Kisah Umar Bin Al-Khattab Menyelidiki Gubernurnya yang Tak Pernah Setor Pajak
Khalifah Umar bin Khattab terkenal tegas dalam menindak pejabat yang korup. Tak sedikit sahabat Nabi Muhammad SAW , yang diangkat menjadi gubernur di era Umar, karena diduga korupsi dipecat dan hartanya disita negara. Suatu kali, Umar membidik Umair bin Saad Al-Anshari yang dianggap menyalahi aturan.
Dalam buku "Uyun Al-Hikayat Min Qashash Ash-Shalihin wa Nawodir Az-Zahidin" karya Imam Ibnul Jauzi dikisahkan kala itu, Umair bin Saad Al-Anshari diutus Khalifah Umar bin Khattab menjadi gubernur Homs. Sudah setahun ia menjabat namun tak mengirim berita kepadanya.
“Kirimlah surat kepada Umair, karena demi Allah, saya lihat dia sudah menyalahi aturan. Isinya: Jika surat ini sampai kepadamu, maka datanglah kemari. Sambil engkau bawa harta hasil pengumpulan fai' dari kaum muslimin," perintah Khalifah Umar kepada sekretarisnya.
Usai membaca surat itu, Umair bergegas mengambil tasnya, kemudian di dalamnya dia masukkan bekalnya, dan piringnya, dan menggantungkan perlengkapan pribadinya. Kemudian dia mengambil tongkatnya. Setelah itu, dia segera berangkat berjalan kaki dari Homs ke Madinah.
Begitu sampai Madinah, kondisi warna tubuhnya sudah pucat, dan wajahnya kusut penuh debu, sedangkan bulu-bulu di wajahnya sudah memanjang. Kemudian dia masuk menemui Khalifah Umar, dan memberi salam, “Assalamualaikum, wahai Amirul Mukminin, warahmatullahi wabarakatuh.”
Umar bertanya, “Bagaimana kabarmu?”
Umair menjawab, “Bagaimana menurutmu kondisiku? Bukankah engkau lihat diriku berbadan sehat!? Dan saya membawa dunia yang saya tarik tali-tali kekangnya?"
“Apa yang engkau bawa?” tanya Umar yang menyangka dia membawa banyak harta.
“Saya membawa tasku, yang di dalamnya saya letakkan bekalku, dan piringku untuk makan, dan saya jadikan tempat air untuk mencuci kepala dan bajuku, juga tempat airku untuk wudhu dan minum, dan tongkat yang saya gunakan menopang tubuh, serta menjadi senjataku jika ada orang jahat yang menyerangku. Demi Allah, dunia hanyalah seperti itu.”
“Engkau datang ke sini berjalan kaki?”
“Iya.”
“Tidak adakah seorang muslim yang memberikan seekor kuda yang bisa engkau naiki ke sini?”
“Mereka tidak memberikannya, dan saya pun tidak memintanya kepada mereka."
“Sangat buruk sekali sikap orang-orang muslim di tempat tugasmu itu.”
“Bertakwalah kepada Allah, hai Umar. Allah telah melarang kita berbuat ghibah. Sementara saya melihat mereka menunaikan sholat subuh.”
“Apa yang membuatmu tidak mengirim kabar sejak lama? Dan apa yang telah engkau lakukan?”
“Mengapa engkau tanyakan itu, wahai Amirul Mukminin?” ujar Umair balik bertanya. “Subhanallah!”
Umair berkata, “Seandainya saya tidak khawatir akan membuatmu sedih, niscaya saya tidak ingin memberitahukan tentang mengapa saya tidak mengirim berita selama setahun. Yang telah saya lakukan saat saya datang ke Homs adalah saya mengumpulkan orang-orang yang terpercaya di sana. Kemudian saya tugaskan mereka untuk mengumpulkan harta fai' mereka. Dan setelah harta itu terkumpul, saya salurkan kepada orang-orang yang berhak. Seandainya dalam harta tersebut ada hakmu, niscaya saya bawa hakmu itu ke sini.”
“Apakah engkau membawa sesuatu harta untuk kami di sini?” tanya Umar lagi.
“Tidak!” jawab Umair.
Umar berkata kepada sekretarisnya, “Buatkanlah surat tugas yang baru untuk Umair.”
Umair berkata, “Apa yang saya lakukan itu bukan untukmu, juga bukan untuk seorang pun setelahmu. Demi Allah, saya sebelumnya tidak mau menerima jabatan itu. Dan saat ini pun saya tidak mau menerimanya. Saya bahkan telah berkata kepada seorang Nashrani: 'Allah menghinakanmu'. Dan inilah yang engkau sedang berikan kepadaku, hai Umar. Karena hari-hari yang paling berat bagiku adalah saat engkau memberikan tugas kepadaku sebagai gubernur.”
Kemudian Umair meminta izin untuk pulang. Maka Umar pun memberikannya izin untuk kembali ke rumahnya. Jarak rumahnya beberapa mil dari kantor Umar.
Setelah Umair pulang, Umar pun berkata kepada sektretarisnya, “Saya melihat dia sudah melakukan pelanggaran.”
Umar selanjutnya mengutus seseorang bernama Al-Harits. Dan dia memberikan seratus dinar kepadanya. Sambil memerintahkan, “Pergilah ke rumah Umair, kemudian bersikaplah seperti tamu. Jika engkau melihat suatu bukti penyimpangan, segera engkau kembali ke sini. Sedangkan jika engkau melihat kondisi ekonominya sangat sulit, berikanlah kepadanya seratus dinar ini.”
Al-Harits segera berangkat ke tempat Umair. Setelah sampai, dia melihat Umair sedang duduk sambil merapatkan bajunya ke tembok. Dia pun segera mengucapkan salam kepadanya.
Umair berkata, “Turunlah dari kendaraanmu, saudara. Semoga Allah merahmatimu.,” Dia pun segera turun.
Kemudian Umair bertanya, “Dari mana engkau?”
“Dari Madinah."
“Bagaimana kondisi Amirul Mukminin, saat engkau tinggalkan?”
“Dia orang saleh.”
“Bagaimana kondisi kaum muslimin saat engkau tinggalkan?”
“Mereka juga orang-orang saleh.”
“Bukankah Umar telah menjatuhkan hukuman hudud?”
“Benar, dia telah menghukum anaknya karena melakukan perbuatan yang melanggar syari'at, sehingga anaknya itu mati.”
Umair berkata, “Ya Allah, berikanlah pertolongan kepada Umar. Saya mengetahui dia berlaku keras karena kecintaannya kepada-Mu.”
Kemudian Al-Harits tinggal selama tiga hari di rumah Umair. Saat itu keluarga Umair hanya memiliki satu potong roti gandum. Dan keluarga Umair pun mengkhususkan roti gandum itu untuk tamunya, sementara mereka menahan lapar, hingga mereka kelelahan.
Akhirnya Umair berkata kepada tamunya, “Engkau telah membuat kami kelaparan. Jika engkau ingin berangkat dari tempat kami, maka silakan”
Al-Harits selanjutnya mengeluarkan dinar-dinar yang dia bawa dari Umar, kemudian dia berikan kepada Umair. Sambil berkata, “Amirul Mukminin mengutusku untuk memberikan ini kepadamu, gunakanlah harta ini untuk keperluanmu”
Mendapati hal itu, Umair berteriak, “Saya tidak memerlukan harta ini, tolong kembalikan kepada Umar.”
Umair berkata, “Demi Allah, saya tidak mempunyai sesuatu yang bisa digunakan untuk menyimpan dinar-dinar ini” mendengar itu, istrinya menyobek sebagian kain pelapis yang dia pakai, kemudian memberikan selembar sobekan kain itu kepada Umair, yang digunakan Umair untuk menyimpan dinar-dinar itu.
Selanjutnya Umair membagi bagikan dinar itu kepada anak-anak para syuhada. Kemudian dia kembali ke rumah. Dan utusan itu menduga dia akan diberikan bagian dari dinar-dinar itu. Tapi Umair berkata kepadanya, “Sampaikan salamku kepada Amirul Mukminin.”
Al-Harits pun kembali menemui Umar. Dan Umar bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lihat?”
Dia menjawab, “Saya melihat Umair dalam keadaan sangat kesulitan.”
“Apa yang dia lakukan dengan dinar-dinar itu?”
“Saya tidak tahu.”
Umar kemudian menulis surat kepadanya, “Jika suratku ini, segera datang ke tempatku.”
Umair pun segera berangkat ke tempat Umar, dan langsung menemuinya. Saat bertemu dengannya, Umar melontarkan pertanyaan kepadanya, “Saya bersumpah, engkau harus menjelaskan kepadaku tentang apa yang telah engkau lakukan dengan dinar-dinar itu.”
Umair berkata, “Saya telah gunakan untuk kepentingan diriku.”
Umar berkata, “Semoga Allah merahmatimu.”
Kemudian Umar memerintahkan untuk memberikan dia satu wasag (122,4 kg) bahan makanan dan dua baju. Mendapati hal itu, Umair berkata, “Tentang makanan itu, saya tidak memerlukannya. Karena saya telah meninggalkan dua sha' (2,04 kg) gandum di rumahku, hingga saya dapat makan darinya, dan rezeki yang lain datang.”
Karena itu, Umair tidak mengambil bahan makanan itu. “Sedangkan tentang dua pakaian, Ummu Fulanah kekurangan pakaian” Maka dia pun mengambil dua pakaian itu dan kembali ke rumahnya. Tidak lama setelah peristiwa itu, Umair meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya.
Berita kematiannya sampai kepada Umar, dan Umar pun merasa kehilangan, dan mendoakannya agar dirahmati oleh Allah SWT. Kemudian dia berjalan bersama orang-orang yang mengantar jenazahnya ke pemakaman Baqi.
Selanjutnya dia berkata kepada para sahabatnya, “Hendaknya kalian mengungkapkan apa angan-angan kalian, dalam kesempatan ini?”
Seorang lelaki berkata, “Saya berharap, saya punya uang untuk digunakan membebaskan budak, segini dan segini” Sahabatnya yang lain berkata, “Saya berharap mempunyai uang untuk digunakan berinfaq fi sabilillah” Dan yang lain berkata, “Saya berharap punya kekuatan fisik yang lebih, sehingga bisa menimba air zam-zam, untuk memberi minum para jamaah haji.”
Sedangkan Umar berkata, “Saya berharap mempunyai sahabat seperti Umair bin Saad, yang kemudian saya pinta dia menjadi pejabat untuk mengurus kepentingan kaum muslimin."
Dalam buku "Uyun Al-Hikayat Min Qashash Ash-Shalihin wa Nawodir Az-Zahidin" karya Imam Ibnul Jauzi dikisahkan kala itu, Umair bin Saad Al-Anshari diutus Khalifah Umar bin Khattab menjadi gubernur Homs. Sudah setahun ia menjabat namun tak mengirim berita kepadanya.
“Kirimlah surat kepada Umair, karena demi Allah, saya lihat dia sudah menyalahi aturan. Isinya: Jika surat ini sampai kepadamu, maka datanglah kemari. Sambil engkau bawa harta hasil pengumpulan fai' dari kaum muslimin," perintah Khalifah Umar kepada sekretarisnya.
Usai membaca surat itu, Umair bergegas mengambil tasnya, kemudian di dalamnya dia masukkan bekalnya, dan piringnya, dan menggantungkan perlengkapan pribadinya. Kemudian dia mengambil tongkatnya. Setelah itu, dia segera berangkat berjalan kaki dari Homs ke Madinah.
Begitu sampai Madinah, kondisi warna tubuhnya sudah pucat, dan wajahnya kusut penuh debu, sedangkan bulu-bulu di wajahnya sudah memanjang. Kemudian dia masuk menemui Khalifah Umar, dan memberi salam, “Assalamualaikum, wahai Amirul Mukminin, warahmatullahi wabarakatuh.”
Umar bertanya, “Bagaimana kabarmu?”
Umair menjawab, “Bagaimana menurutmu kondisiku? Bukankah engkau lihat diriku berbadan sehat!? Dan saya membawa dunia yang saya tarik tali-tali kekangnya?"
“Apa yang engkau bawa?” tanya Umar yang menyangka dia membawa banyak harta.
“Saya membawa tasku, yang di dalamnya saya letakkan bekalku, dan piringku untuk makan, dan saya jadikan tempat air untuk mencuci kepala dan bajuku, juga tempat airku untuk wudhu dan minum, dan tongkat yang saya gunakan menopang tubuh, serta menjadi senjataku jika ada orang jahat yang menyerangku. Demi Allah, dunia hanyalah seperti itu.”
“Engkau datang ke sini berjalan kaki?”
“Iya.”
“Tidak adakah seorang muslim yang memberikan seekor kuda yang bisa engkau naiki ke sini?”
“Mereka tidak memberikannya, dan saya pun tidak memintanya kepada mereka."
“Sangat buruk sekali sikap orang-orang muslim di tempat tugasmu itu.”
“Bertakwalah kepada Allah, hai Umar. Allah telah melarang kita berbuat ghibah. Sementara saya melihat mereka menunaikan sholat subuh.”
“Apa yang membuatmu tidak mengirim kabar sejak lama? Dan apa yang telah engkau lakukan?”
“Mengapa engkau tanyakan itu, wahai Amirul Mukminin?” ujar Umair balik bertanya. “Subhanallah!”
Umair berkata, “Seandainya saya tidak khawatir akan membuatmu sedih, niscaya saya tidak ingin memberitahukan tentang mengapa saya tidak mengirim berita selama setahun. Yang telah saya lakukan saat saya datang ke Homs adalah saya mengumpulkan orang-orang yang terpercaya di sana. Kemudian saya tugaskan mereka untuk mengumpulkan harta fai' mereka. Dan setelah harta itu terkumpul, saya salurkan kepada orang-orang yang berhak. Seandainya dalam harta tersebut ada hakmu, niscaya saya bawa hakmu itu ke sini.”
“Apakah engkau membawa sesuatu harta untuk kami di sini?” tanya Umar lagi.
“Tidak!” jawab Umair.
Umar berkata kepada sekretarisnya, “Buatkanlah surat tugas yang baru untuk Umair.”
Umair berkata, “Apa yang saya lakukan itu bukan untukmu, juga bukan untuk seorang pun setelahmu. Demi Allah, saya sebelumnya tidak mau menerima jabatan itu. Dan saat ini pun saya tidak mau menerimanya. Saya bahkan telah berkata kepada seorang Nashrani: 'Allah menghinakanmu'. Dan inilah yang engkau sedang berikan kepadaku, hai Umar. Karena hari-hari yang paling berat bagiku adalah saat engkau memberikan tugas kepadaku sebagai gubernur.”
Kemudian Umair meminta izin untuk pulang. Maka Umar pun memberikannya izin untuk kembali ke rumahnya. Jarak rumahnya beberapa mil dari kantor Umar.
Setelah Umair pulang, Umar pun berkata kepada sektretarisnya, “Saya melihat dia sudah melakukan pelanggaran.”
Umar selanjutnya mengutus seseorang bernama Al-Harits. Dan dia memberikan seratus dinar kepadanya. Sambil memerintahkan, “Pergilah ke rumah Umair, kemudian bersikaplah seperti tamu. Jika engkau melihat suatu bukti penyimpangan, segera engkau kembali ke sini. Sedangkan jika engkau melihat kondisi ekonominya sangat sulit, berikanlah kepadanya seratus dinar ini.”
Al-Harits segera berangkat ke tempat Umair. Setelah sampai, dia melihat Umair sedang duduk sambil merapatkan bajunya ke tembok. Dia pun segera mengucapkan salam kepadanya.
Umair berkata, “Turunlah dari kendaraanmu, saudara. Semoga Allah merahmatimu.,” Dia pun segera turun.
Kemudian Umair bertanya, “Dari mana engkau?”
“Dari Madinah."
“Bagaimana kondisi Amirul Mukminin, saat engkau tinggalkan?”
“Dia orang saleh.”
“Bagaimana kondisi kaum muslimin saat engkau tinggalkan?”
“Mereka juga orang-orang saleh.”
“Bukankah Umar telah menjatuhkan hukuman hudud?”
“Benar, dia telah menghukum anaknya karena melakukan perbuatan yang melanggar syari'at, sehingga anaknya itu mati.”
Umair berkata, “Ya Allah, berikanlah pertolongan kepada Umar. Saya mengetahui dia berlaku keras karena kecintaannya kepada-Mu.”
Kemudian Al-Harits tinggal selama tiga hari di rumah Umair. Saat itu keluarga Umair hanya memiliki satu potong roti gandum. Dan keluarga Umair pun mengkhususkan roti gandum itu untuk tamunya, sementara mereka menahan lapar, hingga mereka kelelahan.
Akhirnya Umair berkata kepada tamunya, “Engkau telah membuat kami kelaparan. Jika engkau ingin berangkat dari tempat kami, maka silakan”
Al-Harits selanjutnya mengeluarkan dinar-dinar yang dia bawa dari Umar, kemudian dia berikan kepada Umair. Sambil berkata, “Amirul Mukminin mengutusku untuk memberikan ini kepadamu, gunakanlah harta ini untuk keperluanmu”
Mendapati hal itu, Umair berteriak, “Saya tidak memerlukan harta ini, tolong kembalikan kepada Umar.”
Selanjutnya, istri Umair berkata, “Engkau bisa ambil jika engkau memerlukannya. Dan jika engkau tidak memerlukannya, engkau bisa berikan kepada orang-orang yang menurutmu memerlukannya”
Umair berkata, “Demi Allah, saya tidak mempunyai sesuatu yang bisa digunakan untuk menyimpan dinar-dinar ini” mendengar itu, istrinya menyobek sebagian kain pelapis yang dia pakai, kemudian memberikan selembar sobekan kain itu kepada Umair, yang digunakan Umair untuk menyimpan dinar-dinar itu.
Selanjutnya Umair membagi bagikan dinar itu kepada anak-anak para syuhada. Kemudian dia kembali ke rumah. Dan utusan itu menduga dia akan diberikan bagian dari dinar-dinar itu. Tapi Umair berkata kepadanya, “Sampaikan salamku kepada Amirul Mukminin.”
Al-Harits pun kembali menemui Umar. Dan Umar bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lihat?”
Dia menjawab, “Saya melihat Umair dalam keadaan sangat kesulitan.”
“Apa yang dia lakukan dengan dinar-dinar itu?”
“Saya tidak tahu.”
Umar kemudian menulis surat kepadanya, “Jika suratku ini, segera datang ke tempatku.”
Umair pun segera berangkat ke tempat Umar, dan langsung menemuinya. Saat bertemu dengannya, Umar melontarkan pertanyaan kepadanya, “Saya bersumpah, engkau harus menjelaskan kepadaku tentang apa yang telah engkau lakukan dengan dinar-dinar itu.”
Umair berkata, “Saya telah gunakan untuk kepentingan diriku.”
Umar berkata, “Semoga Allah merahmatimu.”
Kemudian Umar memerintahkan untuk memberikan dia satu wasag (122,4 kg) bahan makanan dan dua baju. Mendapati hal itu, Umair berkata, “Tentang makanan itu, saya tidak memerlukannya. Karena saya telah meninggalkan dua sha' (2,04 kg) gandum di rumahku, hingga saya dapat makan darinya, dan rezeki yang lain datang.”
Karena itu, Umair tidak mengambil bahan makanan itu. “Sedangkan tentang dua pakaian, Ummu Fulanah kekurangan pakaian” Maka dia pun mengambil dua pakaian itu dan kembali ke rumahnya. Tidak lama setelah peristiwa itu, Umair meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya.
Berita kematiannya sampai kepada Umar, dan Umar pun merasa kehilangan, dan mendoakannya agar dirahmati oleh Allah SWT. Kemudian dia berjalan bersama orang-orang yang mengantar jenazahnya ke pemakaman Baqi.
Selanjutnya dia berkata kepada para sahabatnya, “Hendaknya kalian mengungkapkan apa angan-angan kalian, dalam kesempatan ini?”
Seorang lelaki berkata, “Saya berharap, saya punya uang untuk digunakan membebaskan budak, segini dan segini” Sahabatnya yang lain berkata, “Saya berharap mempunyai uang untuk digunakan berinfaq fi sabilillah” Dan yang lain berkata, “Saya berharap punya kekuatan fisik yang lebih, sehingga bisa menimba air zam-zam, untuk memberi minum para jamaah haji.”
Sedangkan Umar berkata, “Saya berharap mempunyai sahabat seperti Umair bin Saad, yang kemudian saya pinta dia menjadi pejabat untuk mengurus kepentingan kaum muslimin."
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment