Ketika Mekkah Jadi Negeri Para Pedagang, Begini Peran Penting Leluhur Nabi Muhammad SAW
Perintis perdagangan di Mekkah adalah leluhur Nabi Muhammad SAW , setidaknya ini era pasca-Qushay sebagai pengelola Kota Mekkah dan Kakbah . Abd Manaf membuat perjanjian perdamaian dengan tetangga-tetangganya.
Anak-anak Abd Manaf, yaitu Hasyim, Abd Syams, Muthalib, dan Naufal adalah pionir perdagangan di kota Mekkah. "Hasyim yang membuat ketentuan perjalanan musim, musim dingin dan musim panas. Perjalanan musim dingin ke Yaman, dan perjalanan musim panas ke Suriah," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya "Sejarah Hidup Muhammad".
Ali Husni Al-Kharbuthli dalam bukunya berjudul "Sejarah Ka’bah" menambahkan Hasyim sendiri membuat perjanjian sebagai tetangga baik dan bersahabat dengan Imperium Romawi dan dengan penguasa Ghassan.
Pihak Romawi mengizinkan orang-orang Quraisy memasuki Suriah dengan aman. Demikian juga Abd Syams membuat pula perjanjian dagang dengan Najasyi (Negus). "Selanjutnya Naufal dan Muthalib juga membuat persetujuan dengan Persia dan perjanjian dagang dengan pihak Himyar di Yaman," tutur Haekal.
Mekkah pun bertambah kuat dan bertambah makmur. Demikian pandainya penduduk kota itu dalam perdagangan sehingga tak ada pihak lain yang semasa yang dapat menyainginya.
Rombongan kafilah datang ke tempat itu dari segenap penjuru dan berangkat lagi pada musim dingin dan musim panas. Di sekitar tempat itu didirikan pasar-pasar guna menjalankan perdagangan itu.
Menurut Philip K Hitti dalam bukunya "History of the Arabs", masyarakat Mekkah yang progresif dan memiliki naluri dagang telah berhasil mengubah kota tersebut menjadi pusat kemakmuran. Dan, bangsa Arab melalui suku Quraisy termasuk pelaku dagang global paling awal di Jazirah Arab .
Fuad Hashem juga mengatakan masyarakat Mekkah memang mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Jiwa saudagar telah menyatu dalam denyut nadi masyarakat yang hidup di tengah gurun tandus ini. Strabo (63/64 SM), Geografer dan Sejarawan Yunani Kuno, pernah melukiskan profesi sebagian besar masyarakat Arab, jika tidak pedagang pastilah makelar.
Demikian juga dengan Badia Y Leblich (1767–1818), seorang mata-mata Kristen Spanyol, menyebut bahwa masyarakat Arab telah melayani perdagangan internasional dua imperium besar (Romawi dan Persia) sejak lama.
Untuk itulah jika ditinjau dari sisi geografis, Mekkah memang terletak di tengah rute perdagangan strategis, tepat berada pada pertemuan jalur perdagangan dunia: baik darat maupun laut.
Jalur penting ini menghubungkan antara Yaman di Selatan dengan laut Arab dan Suriah di Utara. Di wilayah barat berbatasan dengan laut Merah dan Semenanjung Sinai (Mesir) di Asia Barat, dan di wilayah timur berbatasan dengan Teluk Persia. Sehingga memungkinkan terciptanya jalur perniagaan dari Timur ke Barat, yakni dari Eropa menuju Mesopotamia (Irak). Atau, perdagangan dari Selatan ke Utara, pedagang bangsa Timur (Cina, India), menuju Barat (Eropa) melalui Yaman.
Inovasi Hasyim bin Abdul Manaf
Semula Mekkah hanyalah sebagai tempat persinggahan,selain karena keberadaan Kakbah sebagai tempat ziarah spiritual juga memiliki sumber air zamzam yang cukup melimpah untuk melepas dahagakaravan pedagang di jalur tersebut.
Sehingga pola perdagangan di Mekkah lebih bersifat pasif, aktivitas jual-beli terbatas dilakukan dengan karavan yang melintasi Mekkah semata. Barulah ketika masa kepemimpinan Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay, dia melakukan inovasi dengan membuka perjalanan niaga keluar negeri dua kali dalam setahun.
Kafilah dagang meninggalkan Mekkah di musim dingin berangkat ke Selatan ke negeri Yaman yang hangat. Di Yaman mereka mendapatkan barang seperti emas, permata, sutera dan berbagai jenis tekstil dari India, serta berbagai jenis dupa dan rempah-rempah: kayu manis, kunyit, merica, jahe, dan lainnya.
Jika musim panas, mereka pergi berniaga ke negeri Syam (Suriah) dan Gaza (Palestina) yang sejuk. Dari sinilah mereka membawa anggur, telur burung unta, kulit hewan, dan berbagai komoditas lain yang berasal dari Eropa. Allah SWT melukiskan perjalanan duta dagang saudagar Quraisy ini dalam Al-Quran surat Quraisy ayat 1-2: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Yaitu) kebiasaan melakukan perjalan dagang pada musim dingin dan musim panas.”
Misi dagang ke berbagai belahan dunia Arab ini tak lepas dari faktor etos kerja Quraisy yang tinggi. Etos dagang yang tidak hanya terbatas di sekitar Makkah, tapi juga juga membuka hubungan dengan berbagai bangsa lain di belahan dunia.
Mahmood Ibrahim dalam buku berjudul "Social Economic Condition in Pre-Islamic Mecca" menjelaskan, untuk membangun sebuah jalur perdagangan yang bersifat global semacam ini tidak mudah. Karena berbagai tantangan dan ancaman keamanan kafilah dagang senantiasa berada di depan mata. Untuk itulah, Hasyim membangun kerja sama dengan para kepala suku di sepanjang rute perdagangan ke Suriah dan Yaman. Bahkan, dia juga berhasil meyakinkan pemimpin Byzantium untuk menjalin kerjasama dengan Quraisy.
Hasyim kemudian mengamankan jalur yang aman di Suriah untuk pedagang Mekkah yang mulai mengunjungi pasar Mesir dan Suriah seperti Gaza (tempat Hasyim akhirnya meninggal dunia) dan Busra di mana gandum merupakan komoditas impor utama Mekkah.
Aliansi dengan suku-suku yang jauh ini memungkinkan karavan-karavan Mekkah melintasi daerah-daerah baru dan mengunjungi pasar-pasar baru. Kabilah-kabilah yang ada sepanjang jalur ini ikut menjaga keamanan mereka dan siap memberi sanksi tegas kepada siapapun yang berbuat jahat kepada kafilah Quraisy.
Langkah Hasyim ini kemudian diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Nawfal membuka jalan ke Irak, Abd Syams mengembangkan perdagangan dengan Abyssinia, dan Abdul Muthalib dengan Yaman.
Sejarawan menyebut, setiap berkunjung ke Yaman, Abdul Muthalib bukan hanya berkunjung ke tokoh-tokoh suku Himyar, tapi juga mendatangi raja-raja Yaman dan membuat perjanjian (ilaf) untuk dapat bebas berdagangdi negeri itu.
Sejak kaum Quraisy mengatur dua kali perjalanan dagang dalam setahun, ke Yaman dan Suriah, maka penduduk Mekkah menjadi sangat sibuk dengan dua aktivitas: ekonomi dan keagamaan.
Kota Mekkah pengaruhnya mulai mengalahkan kota besar lainnya, seperti Sanaa di Yaman dan bagian utara Suriah, yang telah tunduk pada kekuasaan Romawi ataupun Persia.
Menurut Fred M. Donner dalam "Muhammad dan Umat Beriman, Asal Usul Islam" para pedagang Quraisy berpartisipasi aktif dalam perdagangan internasional, bepergian dengan karavan besar ke Mesir, Suriah, Irak, Yaman, dan Abyssinia (Ethiopia).
Di samping itu, sejumlah bazar-bazar musiman dan Pasar Ukaz di dekat kota Mekkah, sepanjang tahun terus melakukan transaksi perdagangan. Bahkan beberapa sumber sejarah menyebutkan Pasar Ukaz adalah pusat komoditas barang-barang mahal dari Afrika Timur, India, dan Yaman, seperti barang-barang dari gading gajah, logam mulia dari hasil tambang, budak-budak, beragam jenis rempah-rempah, dan makanan pokok.
Menurut Mahmood Ibrahim, pendekatan inovatif Hasyim dalam bisnis, telah mentransformasikan pengalaman panjang suku Quraisy dalam organisasi karavan dan manajemen usaha bersama yang membentuk jaringan di sepanjang Jazirah Arab. Hasyim telah menginisiasi skema partisipasi modal bersama antar-pedagang Mekkah.
Dengan skema kemitraan (saham) memungkinkan banyak pedagang untuk menyatukan modal mereka dan membentuk satu karavan besar yang menyediakan keamanan bagi investor kecil dan memobilisasi modal pedagang Mekkah di jalur perdagangan Asia Barat.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment