Abu Bakar, Ahli Tafsir Mimpi yang Banyak Mengajak Bangsawan Quraisy Masuk Islam
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling dekat. Setelah masuk Islam, beliau banyak mengajak para bangsawan Quraisy masuk Islam. Beliau dikarunia Allah Taala dengan keahlian menafsirkan mimpi.
Sejarawan Ibnu Saad meriwayatkan, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mencapai puncaknya dalam (ilmu) penafsiran mimpi. Dia biasa menafsirkan mimpi pada masa Rasulullah SAW .
Muhammad bin Sirin , dan dia adalah yang paling utama dalam pengetahuan ini, melalui konsensus umum mengatakan, “Abu Bakar adalah yang paling mampu dari umat ini, setelah Nabi SAW, untuk menarik makna (dari sebuah mimpi),” tulis Jalal ad-Din as-Suyuti dalam bukunya berjudul "Tarikh al-Khulafa".
Abu Mansur ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus dan juga Ibnu Asakir meriwayatkan, bahwa Samurah Bin Jundub berkata, “Rasulullah SAW berkata, ‘Aku telah diperintahkan untuk menafsirkan mimpi (dan menceritakan atau mengajarkannya) kepada Abu Bakar.’.”
Di bawah ini adalah beberapa riwayat tentang kemampuan menafsirkan mimpi dari Abu Bakar.
Al-Baihaqi sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah meriwayatkan:
Khalid bin Said bin al-As adalah salah satu dari orang-orang pertama yang masuk Islam. Dia adalah yang pertama di antara saudara-saudaranya yang masuk Islam. Jalannya menuju Islam dimulai dengan mimpi yang dia saksikan. Dalam mimpinya dia melihat dirinya berdiri di tepi api yang berkobar.
Dia menyebutkan bahwa api itu sangat besar sehingga hanya Allah yang mengetahui luasnya. Dalam mimpi ini, dia melihat ayahnya mendorongnya ke dalam api sementara Rasulullah memegangi pinggangnya sehingga dia tidak jatuh.
Pemandangan ini sangat membuatnya takut sampai-sampai dia terbangun dengan kaget. Ketika dia bangun, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Ini benar-benar mimpi yang nyata.”
Setelah itu, dia bertemu Abu Bakar dan menceritakan mimpi itu kepadanya. Abu Bakar berkata kepadanya, “Yang baik tersedia untukmu. Beliau (Rasulullah) adalah Nabi Allah, jadi ikutilah dia. (Penafsiran tentang mimpimu adalah) engkau akan mengikutinya dan masuk ke dalam Islam bersamanya. Setelah itu Islam akan menyelamatkanmu dari memasuki api Jahannam di mana ayahmu berada saat ini.”
Khalid bin Said kemudian bertemu dengan Rasulullah di wilayah Ajyad (daerah di sebelah selatan Mekkah) dan berkata kepadanya, “Wahai Muhammad, untuk apa engkau memanggilku?”
Beliau menjawab, “Aku menyerumu kepada Allah yang Esa yang tidak memiliki pasangan dan untuk beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku menyerumu untuk meninggalkan penyembahan kepada batu-batu yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melukai, mereka tidak dapat mendatangkan manfaatmu bagimu, karena mereka bahkan tidak dapat membedakan siapa saja yang menyembah mereka dengan siapa saja yang tidak menyembah mereka!”
Khalid bin Said berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah.”
Rasulullah sangat senang ketika Khalid bin Said masuk Islam.
Khalid bin Said kemudian tinggal jauh dari rumahnya. Ketika ayahnya mengetahui bahwa dia telah masuk Islam, dia mengirim seseorang untuk mencarinya.
Ketika orang itu membawanya ke hadapan ayahnya, ayahnya memarahinya dengan sangat keras dan mulai memukulinya dengan cambuk yang ada di tangannya. Dia memukuli Khalid dengan sangat parah sampai-sampai cambuknya patah saat mengenai kepalanya.
Ayahnya kemudian berkata, “Demi Allah! Aku tidak akan memberimu apa pun untuk dimakan!”
Menanggapinya, Khalid bin Said berkata, “Jika engkau tidak memberiku sesuatu untuk dimakan, maka Allah pasti akan menyediakannya bagiku dan aku akan menjalani hidupku.”
Dia kemudian pergi dan menemui Rasulullah. Setelah itu, dia seterusnya menjadi sahabat Rasulullah.
Riwayat lainnya disampaikan oleh Umar bin Syurahbil, sebagaimana dikutip oleh Said bin Mansur dalam Sunan Said bin Mansur:
Rasulullah SAW berkata, “Aku melihat diriku menggembalakan domba hitam, lalu menggembalakan domba putih di belakang mereka, sampai yang hitam tidak terlihat di antara mereka.”
Abu Bakar berkata, “Rasulullah, mengenai domba hitam, mereka adalah orang-orang Arab yang akan menjadi Muslim dalam jumlah yang besar. Domba putih adalah orang-orang non-Arab yang akan menjadi Muslim sampai orang-orang Arab tidak dapat terlihat di antara mereka karena jumlah mereka yang sangat besar.”
Rasulullah SAW berkata, “Dengan jalan (cerita) yang persis sama, malaikat telah menafsirkannya sebelum fajar.”
Dakwah Abu Bakar
Begitu masuk Islam, Abu Bakar sangat gigih dalam berdakwah. Pada awalnya, dia mengajak lima orang bangsawan Quraisy lainnya untuk masuk Islam. Mereka adalah Utsman bin Affan , Zubair bin Awwam , Abdurrahman bin Auf , Saad bin Abi Waqqas , dan Talhah bin Ubaidillah.
Kelima orang ini berhasil diyakinkan oleh Abu Bakar untuk menerima ajaran Islam, dan mereka datang ke Rasulullah untuk melakukan pembaiatan kepadanya. Kelima tokoh ini masuk Islam sekaligus pada saat itu juga.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" menyatakan masuk Islamnya tokoh-tokoh bangsawan ini mendatangkan pengaruh terhadap orang-orang lainnya yang belum masuk Islam. Beberapa yang lainnya datang secara bertahap ke Rasulullah.
Orang-orang yang belum masuk Islam ini berkata, “Muhammad dan Abu Bakar? Demi Allah, tak mungkin kedua orang itu akan berkumpul di atas jalan yang sesat.”
Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul "Al-Bidayah wan Nihayah" menambahkan pada kesempatan yang berikutnya, Abu Bakar berhasil mengajak Utsman bin Mazh’un, Abu Ubaidah bin al-Jarrah , Abu Salama (Abdullah bin Abdul-Asad), dan Arqam bin Abil Arqam, mereka semua juga masuk Islam.
Ibnu Asakir meriwayatkan, bahwa Aisyah berkata:
Ketika para sahabat Nabi SAW berkumpul, dan mereka adalah tiga puluh delapan orang, Abu Bakar mendesak Rasulullah SAW untuk (berdakwah secara) terbuka dan (kepada) khalayak.
Beliau berkata, “Abu Bakar, kita (hanya) sedikit.”
Abu Bakar tidak berhenti mendesak Rasulullah sampai Rasulullah menjadikannya (dakwah) terbuka.
Para Muslim pergi ke setiap sudut masjid (Makkah), setiap orang (berdakwah) di antara saudara-saudara mereka sendiri, dan Abu Bakar berdiri di antara orang-orang, berbicara (berdakwah) kepada mereka, sehingga dia adalah pendakwah pertama yang mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Jalal ad-Din as-Suyuti dalam Tarikh al-Khulafa menyebutkan, para penyembah berhala menyerang Abu Bakar dan kaum Muslim, dan mereka memukuli mereka, di setiap sudut masjid, dengan sangat kejam.
Mengenai peran Abu Bakar dari sejak masuk Islam hingga wafatnya Nabi, as-Suyuti menuturkan:
Para ulama mengatakan bahwa Abu Bakar menemani Nabi SAW dari sejak dia masuk Islam sampai kematiannya, tidak meninggalkannya baik dalam perjalanan atau pada waktu menetap, kecuali untuk apa yang beliau SAW memberinya izin untuk pergi, seperti pada saat ibadah haji dan berperang.
Dia hadir di dalam semua pertempuran bersamanya, hijrah dengannya, meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, mengabdi kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia adalah teman dekatnya di gua (Tsur).
Dia adalah yang dimuliakan Dia, berfirman, “Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, ‘Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.’.” (QS At-Taubah [9]: 40)
Menurut, Jalal ad-Din as-Suyuti, dia berjanji untuk membantu Rasulullah SAW lebih dari sekali. Dia memberikan jasa yang besar dalam pertempuran, dan tegas pada Perang Uhud dan Perang Hunain ketika semua orang telah melarikan diri
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakar As-Siddiq: Sebuah Biografi" mengatakan tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam situasi ketika orang masih serba menunggu, ragu, dan sangat berhati-hati.
Keberanian Abu Bakar ini patut sekali kita hargai, mengingat dia pedagang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap hubungan dengan para relasi itu.
Berapa banyak orang yang memang tidak percaya pada pandangan itu dan dianggapnya suatu kepalsuan, suatu cakap kosong yang tak mengandung arti apa-apa, lalu dengan sembunyi-sembunyi atau berpura-pura berlaku sebaliknya hanya untuk mencari selamat, mencari keuntungan di balik semua itu, menjaga hubungan dagangnya dengan mereka.
Sikap munafik begini kita jumpai bukan di kalangan awamnya, tapi di kalangan tertentu dan kalangan terpelajarnya juga. Bahkan akan kita jumpai di kalangan mereka yang menamakan diri pemimpin dan katanya hendak membela kebenaran. Kedudukan Abu Bakar yang sejak semula sudah dikatakan oleh Rasulullah itu, patut sekali dia mendapat penghargaan, patut dikagumi.
Usaha Abu Bakar melakukan dakwah Islam itulah yang patut dikagumi. Barangkali ada juga orang yang berpandangan semacam dia, merasa sudah cukup puas dengan mempercayainya secara diam-diam dan tak perlu berterang-terang di depan umum agar perdagangannya selamat, berjalan lancar. Dan barangkali Muhammad pun merasa cukup puas dengan sikap demikian itu dan sudah boleh dipuji.
Tetapi Abu Bakar dengan menyatakan terang-terangan keislamannya itu, lalu mengajak orang kepada ajaran Allah dan Rasulullah dan meneruskan dakwahnya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang mula-mula untuk mempercayai Muhammad dan mengikuti ajaran agamanya, inilah yang belum pernah dilakukan orang; kecuali mereka yang sudah begitu tinggi jiwanya, yang sudah sampai pada tingkat membela kebenaran demi kebenaran.
Orang demikian ini sudah berada di atas kepentingan hidup pribadinya sehari hari. Kita lihat, dalam membela agama, dalam berdakwah untuk agama, segala kebesaran dan kemewahan hidup duniawinya dianggapnya kecil belaka.
Demikianlah keadaan Abu Bakar dalam persahabatannya dengan Muhammad, sejak dia memeluk Islam, hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah dan Abu Bakar pun kemudian kembali ke sisi-Nya.
(mhy) Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment