam.* /Mudzakkir Khalil Khayyath, Anggota Dewan Murobbi Wilayah Hidayatullah NTB
No comments:
Post a Comment