Bersabar Menghadapi Fitnah Medsos Akhir Zaman

 fitnah akhir zaman 

BUDAYA

memalukan yang sedang muncul di zaman akhir ini, saling fitnah. Di atas kebencian dan ketidakpuasan sesama manusia ini, mereka menulis satu sama lain dalam pesan terbuka melalui media sosial (medsos). Ditambah lagi, para follower-nya kemudian ikut menyebarkannya, akhirnya jadilah dosa jamaah.

Ada empat hal seorang Muslim menghadapi situasi akhir zaman yang penuh fitnah seperti ini.

Pertama; Menghadapinya. Suka atau tidak, zaman ini sedang terjadi, dan kita tidaklah bisa mundur. Nabi menginstruksikan:

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ ، وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ، أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ ، وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

“Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR: At Tirmidzi).

Kedua: maraknya fitnah

Fitnah dan pencemaran nama baik bertujuan untuk menurunkan kepercayaan seseorang atau kelompok dan pembunuhan karakter agar orang atau kelompok tersebut jatuh dan sebagainya. Dalam bahasa Melayu lebih menitikberatkan pada makna kebohongan yang dilakukan dalam bentuk kata-kata, tulisan terhadap orang lain dengan berbagai arti dan tujuan.

Pencemaran nama baik merupakan suatu tindakan menyerang kehormatan seseorang atau mencemarkan nama baik melalui lisan atau tulisan. Pencemaran nama baik ini digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu, pencemaran terhadap perorangan, kelompok, agama, orang yang telah meninggal, dan para pejabat.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pencemaran nama baik (penghinaan) diatur dan dirumuskan dalam Pasal 310 KUHP, yang terdiri dari 3 (tiga) ayat.Menista dengan lisan (smaad) – Pasal 310 ayat (1); Menista dengan surat (smaadschrift) – Pasal 310 ayat (2).

Di masa Nabi, Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha pernah dituduh melakukan skandal dengan Safwan bin Muattal, sahabat Nabi ﷺ yang membawa Ummul Mukminin kembali dari tempat dia ditinggalkan oleh Nabi. Sepulang dari ekspedisi Musthaliq beliau dituduh berselingkuh dengan Safwan.

Kabar ini diproduksi pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul dan kemudian disebarkan oleh beberapa orang, di antaranya Misthah bin Atsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti Jahys.

Tuduhan atau fitnah palsu itu segera beredar di kalangan umat Islam. Yang kuat iman tidak percaya fitnah. Mereka yang tipis imannya ragu dengan berita bohong itu.

Maka Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk membebaskan Aisyah dari tuduhan jahat. Penegasan Allah itu terangkum dalam surah An-Nuur [24]: 11-26.

Di saat Rasulullah Muhammad ﷺ memobilisasi umat Islam di Madinah untuk bersiap menghadapi serangan kaum kafir Quraisy dalam Perang Tabuk, Abdullah bin Ubay al Salul, bergerilya menghasut kaum Muslimin agar mengabaikan ajakan Nabi ﷺ. “Menurut rencana, pasukan Islam akan mencegat pasukan Quraisy di Uhud. Mengapa kita harus sibuk ikut ke sana?” katanya.

“Buat apa berjuang dengan perang? Kita lebih baik diam di masjid. Melaksanakan salat, do’a dan ibadah lain. Itu juga perintah dari Nabi, bukan?, katanya. Akibat provokaksinya, sebagian kaum Muslimin terpengaruh dan membatalkan kesediaan ke medan jihad.

Pendek kata, orang-orang munafik dan orang-orang yang berwatak munafik adalah orang-orang yang paling merusak sistem masyarakat. Pekerjaanya menyebarkan berbagai fitnah di masyarakat dari dulu dan sekarang akan tetap ada dan selalu ada.

Ketiga; Era media sosial

Di era teknologi informasi yang semakin maju ini, media sosial seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Telegram, TikTok, Twitter menjadi salah satu aplikasi yang banyak digunakan. Ini seperti pisau bermata dua.

Jiaka dia ada di tangan pencuri, hal itu bisa digunakan untuk membuat kejahatan. Namun jika dia berada di tangan ibu rumah tangga, ia bisa digunakan untuk memotong ikan atau mengupas bawang. Medsos tidak salah.

Yang benar atau salah, adalah orang yang menggunakannya. Dalam hukum halal dan haram berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan oleh seorang mukallaf.

Mukalaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukalaf bila ia telah dewasa dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal. Untuk dianggap sebagai mukallaf, syaratnya ada dua; berakal (bukan gila) dan sudah baligh, bukan anak kecil yang belum baligh.

Artikel, tulisan, komentar bagus beredar bisa berdampak pahala bagi penulisnya. Di sisi lain, fitnah yang mengarang, membesar-besarkan, memanipulasi pernyataan dan sebagainya, kemudian menyebarkannya, secara langsung atau tidak mendapatkan dosa.

Keempat; Akhir zaman penuh fitnah

Kita memang berada di akhir zaman. 1.500 tahun lagi dari zaman Nabi. Semua tanda-tanda kecil dari akhir zaman sedang terjadi.

Hadis-hadis akhir zaman yang memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman harus diperhatikan. Yang baik dianggap jahat dan yang jahat dianggap baik dan seterusnya.

Penggambaran fitnah laksana potongan malam yang amat pekat itu menunjukkan betapa berat dan berbahayanya fitnah itu. Ini merupakan peringatan penting bagi setiap Muslim, bahwa banyaknya fitnah yang menyebabkan seseorang murtad merupakan tanda dekatnya akhir zaman.

Tentang fitnah yang bisa membuat kaum Muslimin terperosok pada kekufuran setelah keimanannya diperkuat dalam riwayat yang menjelaskan tentang kemunculan fitnah duhaima’. Riwayat tentang fitnah duhaima’ bercerita tentang masa-masa yang akan dihadapi oleh kaum Muslimin menjelang keluarnya Dajjal untuk menebar fitnah dan huru-hara.

Jadi, dalam menghadapi fitnah medsos di akhir zaman, saya memperingatkan para pemfitnah: Ingatlah! tulisan, gambar, grafik, komentar, apa yang Anda teruskan (share), semuanya dapat dengan mudah dihapus, atau dimanipulasi secara sewenang-wenang, sesuka hati. Jika Anda seorang Muslim, takutlah akan azab Allah di akhirat, azab di kubur atau azab di dunia.

Jika Anda ingin menunaikan tanggung jawab menyuruh yang baik dan melarang yang buruk, itu ada adabnya. Pelajari adab agar teguran yang dibuat mendapat balasan dan bukan fitnah dan bahkan menjadi dosa.

Kepada orang yang menjadi korban fitnah, jangan biarkan diri Anda terkena hal buruk sampai orang lain dengan mudah memfitnah Anda. “Fitnah itu tertidur, maka jangan dibangunkan’. Jika Anda benar, yakinlah dengan hadits Nabi ﷺ yang menyebutkan bahwa doa orang yang terzalimi lebih mudah dikabulkan Allah, dan Anda perlu bersabar karena Anda sedang mengumpulkan pahala dari si penfitnah. Nabi ﷺ adalah manusia yang paling baik dan sempurna, namun Nabi ﷺ tidak luput dari fitnah orang-orang munafik. Karena itu, bersabarlah.*/M Nasri Nik Malek (Harakah Daily)

Rep: Ahmad

Editor: -

No comments: