Kisah Bajak Laut dari Cina Terpana Menyaksikan Karomah Syekh Ibrahim as-Samarkandi
Suatu kali Syekh Ibrahim as-Samarkandi melakukan perjalanan ke Palembang dalam rangka mengunjungi muridnya, Adipati Arya Damar. Di tengah perjalanan beliau berjumpa dengan bajak laut yang paling ganas. Thio Bun Cai, bajak laut itu, terpana ketika menyaksikan karomah anggota Walisongo ini.
Dalam buku berjudul "Biografi Lengkap Syekh Siti Jenar" karya Sartono Hadisuwarno, disebutkan Syekh Ibrahim as-Samarkandi atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gresik, Raja Pandhita, atau Sayyid Haji Mustakim, merupakan putra dari Syekh Jumadil Kubra adalah wali yang pertama kali mengenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang Arya Damar sebelum menyebarkan agama Islam di daerah Tuban.
Nah, pada saat Sunan Gresik ke Palembang, kapal yang beliau tumpangi menjadi sasaran bajak laut Thio Bun Cai. Bajak laut dari Cina ini namanya paling ditakuti di Selat Malaka dan Laut Tiongkok Selatan. Para saudagar dari Tiongkok, Arab, dan Gujarat menjulukinya sebagai Lamhai Lomo, yang berarti iblis dari selatan.
Lamhai Lomo ditakuti karena saat itu ia adalah anak emas dari Liang Tau Ming, pemimpin bajak laut yang berkuasa di wilayah Selat Malaka dan Laut Tiongkok Selatan.
Liang Tau Ming dikenal sewaktu-waktu sanggup menggerakkan armadanya yang berjumlah 20 kapal dengan cepat. Maka dari itu, ketika ada yang berani mengganggu polah Lamhai Loho, tak tanggung-tanggung Liang Tau Ming beserta seluruh armadanya datang untuk membantu Lamhai Loho.
Roda kehidupan Lamhai Loho berubah ketika takjub menyaksikan karamah Syaikh Ibrahim as-Samarkandi yang saat itu hendak pergi ke daerah Palembang mengunjungi keponakan tiri istrinya yang menjadi Adipati Palembang.
Saat itu, Lamhai Loho berada dalam posisi sebagai pemimpin bajak laut yang membajak kapal yang ditumpangi Syekh Ibrahim as-Samarkandi di Kepulauan Anambas. Dalam peristiwa itu, para penumpang sangat ketakutan karena kapal yang mereka tumpangi dikepung oleh para bajak laut yang membawa pedang dan beberapa senjata tajam lengkap.
Dalam kondisi ketakutan itu, ada salah seorang bayi penumpang yang jatuh di tengah-tengah samudra, kemudian tenggelam ditelan ombak.
Saat itulah, Syekh Ibrahim as-Samarkandi yang mengenakan surban dan jubah putih melompat ke laut dan dengan tenang berdiri di atas hamparan air. Kemudian, dengan menghadapkan kedua tangannya ke laut, ia menarik bayi yang tenggelam ditelan ombak itu.
Lalu, dalam beberapa saat, terlihatlah bayi yang tenggelam sedang menangis di atas pangkuan Syekh Ibrahim as-Samarkandi. Kemudian, Syekh Ibrahim as-Samarkandi membawanya terbang ke kapal, dan menyerahkannya kepada orang tuanya.
Lamhai Loho beserta semua anak buahnya takjub menyaksikan keajaiban itu. Mereka berbalik sangat ketakutan, sehingga akhirnya melepaskan kapal yang tadinya ingin dibajak.
Selepas menyaksikan peristiwa itu, Lamhai Loho tiba-tiba berhasrat ingin menjadi orang yang baik dan meninggalkan segala kuasanya menjadi bajak laut.
Ia yang sebelumnya sangat kejam dan tak kenal ampun, tiba-tiba berubah menjadi orang sabar dan welas asih. Ia yang sebelumnya terkenal sangat berkuasa sebagai bajak laut, tiba-tiba meninggalkan pekerjaannya itu dan mulai hidup sebagai orang biasa.
Ia yang sebelumnya memiliki harta dan emas melimpah, tiba-tiba membagi-bagikan semua yang dimilikinya itu kepada orang-orang miskin di daerah pesisir Malaka dan Tiongkok Selatan.
Saat itu, timbul dalam hati Lamhai Loho keinginan untuk bertemu dengan Syekh Ibrahim as-Samarkandi. Kemudian, ia memutuskan untuk mencari Syekh Ibrahim as-Samarkandi di daerah Palembang.
Setelah bertemu dengan Syekh Ibrahim as-Samarkandi di daerah Palembang, Lamhai Loho mengikrarkan diri untuk menjadi muslim dan bertaubat dari segala dosa yang pernah dilakukannya.
Lamhai Loho mendapatkan nama baru dari Syekh Ibrahim as-Samarkandi sepulang menunaikan ibadah haji. Namanya yang dahulu diartikan sebagai iblis dari selatan berubah Haji Nashuhah.
Syekh Ibrahim as-Samarkandi memberikan nama Haji Nashuhah karena terkesima dengan pertaubatan yang dilakukan Lamhai Loho sesudah ia menjadi mualaf.
Sejak itu, para bajak laut yang menjadi anak buah Lamhai Loho membubarkan diri dari perkumpulan bajak laut di Selat Malaka. Dan, karena kedekatan emosional dengan Lamhai Loho, banyak di antara mereka yang mengikuti jejak Lamhai Loho menjadi mualaf dan bertaubat dari segala dosa yang pernah dilakukan.
Atas kemurahan hati Syekh Ibrahim as-Samarkandi, para bekas bajak laut itu dijadikan pengawal darat Adipati Arya Damar, dan sebagian yang lain ada juga yang dijadikan tentara Adipati Arya Damar.
Lamhai Loho yang sudah menjadi Haji Nashuhah menghabiskan sisa hidupnya untuk memperbanyak ibadah sembari membantu orang-orang yang mengarungi samudra di Selat Malaka.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment