Cara Jin Mencuri Berita dari Langit dan Menyampaikannya pada Dukun
Banyaknya kaum muslimin yang terjebak dengan perdukunan, baik yang sakit maupun yang sehat, si miskin maupun si kaya, yang sukses maupun yang gagal, orang berpangkat maupun orang biasa, pejabat maupun rakyat jelata.
Tersebarnya perdukunan berkedok islami, yang menambah persoalan ini semakin runyam di tentagh-tengah masyarakat.
Betapa banyak yang tertipu dengan secarik surban yang bertonggok di kepala sang dukun, kemudian ditambah tasbih yang melingkat dileher atau yang dalam genggaman tangan.
Sekedar bermodalkan surban dan tasbih sang dukun menjadi kepercayaan sebahagian masyarakat yang kurang ilmu dan iman.
Sedikitnya kaum muslimin yang mengetahui tentang solusi bagaimana menangkal perdukununan, alih-alih mereka melawan perdukun dengan perdukunan pula.
Dr. Ali Musri Semjan Putra, MA, dikutip dari situs Adzikra, mencoba memberikan solusi syar’i dalam menangkal perdukunan tersebut.
Hakikat dukun dan perdukunan
Ada beberapa istilah yang memiliki konotasi dengan perdukunan, kadang-kala istilah tersebut dipakai untuk makna yang sama, namun sering kali dipakai dalam makna berbeda.
Istilah tersebut ialah: Kaahin (dukun), ‘Arraaf (peramal), Rammal (tukang tenung), Munajjim (ahli nujum), Saahir (ahli sihir) dan hipnotis. Pemakaian istilah tersebut dalam makna yang sama disebabkan oleh kesamannya dalam beberapa hal;
Pertama: dari sisi pengakuan mengetahui hal-hal yang ghaib.
Kedua: dalam sisi penerimaan info tentang hal yang ghaib tersebut dengan mempergunakan bantuan setan atau Jin.
Cara Jin dalam mendapatkan berita ghaib dan kerjasamanya dengan dukun
Terjalinan kerja sama antara jin dan dukun tentu memiliki kensekwensi dan komitmen yang mesti dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Diantar bentuk komitmen dan kensekwensi tersebut, dimana sang dukun harus menuruti persyaratan yang diminta oleh jin.
Kemudian setelah hal itu dilakukan sang dukun barulah jin membantu sang dukum dalam pratek profesinya sebagai dukun.
Biasanya persyaratan itu tidak rumit cukup melakukan salah satu bentuk kesyirikan atau kekufuran.
Meskipun sang dukun tetap melakukan amalan ibadah yang zohir seperti sholat, puasa dan lain sebagainya.
Dan kadang kala yang jadi persyaratan itu melakukan ibadah yang menyelisihi sunnah Rasululah Sallallahu Alaihi Wa Sallam.
Sehingga dengan demikian sang dukun tanpa ia sadari terjebak kedalam sebuah dosa yang selalu dilakukannya dalam hidupnya, dimana ia tidak menyadari itu sebagai sebuah dosa dan kesalahan.
Yang lebih populer dalam istilah ulama amalan-amalan bid’ah.
Ketika telah terjalin kerjasama yang erat setelah itu jin akan berupaya membantu sang dukun dalam mengetahui berita-berita ghaib.
Lalu bagaimana cara jin mendapatkan berita-berita ghaib tersebut? Jawabannya ada pada hadits berikut ini:
عن أبي هريرة رضي الله عنه إن نبي الله صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا قضى الله الأمر في السماء ضربت الملائكة بأجنحتها خضعانا لقوله كأنه سلسلة على صفوان فإذا فزع عن قلوبهم قالوا ماذا قال ربكم ؟ قالوا للذي قال الحق وهو العلي الكبير فيسمعها مسترق السمع ومسترق السمع هكذا بعضه فوق بعض – ووصف سفيان بكفه فحرفها وبدد بين أصابعه – فيسمع الكلمة فيلقيها إلى من تحته ثم يلقيها الآخر إلى من تحته حتى يلقيها على لسان الساحر أو الكاهن فربما أدرك الشهاب قبل أن يلقيها وربما ألقاها قبل أن يدركه فيكذب معها مائة كذبة فيقال أليس قد قال لنا يوم كذا وكذا كذا وكذا فيصدق بتلك الكلمة التي سمع من السماء)). رواه البخاري
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu , bahwa Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Apabila memutuskan sebuah perintah di langit, para malaikat menundukkan sayap-sayap mereka dengan penuh takut.
Bagaikan suara rantai yang ditarik di atas batu putih.
Apabila telah hilang rasa takut dari hati mereka, mereka bertanya: apa yang dikatakakan oleh Tuhan kalian? Jibril menjawab: tentang kebenaran dan Ia Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Lalu para pencuri berita langit (setan) mendengarnya. Mereka para pencuri berita langit tersebut seperti ini, sebagian mereka di atas sebagian yang lain. -Sufyan (rawi hadits) mencontohkan dengan jari-jarinya-
Maka yang paling di atas mendengar sebuah kalimat lalu membisikannya kepada yang di bawahnya, kemudian selanjutnya ia membisikan lagi kepada yang di bawahnya dan begitu seterusnya sampai ia membisikanya kepada tukan sihir atau dukun.
Kadang-kadang ia disambar oleh bintang berapi sebelum menyampaikannya atau ia telah menyampaikannya sebelum ia disambar oleh bintang berapi. Maka setan mencapur berita tersebut dengan seratus kebohongan.
Maka dikatakan orang: bukan ia telah berkata kepada kita pada hari ini dan ini…maka ia dipercaya karena satu kalimat yang pernah ia dengan langit tersebut”[7].
Dalam hadits di atas ada berapa poin yang dapat kita jelaskan:
Pertama: dalam hadits tersebut diterangkan bagaimana proses jin dalam mencari berita-berita ghaib.
Yaitu dengan bertengger satu di atas yang lainnya seperti pertunjukkan orang manjat pinang atau seperti seni bina raga yang dilakukan di sekolah-sekolah.
Yaitu dengan cara lima orang dibawah lalu pada tingkat kedua naik empat orang kemudian pada tingkat berikut tiga orang dan begitu seterusnya.
Kedua: berita ghaib yang mereka dapatkan itu berasal dari perkataan Allah kepada para malaikat untuk melakukan tugas tertentu, lalu para malaikat saling berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Maka melalui percakapan malaikat tersebut mereka mencuri dengar dan menyampaikannya kepada mitranya dari kalangan dukun.
Ketiga: bahwa tidak senantiasa mereka dapat mencuri berita langit tersebut karena Allah menjadikan sebahagian bintang untuk melempar mereka yang berusaha mencuri dengar berita langit tersebut.
Keempat: jika mereka selamat dari lemparan bintang yang berapi, baru mereka berhasil mencuri satu kalimat dari berita langit, artinya mereka tidak mengetahui secara detail atau seutuhnya tentang berita langit tersebut. Lalu berita tersebut mereka campur dengan seratus kedustaan.
Kelima: bahwa sebab adanya manusia yang mempercayai dukun adalah gara-gara tidak melihat kebohongannya dan hanya mengingat satu kalimat yang terdapat seratus kebohongan.
Lalu kalimat yang satu tersebut diekspos kemana-mana, namun tidak mengekspos kebohongannya yang begitu banyak.
Dalam hadits yang lain Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam menjelaskan:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم ناس عن الكهان فقال ((ليس بشيء)) . فقالوا يا رسول الله إنهم يحدثوننا أحيانا بشيء فيكون حقا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((تلك الكلمة من الحق يخطفها الجني فيقرها في أذن وليه فيخلطون معها مائة كذبة)). رواه البخاري
Diriwayatkan oleh Aisyah dimana para sahabat bertanya kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam tentang dukun. Jawab beliau: tidak perlu percaya.
Lalu sahabat bertanya lagi: wahai Rasulullah sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kita sesuatu yang benar terbukti?
Jawab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam: itu adalah sebuah kalimat yang benar yang dicuri oleh jin, lalu ia bisikkan ke telinga pembantunya (dukun) kemudian ia campur dengan seratus kebohongan”[8].
Dalam lafaz yang lain berbunyi:
عن عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم: أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول (( إن الملائكة تنزل في العنان وهو السحاب فتذكر الأمر قضي في السماء فتسترق الشياطين السمع فتسمعه فتوحيه إلى الكهان فيكذبون معها مائة كذبة من عند أنفسهم)). رواه البخاري
Dari Aisyah, bahwa ia mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya malaikat turun ke awan, mereka menceritakan tentang urusan yang telah diputuskan Allah di langit.
Lalu setan-setan mencuri dengar lalu mereka mendengar urusan tersebut, setelah itu mereka sampaikan kepada para dukun. Mereka mencapurinya dengan seratus kebohongan dari diri mereka sendiri”[9].
Dalam hadits ini juga terdapat penjelasan bahwa apa yang dikatakan sang dukun bisa saja terbukti, namun bila dibanding dengan kebohongannya sugguh lebih banyak, yaitu satu berbanding seratus.
Kebenaran yang pernah terbukti dalam perkataan dukun, tidak bisa dijadikan alasan untuk menerima dan mempercayai semua berita yang dikatakannya.
Karena kalau semua perkataannya bohong pasti tidak ada yan percaya dukun, beginilah cara setan dalam melakukan tipu-dayanya untuk menyesatkan manusia.
Yaitu dengan menyamarkan antara yang hak dengan yang batil, antara yang benar dengan yang salah. (*gr)
No comments:
Post a Comment