Umar bin Abdul Aziz, Kisah Ketika Dipecat sebagai Gubernur Madinah

Umar bin Abdul Aziz, Kisah Ketika Dipecat sebagai Gubernur Madinah
Ilustrasi Umar bin Abdul Aziz (Sakolaku)
Umar bin Abdul Aziz dipecat sebagai Gubernur Madinah di era Khalifah Al Walid bin Abdul Malik . Hal ini dilakukan khalifah karena kebijakan Umar bin Abdul Aziz dinilai bisa mengancam keberlangsungan Dinasti Umayyah .
Kalangan sejarawan berpendapat bahwa pada masa Khalifah Al Walid bin Abdul Malik Dinasti Umayyah mengalami masa keemasan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari dukungan para gubernur dan bawahannya yang cemerlang.

Selain Umar bin Abdul Aziz yang menjadi Gubernur Madinah yang meliputi wilayah Hijaz, di wilayah Timur ada Hajjaj bin Yusuf , dan di Barat ada Musa bin Nusayr.

Berbeda dengan kolega-koleganya sesama gubernur yang lebih menonjolkan prestasinya melalui serangkaian penaklukkan, Umar bin Abdul Aziz lebih mengedepankan soft power politic.

Sebagai sosok yang diamanahi mengelola tanah suci, Umar menghadapi tantangan yang lumayan pelik. Ia harus berhadapan dengan serangkain luka politik dari masa lalu, hasil konflik antarsahabat utama. Dan sebagian besar atau mungkin semua rentetan luka itu, disebabkan oleh para pendahulu Umar bin Abdul Aziz.

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau ath-Thabari dalam buku The History of al-Tabari menilai bahwa Umar bin Abdul Aziz bisa dikatakan berhasil membangun rekonsiliasi di antara kelompok-kelompok yang bertikai kala itu.

Umar bin Abdul Aziz adalah sepupu dari Khalifah Al Walid. Ayahnya adalah Abdul Aziz, adik dari Abdul Malik bin Marwan.

Menurut riwayat Waqidi yang dikutip Tabari disebutkan seyogyanya, pengganti Abdul Malik adalah Abdul Aziz. Tapi karena Abdul Aziz keburu wafat, maka kedudukan tersebut diwariskan pada Al Walid.

Dewan Syuro
Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai bangsawan yang saleh. Ia menjabat sebagai gubernur Madinah pada tahun 87 H, atau setahun setelah Al Walid dinobatkan sebagai khalifah. Ketika itu usianya 25 tahun.

Ia datang bersama caravan yang berisi 30 unta, dan berhenti di Dar Marwan. Ketika penduduk Madinah mendengar kedatangannya, mereka langsung berdatangan menyambutnya.

Kemudian ia memanggil 10 orang berpengaruh untuk menduduki posisi sebagai dewan syuro di Madinah.

Kesepuluh orang tersebut antara lain; ‘Urwah bin al-Zubayr, ‘Ubaydallah bin ‘Abdallah bin ‘Utbah, Abu Bakr bin ‘Abd al-Rahman, Abu Bakr bin Sulayman bin Abi Hathmah, Sulayman bin Yasar, al-Qasim bin Muhammad, Salim bin ‘Abdallah bin ‘Umar, ‘Abdallah bin ‘Abdallah bin ‘Umar, ‘Abdallah bin ‘Amin bin Rabi’ah, dan Kharijah bin Zayd.

Maka hadirlah kesepuluh orang tersebut di hadapan Umar bin Abdul Aziz. Setelah Umar mempersilakan mereka duduk, ia lalu berpidato, setelah mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT, ia berkata:

”Aku memanggil kalian untuk sesuatu yang kalian akan mendapatkan perhargaan atasnya, yaitu kalian akan membantu untuk memutuskan apa yang benar.

Aku tidak akan membuat satupun keputusan tanpa meminta pendapat kalian, atau setidaknya pendapat tersebut yang akan digunakan.

Apabila kalian melihat ada yang melampaui batas, atau melihat sebuah ketidakadilan dalam pemerintahanku yang sampai pada kalian, aku mohon kalian melaporkannya kepadaku.”

Mendengar ini mereka menjawab, “Semoga Allah memberimu kebaikan.” Selanjutnya mereka semua bubar.
Layak Dikunjungi
Penduduk Madinah merasakan perbedaan yang positif sejak dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz. Mereka mengirimkan surat kepada Al Walid yang isinya ucapan teriman kasih karena Al Walid sudah menunjuk Umar sebagai gubernur di Madinah.

Sejak dipimpin oleh Umar bin Abdul Azziz, Madinah menjadi tempat yang layak dikunjungi. Ia merenovasi Masjid Nabawi dan memuliakan ummul mukminin dengan merenovasi juga rumah-rumah mereka.

Salah satu yang cukup monumental, adalah perlakuannya kepada pengikut Ali bin Abi Thalib atau kelompok Syiah. Selama turun temurun, para pemimpin dinasti Umayyah memperlakukan kelompok ini sangat diskriminatif. Baru di bawah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz lah kelompok ini diperlakukan secara baik dan tanpa diskriminasi.

Tapi sayangnya, karena sikapnya yang seperti ini, usia jabatan Umar bin Abdul Aziz hanya berlangsung 4 tahun. Setelah itu kedudukkan dicopot oleh Al Walid.

Surat yang Bocor
Cerita tentang mencopotan kedudukan Umar sebagai gubernur Madinah ini bermula ketika begitu banyak kelompok Syiah dari Irak datang mengungsi ke kota Madinah.

Di Irak, mereka diperlakukan dengan keras oleh Hajjaj bin Yusuf. Maka ketika mendengar munculnya seorang gubernur yang adil di Madinah mereka memohon perlindungan ke sana.

Mendengar keluhan mereka, Umar bin Abdul Aziz akhirnya menulis surat kepada Al Walid. Ia menginformasikan semua perbuatan Hajjaj kepada kelompok ini. Tapi isi surat itu bocor dan diketahui oleh Hajjaj bin Yusuf.

Iapun akhirnya menulis surat yang sejenis kepada Al Walid. Ia mengatakan dalam suratnya bahwa, perlakuan kerasnya kepada kelompok Syiah tersebut semata-mata untuk mengamankan posisi dan legitimasi dinasti Umayyah.

Justru sebaliknya, Hajjaj berbalik mengecam sikap Umar yang dinilainya terlalu lunak kepada kelompok tersebut. Sikap Umar tersebut menurut Hajjaj bisa melemahkan posisi dinasti Umayyah.

Hajjaj bin Yusuf memiliki posisi tersendiri bagi Al Walid. Ia tidak bisa menegasikan peran sentral Hajjaj dalam mengokohkan pondasi kekuasaan Dinasti Umayyah. Maka setelah membaca surat dari Hajjaj, Al Walid membalas surat tersebut dengan berkata, “Ajukan aku beberapa nama”, kemudian Hajjaj mengajukan dua nama, ‘Uthman bin Hayyan dan Khalid bin ‘Abdullah.

Setelah mendapatkan rekomendasi nama dari Hajjaj, maka Umar pun langsung dicopot. Al-Walid kemudian menunjuk Uthman bin Hayyan sebagai Gubernur Makkah, dan Khalid bin Abdullah menjadi Gubernur Madinah.

Tapi bagaimanapun kuatnya, Hajjaj bin Yusuf hanya seorang abdi. Dalam skema perebutan kekuasan Khalifah, ia tidak berdaya. Sebagaimana sudah diamanatkan oleh Abdul Malik, bahwa khalifah pengganti Al-Walid adalah Sulaiman bin Abdul Malik.

Hubungan Sulaiman dengan Hajjaj tidaklah baik. Maka ketika Hajjaj mendengar kabar bahwa Al-Walid menderita sakit, ia langsung berdoa agar ia lebih baik diwafatkan sebelum Sulaiman naik takhta. Dan doanya terkabul. Dia wafat hanya beberapa bulan sebelum Sulaiman naik takhta.

Selanjutnya Al Walid wafat pada tahun 96 H. Maka naiklah Sulaiman bin Abdul Malik menjadi Khalifah. Nah, pada masa pemerintahan Sulaiman inilah karier politik Umar bin Abdul Aziz bangkit kembali. Sulaiman mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai tangan kanannya dan sebagai penasihat utama. Tangga politik inilah di kemudian hari yang mengantarkan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, pengganti Sulaiman bin Abdul Malik.
(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: