Nilai Fatimah binti Abdul Malik Dibanding Bangsawan Modern
Pasangan itu telah resmi menikah di Tokyo bulan lalu tanpa perayaan meriah, setelah bertahun-tahun tabloid dan media online mengecam jalinan cinta mereka yang membuat Putri Mako merasa sedih. Demikian dikutip dari laman Channel News Asia. [Liputan6, 15/11]
Putri Mako adalah keponakan dari Kaisar Jepang Naruhito yang bertahta saat ini. Ia merelakan gelar kebangsawannya hilang karena menikahi rakyat biasa yang bernama Kei Komuro.
Diberitakan untuk pertama kalinya Sang Putri terbang menggunakan pesawat komersial, sekaligus mempunyai paspor pribadi.
Ia akan menjalani kehidupannya seperti masyarakat pada umumnya di New York. Pasti bukan hal yang mudah, mengingat ia terlahir dengan “sendok perak di mulutnya”, meminjam istilah drama Korea untuk menggambarkan kehidupan para bangsawan.
Tak hanya mereka berdua, dari kerajaan Inggris belum lama juga ada kejadian serupa. Pangeran Harry dan Meghan Markle memutuskan untuk menanggalkan status sebagai pewaris tahta.
Ayahnya, Pangeran Charles dikabarkan harus merogoh kocek pribadinya untuk mengongkosi para bodyguard yang menjaga mereka.
Keputusan kedua bangsawan yang meninggalkan tahta demi cinta itu tak ada apa-apanya dibanding kisah Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan Al Umawiyyah Al Quraisyiah.
Ia adalah Muslimah yang dikaruniai nikmat dunia tiada tara. Cantik, cerdas, sholehah dari keluarga dengan garis nasab yang terjaga.
Bagaimana tidak, dua belas orang pria yang menjadi mahramnya adalah para khalifah. Yakni Sang Khalifah Umar bin Khattab, ayahnya Abdul Malik bin Marwan, kakeknya, keponakannya.
Empat saudara laki-lakinya juga menjadi khalifah, yakni Khalifah Al-Walid, Khalifah Sulaiman, Khalifah Yazid, dan Khalifah Hisyam.
Begitupun suaminya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang dikenal sebagai khalifah yang sangat adil. Hingga di masa kepemimpinannya, burung-burung yang hidup di atas gunung pun mendapat jaminan pangan.
Kekuasaannya membentang dari Syam, Irak, Yaman, Iran, hingga ke arah timur. Lalu meluas ke Sudan, Aljazair, Tunisia hingga Spanyol.
Bisa terbayangkan seperti apa kehidupan yang dijalani Fatimah sejak bayi. Dituliskan pesta pernikahannya digelar sangat mewah, dengan lampu-lampu penerang yang diberi minyak wangi. Mertuanya adalah gubernur Mesir. Negeri yang kaya sejak dahulunya.
Namun begitu Umar ibn Abd Azis dibaiat menjadi khalifah pada 717 M, ia rela hati ketika Sang Suami meminta seluruh hartanya diserahkan ke Baitul Maal.
Termasuk sepasang anting batu mulia yang diberi nama mirah. Konon saking indahnya anting ini, semua penyair di zamannya menuliskan dalam syair-syair mereka.
Ia rela pindah dari istana ke rumah yang sangat sempit dan mengurus semua keperluan rumah tangga dengan hanya dibantu seorang budak.
Kelak setelah Khalifah Umar ibn Abd Azis mangkat, harta yang diberikannya ke Baitul Maal bermaksud dikembalikan oleh saudaranya Khalifah Yazid bin Abd Malik.
Jumlahnya tak tanggung-tanggung, mencapai jutaan dinar. Sementara pada saat yang sama, nyaris tak ada harta waris yang ditinggalkan untuknya. Karena semasa hidup, Umar ibn Abd Azis hanya mengambil gaji sebesar 60 dirham per bulan.
Mendapat tawaran seperti itu, Fatimah bergeming. “Kalau semasa hidup aku mematuhinya. Apakah sepeninggalnya aku harus mengkhianatinya?” begitu jawabnya pada saudara laki-lakinya.
Fatimah adalah contoh bangsawan yang mulia. Ia tinggalkan istana dan gemerlap harta untuk mendapatkan CintaNya. Rol
No comments:
Post a Comment