Mendoakan Anaknya yang Kafir, Nabi Nuh Menyesal dan Menangis Selama 300 Tahun
Allah SWT menegur Nabi Nuh AS karena mendoakan putranya yang kafir. Sadar akan kekeliruannya, Nabi Nuh menyesal. Beliau lantas menangis selama 300 tahun sehingga di bawah kedua matanya seperti air mancur karena seringnya dia menangis
Buku "Tetes-Tetes Air Mata Taubat" karya Abdul Nawwarah (2009) mengutip Wahib bin al-Ward ra menjelaskan, tatkala Allah mengolok-olok Nuh yang mendoakan anaknya, maka turunlah ayat, “Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”
"Nuh lantas menangis selama tiga ratus tahun sehingga di bawah kedua matanya seperti air mancur karena seringnya dia menangis," ujar Wahib.
Dalam buku ini diceritakan bagaimana tentang kasih sayang seorang ayah dan belas kasih terhadap buah hatinya. Nabi Nuh senantiasa berdoa kepada Allah siang-malam, secara samar maupun terang-terangan. Tujuannya agar Allah memberi hidayah terhadap anaknya, menyelamatkannya dari tenggelam dalam banjir di dunia serta azab yang pedih di akhirat kelak.
Nuh bermunajat kepada Tuhannya dengan memanjatkan doa. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran:
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.“ ( QS Hud : 45).
Inilah hati seorang ayah yang terbakar kesedihan lalu bermunajat terhadap Tuhannya, karena menyangka anaknya adalah anggota keluarganya dan memiliki keimanan. Inilah pujian yang dipanjatkan Nabi Nuh kepada Allah agar doanya diterima.
Lalu turunlah penjelasan dari Tuhan kepada Nuh secara gamblang dan sempurna. Allah berfirman:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." ( QS Hud : 46).
Artinya, wahai Nuh, sesungguhnya anakmu bukanlah keluargamu dalam keimanan. Dia telah melakukan sesuatu yang tidak pantas dilakukan.
Dalam sebuah riwayat hadits dijelaskan, “Dia telah melakukan perbuatan buruk sementara engkau tidak mengetahuinya. Dia adalah orang munafik yang menampakkan keimanan di hadapanmu dan menyimpan kekufuran dan kemunafikan, sedangkan engkau tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpenge-tahuan."
Allah memberi peringatan kepada Nuh yang tetap mendoakan anaknya yang kafir dan fasik. Allah juga memberi nasehat kepada Nuh agar jangan sekali-kali mengulangi perbuatannya itu.
Tatkala Nuh menyadari akan larangan dari Tuhannya dia bekata, Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (QS Hud : 47).
Nabi Nuh meminta maaf kepada Tuhannya, bertobat, beristighfar dan kembali kepada Allah. Selain itu Nabi Nuh tidak mengulangi perbuatannya lagi yaitu mendoakan anaknya, serta menangis sejadi-jadinya mengharap ridha Tuhannya.
Hakikat Keluarga
Sayyid Quthub menggambarkan betapa dalamnya permasalahan dialog yang dilakukan oleh Nuh tatkala mendoakan anaknya dengan Tuhannya yang kemudian memberikan bantahan tegas.
Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya."
Sayyid Qutub mengatakan Allah membantah pernyataan Nuh dengan menunjukkan hakikat yang seringkali dilupakan. Artinya hakikat sebuah keluarga dalam pandangan Allah - bukanlah hubungan disebabkan pertalian darah akan tetapi hubungan yang disebabkan pertalian akidah.
Sedangkan anak Nabi Nuh tidak beriman. Jadi dia bukanlah keluarga dari Nabi Nuh, seorang Nabi yang beriman.
Allah memberikan bantahannya dengan penuh ketetapan dan ketegasan sehingga seolah-olah menyerupai peringatan, perintah untuk bertobat dan ancaman.
Inilah hakikat agung dalam agama ini. Hakikat pertalian yang mengikat segalanya. Inilah pertalian akidah yang mengikat antara satu sama lain, yang tidak mungkin bisa diikat dengan pertalian nasab dan kekerabatan.
Engkau membencinya dan dia membencimu, meskipun anakmu lahir dari tulang rusukmu. Pertalian yang utama telah putus sehingga tidak ada lagi pertaliaan dan keterikatan setelahnya. Sebab, Nuh berdoa dengan kepada Dzat yang jika Dia berjanji tidak akan pernah tidak dilaksanakan. Sehingga bantahan yang disampaikan oleh Allah berbau perintah untuk melakukan tobat dan ancaman.
Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat) nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi."
Kasih sayang Allah tercurah kepada Nuh sehingga hatinya menjadi tenang. Allah juga memberkahi Nuh dan keturunannya yang saleh. Sedangkan keturunannya yang lain akan diberi azab yang pedih.
Kehidupan Nabi Nuh setelah mendapat ampunan Tuhannya dan setelah dia kembali kepada-Nya dan bertobat terhadap-Nya, menjadi kehidupan yang tenang di bawah naungan keimanan.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment