Sejarawan Turki : Benua Amerika Ditemukan Pertama Kali oleh Muslim
Dia menjadi amat tertarik pada sejarah kebudayaan dan peradaban Islam. Setelah berdiskusi dengan Ritter, dia kemudian mendaftar di Institut Studi Ketimuran, Universitas Istanbul, meski dengan tenggat waktu yang mendekati akhir.
Belakangan, Ritter sendiri menjadi pembimbing disertasinya. Dimulai pada masa penyelesaian disertasi, dia pun perlahan-lahan menguasai bahasa Arab. Ilmuwan yang poliglot ini sampai tutup usianya fasih bertutur dalam 25 bahasa asing lainnya, termasuk Latin, Ibrani, Syriac, dan Jerman.
Melalui karya ilmiahnya itu, Sezgin berhasil mempertahankan argumentasi bahwa Imam Bukhari meriwayatkan hadis tidak hanya berdasarkan sumber-sumber lisan, tetapi juga pelbagai naskah tertulis yang antara lain berasal dari abad ketujuh.
Disertasinya yang berjudul Mashadir al-Bukhari itu berhasil menangkis sementara orientalis Barat yang masih berkeyakinan bahwa periwayatan hadis semata-mata mengandalkan sumber lisan.
Ada satu pernyataan Sezgin yang belakangan sering dikutip sejumlah diplomat atau politikus, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Menurut sejarawan ini, para pelaut Muslim telah lebih dahulu mencapai Benua Amerika jauh sebelum ekspedisi Christopher Columbusyang terjadi pada 1420.
Sebagai buktinya, dia menunjukkan inskripsi pada peta yang ada. Selain itu, lanjutnya, perkembangan teknologi navigasi Eropa Barat pada permulaan abad ke-15 masih tertinggal daripada yang terdapat pada peradaban Islam.
Kendati tidak jarang menuai prokontra, sosok Sezgin masyhur sebagai ilmuwan yang pantang menyerah untuk bisa mengakses sumber-sumber sejarah yang otentik.
Seperti dipaparkan M Abdul Fathah dalam laman the Companion (10 Agustus 2018), Sezgin yang juga penulis buku Natural Sciences of Islam (lima jilid) ini pernah mengadakan perjalanan ke pelbagai perpustakaan kuno di Eropa dan Asia Barat.
Pada 1968, ilmuwan yang wafat sekitar dua bulan lalu itu menemukan empat buah buku karya Diophantus yang berjudul Arithmetica saat sedang menjelajah situs-situs kuno di Mashad, Iran Utara.
Diophantus, yang acap kali digelari 'Bapak Aljabar', itu merupakan ahli matematika dari Iskandariyah (Mesir) yang hidup dalam rentang akhir abad ketiga sebelum Masehi (SM).
Kegigihannya membuat bangga rakyat dan negara Turki. Tanah air nya itu menghargai jerih payahnya sepanjang karier profesional sela ku sejarawan.
Dia menyukai peran yang terus menjembatani kesalingpahaman antara peradaban Islam dan non-Islam.
Atas jasa-jasanya, pada 24 September 2012 wali kota Ankara Melih Gök çek mengubah nama sebuah alunalun di ibu kota Turki itu menjadi Taman Fuat Sezgin.
Sezgin juga menerima berbagai macam penghargaan dari mancanegara sebagai bentuk pengakuan atas kepakarannya. Pemerintah Turki mengganjar sejarawan tersebut dengan medali kehormatan dalam bidang budaya dan kesenian.
Namanya pun tercatat selaku anggota di sejumlah lembaga asosiasi ilmuwan negara-negara Muslim, semisal Akademi Sains Turki, Akademi Kerajaan Maroko, serta Akademi Bahasa Arab di Kairo (Mesir), Damaskus (Suriah), dan Baghdad (Irak).
Wafat Pada 1 Juli 2018, dunia berduka. Profesor Fuat Sezgin dikabarkan meninggal dunia di Istanbul dalam usia 95 tahun. Sebelum wafat, almarhum sempat menjalani serangkaian perawatan di rumah sakit.
Mengutip berita Hurriyet Daily News pada tanggal tersebut, sejumlah pemimpin dunia menghaturkan selamat jalan dan doa kebaikan serta mengenang jasa-jasanya. Adapun jasadnya lantas dikebumikan di dekat Masjid Fatih, Istanbul.
Melalui akun Twitter-nya, pemimpin Turki Erdogan menyatakan dukacita: “Saya berharap, semoga kasih sayang Allah dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya, termasuk ilmuwan besar kita Prof Dr Fuat Sezgin. Dia berjasa dalam mengungkap wa risan peradaban dan sejarah kita (umat Islam) melalui karya-karyanya terkait sejarah saintifik Islam. Duka cita yang mendalam bagi bangsa ini, keluarga sang almarhum, serta dunia keilmuan pada umumnya.”
Fuat Sezgin meninggalkan karya-karya besar yang sepatutnya tidak hanya menjadi rujukan, tetapi juga estafet untuk diteruskan generasi-generasi berikutnya.
GAS karyanya mengulas naskah-naskah Arab- Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga empat abad kemudian. Oleh karena itu, kitab tersebut dapat menjadi pembuka jalan bagi siapa pun yang hendak mengkaji manuskrip kebudayaan dan peradaban Islam, bahkan melanjutkan perjuangan sang penulisnya.
No comments:
Post a Comment