Kisah Sufi Faridudin Attar: Semut dan Capung
Kisah ini hampir sama ditemukan juga dalam Divine Book karya Faridudin Attar , walaupun dalam penerapannya sedikit berbeda dari versi ini, yang diriwayatkan oleh seorang darwis Bokhara dekat makam Al-Shah, Bahaudin Naqshabandi.
Menurut Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes", kisah ini diambil dari buku catatan seorang Sufi yang disimpan di Masjid Agung di Jalalabad. Berikut kisahnya:
Menurut Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes", kisah ini diambil dari buku catatan seorang Sufi yang disimpan di Masjid Agung di Jalalabad. Berikut kisahnya:
Seekor semut dengan rencana tersusun di pikirannya, sedang mencari-cari madu ketika seekor capung hinggap pada kuntum bunga itu dan menghisap madunya. Capung itu sebentar-sebentar terbang pergi dan kembali lagi.
Kali ini Si Semut berkata, "Kau ini hidup tanpa usaha, juga tanpa rencana. Karena kau tidak punya tujuan nyata maupun cita-cita, apakah ciri utama dari hidupmu dan ke manakah akhirnya?'
Jawab Si Capung, "Aku bahagia, dan aku bersenang-senang, itu cukup nyata dan bertujuan. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh berencana sesukamu; kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada cara hidup yang lebih baik. Bagimu rencanamu, bagiku rencanaku."
Si Semut berpikir, 'Yang tampak olehku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa yang terjadi pada semut. Aku tahu apa yang terjadi pada capung. Baginya rencananya, bagiku rencanaku."
Si Semut pun berlalu, sebab ia telah memperingatkan sebisanya dalam situasi itu.
Hingga suatu ketika mereka bertemu lagi.
Si Semut menemukan kios tukang daging, dan dengan cerdik ia berdiri saja di bawah meja tempat daging, menunggu apa yang mungkin datang padanya.
Si Capung, begitu melihat daging merah dari atas, segera menukik dan hinggap di atasnya. Persis pada saat itu pisau tukang daging mengayun dan membelah capung itu menjadi dua.
Separoh tubuhnya jatuh di lantai dekat kaki Si Semut. Sambil memegang bangkai itu dan mulai menyeretnya ke sarang, Si Semut berkata kepada dirinya sendiri, "Berakhir sudah rencananya, dan rencanaku terus berlanjut, 'Baginya rencananya telah usai, 'bagiku rencanaku' mulai berputar. Kebanggaan tampaknya penting, tetapi fana. Hidup memakan, berakhir dengan dimakan oleh yang lainnya. Ketika kukatakan ini padanya, ia pikir aku perusak kesenangan.
Kisah ini juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi. Juga oleh Sapardi Djoko Damono dalam buku Kisah-Kisah Sufi, Kumpulan Kisah Nasehat Para Guru Sufi Selama Seribu Tahun yang Lampau.
Kali ini Si Semut berkata, "Kau ini hidup tanpa usaha, juga tanpa rencana. Karena kau tidak punya tujuan nyata maupun cita-cita, apakah ciri utama dari hidupmu dan ke manakah akhirnya?'
Jawab Si Capung, "Aku bahagia, dan aku bersenang-senang, itu cukup nyata dan bertujuan. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh berencana sesukamu; kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada cara hidup yang lebih baik. Bagimu rencanamu, bagiku rencanaku."
Si Semut berpikir, 'Yang tampak olehku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa yang terjadi pada semut. Aku tahu apa yang terjadi pada capung. Baginya rencananya, bagiku rencanaku."
Si Semut pun berlalu, sebab ia telah memperingatkan sebisanya dalam situasi itu.
Hingga suatu ketika mereka bertemu lagi.
Si Semut menemukan kios tukang daging, dan dengan cerdik ia berdiri saja di bawah meja tempat daging, menunggu apa yang mungkin datang padanya.
Si Capung, begitu melihat daging merah dari atas, segera menukik dan hinggap di atasnya. Persis pada saat itu pisau tukang daging mengayun dan membelah capung itu menjadi dua.
Separoh tubuhnya jatuh di lantai dekat kaki Si Semut. Sambil memegang bangkai itu dan mulai menyeretnya ke sarang, Si Semut berkata kepada dirinya sendiri, "Berakhir sudah rencananya, dan rencanaku terus berlanjut, 'Baginya rencananya telah usai, 'bagiku rencanaku' mulai berputar. Kebanggaan tampaknya penting, tetapi fana. Hidup memakan, berakhir dengan dimakan oleh yang lainnya. Ketika kukatakan ini padanya, ia pikir aku perusak kesenangan.
Kisah ini juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi. Juga oleh Sapardi Djoko Damono dalam buku Kisah-Kisah Sufi, Kumpulan Kisah Nasehat Para Guru Sufi Selama Seribu Tahun yang Lampau.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment